- Beranda
- Stories from the Heart
It's My (Our) Life
...
TS
akmal162
It's My (Our) Life
Prolog
Life is a choice.
Hidup itu sebenarnya sangat sederhana, tinggal bagaimana kita memilih dan lalu menjalani pilihan tersebut, setidaknya begitulah makna yang ku tangkap dari kata-kata bijak berbahasa inggris yang entah dipopulerkan oleh siapa itu.
Tapi kesederhanaan itu akan sirna dalam sekejap mata ketika kita berhadapan dengan sebuah pilihan, pasalnya dibalik sebuah keputusan yang harus kita pilih, akan ada banyak pertimbangan-pertimbangan akan dampak lain yang akan bermunculan dibalik masing-masing pilihan.
Sederhanya, akan selalu ada resiko yang harus kita terima dari setiap pilihan yang kita ambil, dan tidak heran jika ada banyak sekali manusia yang berhasil dibuat ragu-ragu oleh sebuah resiko.
Dan itu yang terjadi pada ku saat ini, bimbang, ragu-ragu, takut, semua rasa itu benar-benar teraduk-aduk menjadi satu di dalam pikiran dan hati ku.
Tapi aku memiliki keyakinan, sebagai seorang laki-laki yang bertangung jawab, aku tidak akan membiarkan orang-orang disekitar ku terkena dampak dari resiko atas pilihan yang ku ambil, apalagi sampai ikut merasakan semua perasaan itu.
Biar aku saja yang merasakan kebimbangan itu, biar aku saja yang merasakan keraguan itu, biar aku saja yang merasakan ketakutan itu, biar aku saja yang menghadapi semuanya. Aku hanya ingin mereka tahu bahwa keputusan yang sudah ku ambil adalah keputusan yang tepat, sudah, itu saja, TITIK!
Yap, intinya aku akan menyimpan semuanya sendiri, dan aku juga yang akan menyelesaikan semuanya seorang diri, karena aku ini seorang laki-laki.
Life is a choice.
Hidup itu sebenarnya sangat sederhana, tinggal bagaimana kita memilih dan lalu menjalani pilihan tersebut, setidaknya begitulah makna yang ku tangkap dari kata-kata bijak berbahasa inggris yang entah dipopulerkan oleh siapa itu.
Tapi kesederhanaan itu akan sirna dalam sekejap mata ketika kita berhadapan dengan sebuah pilihan, pasalnya dibalik sebuah keputusan yang harus kita pilih, akan ada banyak pertimbangan-pertimbangan akan dampak lain yang akan bermunculan dibalik masing-masing pilihan.
Sederhanya, akan selalu ada resiko yang harus kita terima dari setiap pilihan yang kita ambil, dan tidak heran jika ada banyak sekali manusia yang berhasil dibuat ragu-ragu oleh sebuah resiko.
Dan itu yang terjadi pada ku saat ini, bimbang, ragu-ragu, takut, semua rasa itu benar-benar teraduk-aduk menjadi satu di dalam pikiran dan hati ku.
Tapi aku memiliki keyakinan, sebagai seorang laki-laki yang bertangung jawab, aku tidak akan membiarkan orang-orang disekitar ku terkena dampak dari resiko atas pilihan yang ku ambil, apalagi sampai ikut merasakan semua perasaan itu.
Biar aku saja yang merasakan kebimbangan itu, biar aku saja yang merasakan keraguan itu, biar aku saja yang merasakan ketakutan itu, biar aku saja yang menghadapi semuanya. Aku hanya ingin mereka tahu bahwa keputusan yang sudah ku ambil adalah keputusan yang tepat, sudah, itu saja, TITIK!
Yap, intinya aku akan menyimpan semuanya sendiri, dan aku juga yang akan menyelesaikan semuanya seorang diri, karena aku ini seorang laki-laki.
Spoiler for Part 1:
TRIPLE KILL
Jingganya sinar matahari mulai mengganggu perhatian ku terhadap kendaraan yang berseliweran di depan ku.
Sontak saja kelopak mataku berhasil dibuat agak sedikit menyipit olehnya, ditambah lagi asap yang bersumber dari rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuk ku, yang juga membuat kedua mata ku semakin perih.
Oleh karena itu akupun mulai kembali tersadar dari lamunan ku, kini perhatian ku tertuju kepada sebatang rokok yang sudah hampir 5 menit tidak menyentuh bibir ku sama sekali. Sambil menarik nafas dalam-dalam, aku pun langsung menjatuhkan tumpukan abu yang masih bertengger dengan santainya di rokok ku.
Karena tidak ingin uang yang terbuang sia-sia semakin banyak, aku pun memutuskan untuk segera menghisapnya. Sambil menghembuskan asap rokok dengan santai, aku mengangkat sebelah tangan ku untuk melihat jam tangan yang melingkar di atasnya.
