hidayatullah965Avatar border
TS
OWNER
hidayatullah965
Anak adalah "rezeki"
Sampai hari ini, pandangan bahwa anak adalah "rezeki", rupanya masih tertanam sangat kuat di benak orang Indonesia. Bahkan juga pada generasi millennial. Ya, tidak heran sih, karena mereka kan hasil didikan generasi sebelumnya.
Pandangan ini yang kemudian menjadi dasar dari sikap orang Indonesia lainnya soal anak, "banyak anak, banyak rezeki". Kesimpulan yang sangat logis, tentu saja. Jika anak adalah rezeki, maka makin banyak anak, tentu makin banyak rezekinya.
Permasalahannya, ini tidak sesuai dengan realita di sekitar kita. Kehadiran/kelahiran anak tidak secara otomatis menghadirkan rezeki (yang diharapkan dapat digunakan sebagai biaya untuk membesarkan sang anak). Pertambahan jumlah anak juga tidak otomatis menambah jumlah rezeki.
Pandangan bahwa anak adalah rezeki tidak sepenuhnya salah. Salahnya, adalah ketika meyakini kehadiran rezeki seiring dengan kehadiran anak ini sebagai sebuah kepastian, bukan kemungkinan, dan bukan potensi. Pasti ada rezekinya! Padahal belum tentu.
Rezeki, baik bagi yang punya anak atau pun tidak, sifatnya adalah sebuah potensi. Baru ada jika dicari. Baru hadir, jika diusahakan. Realitanya, banyak orang yang sudah usaha dan mencari rezeki, tetap tidak dapat.
Memperlakukan sesuatu yang sifatnya masih sebuah potensi sebagai suatu kepastian, tentu saja beresiko/berbahaya. Orang kemudian jadi cenderung menggampangkan, "ah, tenang aja, nanti pasti ada rezekinya". Menggampangkan sehingga kemudian menjadi kurang persiapan bahkan tidak ada persiapan. Dalam soal anak, siapa yang akan dirugikan? Tentu saja si anak, yang kelahirannya tidak dipersiapkan dan direncanakan dengan baik.
Saya sudah membaca terlalu banyak cerita dan keluhan dari orang tua/ibu yang tidak siap untuk punya anak. Baik keluhan soal biaya (HPL semakin dekat, tapi tidak punya uang), soal sikap suami, hingga kesiapan mental si calon ibu sendiri.
Karenanya, dalam soal anak ini, menurut saya, dari pada fokus pada kehadiran rezeki yang sifatnya masih berupa potensi/kemungkinan, sebaiknya fokus pada hadirnya/bertambahnya tanggung jawab yang merupakan sebuah kepastian.
Jika calon orang tua berpikir soal tanggung jawab sebelum berpikir soal rezeki, maka diharapkan mereka akan berpikir lebih panjang dan mengambil tindakan/keputusan lebih hati-hati sebelum memutuskan untuk punya anak atau menambah anak.
Anak mestinya tidak dihadirkan sebagai sebuah hasil eksperimen, hasil coba-coba, karena penasaran, karena nggak enak dengan keluarga, tetangga, gosip teman kerja, dan hal-hal remeh lainnya.
Anak dihadirkan saat anda sudah yakin mau dan mampu bertanggung jawab atas nasib dan masa depannya.
Untuk anak jangan coba-coba!
0
287
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sisi Lain Indonesia
Sisi Lain Indonesia
179Thread112Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.