yunida903Avatar border
TS
yunida903
Hukum Media di Indonesia Mengenai Penayangan Sinetron Suara Hati Istri – Zahra
Media merupakan salah satu lembaga yang berfungsi untuk menyampaikan informasi, media juga menjadi aset penting suatu bangsa. Media nemiliki fungsi dan keduduan yang cukup penting dalam ilmu komunikasi. Media yang tergolong dalam kategori media yang berperan penting dalam ilmu komunikasi adalah organisasi yang menggunakan teknologi untuk menyampaikan informasi yang disampaikan melalui media massa dan media interaktif. Pada era globalisasi ini, seiring dengan teknologi yang semakin berkembang, kedudukan dan fungsi media pun memiliki kedudukan yang semakin penting karena informasi dapat dengan mudah didapatkan dan disebar luaskan, informasi telah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat modern.

Menurut Denis Mc Quail3, media memiliki fungsi penting, karena media adalah sebuah industri yang bersifat inkonstan atau berubah dan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman, perubahan dan perkembangan ini membuat tercipatanya sebuah barang, jasa, atau trend yang dapat pula menciptakan sebuah lapangan pekerjaan dan menghidupkan industri lain yang terkait. Dalam menjalan industri ini, tentunya media memiliki norma dan peraturannya tersendiri yang bertujuan untuk mengatur lembaga-lembaga yang terkait dengan media, lembaga yang terkait dengan media adalah lembaga masyarakat yang merupakan konsumen terbesar dan lembaga sosial lainnya. Media juga sering dijadikan sebagai sumber kekuatan, sarana untuk mengendalikan masyarakat, dan menciptakan inovasi-inovasi baru yang dapat digunakan oleh masyarakat. Media juga sering dijadikan sebagai tempat untuk berekspresi dan sarana hiburan yang banyak diminati oleh masyarakat pada akhir-akhir ini. Media juga dijadikan sebagai ajang untuk memperkenalkan budaya, gaya hidup, ideologi dan norma-norma baru yang terkadang melenceng dari apa yang tercantum di Pancasila. Media juga menampilkan perisitiwa-peristiwa yang terjadi di kancah nasional maupun internasional.

Peran media memiliki keterkaitan dengan pihak-pihak yang masuk ke dalam sistem media tersebut. Pihak-pihak yang terkait ke dalam sistem media tersebut antara lain adalah wartawan atau pekerja media, pemilik dari media tersebut, masyarakat sebagai audiens, serta pemerintah yang dijadikan sebagai regulator, pihak-pihak yang terkait tersebut disebut dengan stake holder. Terdapat dua kekuatan penting yang mempengaruhi media yang pertama adalah kekuasaan mengenai politik dan kekuasaan dalam bidang ekonomi. Menurut Mufid, persaingan dinamika media melibatkan jurnalis dan audiens secara publik di sisi, dan pasar dan negara di pihak lain, adalah pembangunan ulangan relasi yang mempersatukan agensi dan struktur variasi pasar dan negarw, atau keduanya. Penguasa yang otoritatif biasanya menggunakan media sebagai apartus ideologi negara untuk kepentingan hegemonisasi politik. Dan pada lingkup kekuatan kapitalisme, media massa adalah salah satu alat untuk memperkuat ekonomi yang mempengaruhi kepemilikan modal. Karena kedua hal ini media rawan untuk disalah gunakan, terlebih mengingat media miliki pengaruh yang besar kepada cara pikir, cara bersikap, dan perilaku masyarakat. Untuk tetap menjaga media tetap sejalan dengan kepentingan nasional, maka dibuatlah sebuah peraturan untuk menjaga dan menjamin profesionalisme kerja dan menghindari adanya penyalahgunaan media.

Peran media tidak terlepas pula dari adanya perkembangan globalisasi, media telah menjadi kebutuhannya pokok masyarakat modern. Mengingat penting peran media dalam kehidupan masyarakat, tentunya diperlukan adanya kejelasan mengenai hukum media yang ada di Indonesia untuk menghindari tidak terkendalinya masyarakat Regulasi adalah peraturan yang harus diikuti oleh media dalam menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat. Regulasi dapat berbentuk peraturan yang ditetapkan pemerintah (seperti Undang-Undang Pers) atau kode etik yang berupa keputusan organisasi profesi (seperti Kode Etik Jurnalistik). Tulisan ini mengkaji dua regulasi media di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Undang-Undang Pers
Regulasi yang mengatur pers di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa: “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”.

Secara garis besar, pers merupakan keseluruhan dari industri media, baik media cetak ataupun media elektronik. Namun dalam lingkup yang lebih kecil, pers sendiri berarri media cetak (printed media). Oleh karenanya Undang-undang Pers tersebut hanya berlaku secara umum untuk seluruh industri mediaz dan sevara khusus teruntuk media cetak.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga telah menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) sebagai penjabaran Undang-Undang Penyiaran. P3 diatur dalam Peraturan KPI No. 02 tahun 2007 dan SPS diatur dalam Peraturan KPI No. 03 tahun 2007.

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) adalah peraturan untuk Lembaga Penyiaran yang telah disahkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengadakan dan melakukan pengawasan terhadap sistem penyiaran nasional di Indonesia. Pedoman ini dijadikan panduan mengenai batasan-batasan yang diperbolehkan dan dilarang dalam membuat sebuah tayangan siaran. Prinsip-prinsip yang termuat dalam P3 antara lain adalah: (1) rasa hormat terhadap suku, agama, ras, dan Antargolongan; (2) penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan; (3) perlindungan terhadap anak-anak dan perempuan; serta (4) pelarangan dan pembatasan program adegan seksual, kekerasan, dan sadisme.

Ada pula Standar Program Siaran (SPS) adalah peraturan yang telah disahkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia bagi Lembaga Penyiaran untuk menghasilkan program siaran yang berkualitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. SPS merupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam penayangan program siaran. Dalam SPS, diatur antara lain: (1) penghormatan pada Suka, Agama, Ras, dan Antargolongan; (2) Kesopanan dan Kesusilaan; (3) Pelarangan dan pembatasan program siaran seks; serta (4) pelarangan dan pembatasan program siaran kekerasan dan kejahatan.

Salah satu isu yang ramai diperbincangkan beberapa saat lalu adalah isu mengenai tayangan Indosiar pada program sinetron Suara Hati Istri - Zahra. Program ini dinilai melakukan praktik pedofilia dan poligami dimana Zahra yang diperankan oleh LCF yang masih berusia dibawah umur dipaksa untuk melakukan adegan mesra dengan lawan mainnya yang sudah berusia 39 tahun. Program ini menjadi perbincangan karena tidak etis untuk ditayangkan di media apalagi media tv nasional seperti Indosiar. Netizen beramai-ramai melaporkan dan membuat petisi untuk menurunkan penayangan sinetron ini kepada KPI.

Kesadaran netizen untuk mengetahui mana tontonan yang baik dan buruk telah membuktikan bahwa mereka mampu untuk memilah tontonan mereka. Namun ada beberapa netizen yang justru mendukung penayangan film ini hanya karena melihat pemerannya yang masih muda, dan justru meromantisasi praktik pedofilia dan poligami dimana poligami sendiri masih menjadi isu sensitif di Indonesia. Dampak-dampak seperti itu lah yang membuktikan bahwa media memilki kontrol yang besar terhadap masyarakat, apalagi media menayangkan atau menyajikan tontonan yang berisi tentang pedofilia akan sangat berbahaya apabila praktik tersebut dinormalisasi dan bahkan ditiru oleh segelintir orang.

KPI telah mengambil tindakan mengenai laporan dari netizen dan berakhir Indosiar mengganti pemeran Zahra salah sinteron tersebut, meskipun telah mengambil tindakan netizen masih menyayangkan bagaimana KPI dapat memberikan izin tayang pada sinteron yang melakukan praktik pedofilia. Hal ini membuktikan bahwa penerapan hukum media di Indonesia belum di terapkan secara maksimal. Media perlu mengkaji ulang konten yang mereka buat dengan memperhatikan undang-undang dan peraturan yang telah di tetapkan oleh KPI. Masyarakat juga harus diberikan edukasi tentang menonton konten yang sesuai dengan batas usia dan memilihan tontonan yang baik untuk disaksikan. Dengan adanya penayangan konten uang selektif diharapkan media dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.
0
510
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Citizen Journalism
Citizen Journalism
icon
12.5KThread3.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.