Jarum pendek yang sudah menunjuk ke arah angka 4 berhasil membuat ku menghembuskan nafas sekasar-kasarnya, aku pun kembali menghisap rokok ku sembari menekan touchpad laptop ku, dan pemandangan yang tersaji di laptop ku kali ini berhasil membuat ku berdecak kesal.
"Hadeeeh.... Dari jam 12 nongkrong disini cuman dapet 2 adegan" Batin ku sembari mengusap-usap rambut ku dengan kasar.
Stuck, entah kenapa semakin kesini ide-ide yang biasanya mengalir begitu saja dari kepala ku semakin sedikit. Padahal pada saat awal aku memulai tulisan ini semua cerita seolah-olah sudah benar-benar tergambar dengan jelas mulai awal hingga akhir.
Mungkin ini memang salah ku yang menganggap ide-ide itu akan terus menempel di kepala, ditambah lagi dengan mood ku yang sedang buruk karena harus datang ke pabrik hari sabtu kemaren, sehingga satu hari yang menjadi kesempatan ku untuk melanjutkan project pribadi ku ini hilang.
Memang sih aku mendapatkan bayaran untuk itu, tapi aku tetap merasa bahwa hari libur dan waktu luang ku lebih berharga jika dibandingkan dengan uang 450 ribu yang ku dapat.
Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kembali menghisap rokok ku untuk meminimalisir perasaan kesal yang menyeruak di kepala ku saat ini. Setelah menghembuskan asap rokok, aku memgambil segelas kopi yang terletak di samping laptop ku, lalu meminum kopi yang tersisa sampai benar-benar habis bis bis.
Agar perasaan ku lebih tenang lagi, aku pun memutuskan untuk menyenderkan tubuh ku di dinding kursi sembari menghabiskan rokok ku yang filternya sudah hampir tersentuh oleh api sembari menikmati angin sore yang kini sudah mulai menerpa tubuh ku.
Ting
Baru saja beberapa menit, santai ku sudah terganggu lagi dengan suara notif WA yang berasal dari HP ku, karena ada sedikit rasa penasaran, tangan ku pun mulai bergerak meraih HP yang tergeletak di samping laptop untuk melihat siapa yang baru saja mengirim pesan kepada ku.
Dan ternyata aku baru saja mengambil keputusan yang salah.
"Adit, kirimin PPT perencanaan routine maintenence yang saya tugasin ke kamu minggu lalu"
Yap, double kill, hari minggu hampir berakhir, hari senin pun sudah menanti, perasaan kesal ini belum beberakhir, sudah datang masalah baru lagi.
Sontak saja pesan itu berhasil membuat ku geram segeram-geramnya, setelah menekan puntung rokok kencang-kencang ke dalam asbak, aku langsung berteriak kecil sembari menutupi wajah ku dengan kedua tangan, tidak lupa aku menggerakan kaki ku untuk menendang kaki meja yang berada di depan ku berkali-kali.
Suara nafas memburu yang masih memenuhi telinga ku membuat ku tidak lagi fokus dengan keadaan sekitar, aku pun mulai menurunkan kedua tangan ku dari wajah ku secara perlahan.
Deg....
Seketika saja aku langsung tersadar setelah mendapati pemandangan kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapan ku. Dengan gerakan yang agak sedikit hati-hati, mata ku mulai melirik ke arah kanan dan ke arah belakang.
Dan ternyata dugaan ku benar, kini seluruh pengunjung cafe mulai melemparkan tatapan aneh mereka ke arah ku.
"Ekhem.... Ekhem...."
Sontak saja aku langsung berdehem sekencang-kencangnya sembari memasang wajah sok cool untuk menyembunyikan perasaan malu yang mulai menguasai diri ku.
Karena masih penasaran dengan reaksi mereka, aku mulai kembali curi-curi pandang ke arah pengunjung cafe yang lain, aku perhatikan ke arah kanan, sekumpulan anak muda itu mulai kembali asyik dengan obrolannya, begitu juga dengan ciwi-ciwi yang duduk di belakang ku.
Dan saat bola mata ku mulai bergerak ke arah kiri, aku melihat seseorang yang sedang berdiri di dekat ku. Karena aku sedang duduk, aku hanya bisa melihat kaki jenjangnya yang dilapisi oleh celana panjang hitam saja, sepertinya dia seorang perempuan. Bola mata ku pun mulai bergerak ke arah atas untuk mengetahui siapa orang itu dan apa maksud kehadirannya di dekat ku.
Saat bola mata ku bergerak semakin ke atas, pandangan ku mulai melihat kedua tangan putih mulus yang sedang memegang sebuah nampan. Dan, saat aku baru akan mendongakan lagi kepala ku ke atas....
"Kak adit...."
"Weh...."
"Aaaaaaaaaa...."
PRAAAAAAAANNNNNNNNGGGGGGG
Yap, triple kill
Sontak saja nampan yang dibawa oleh perempuan itu terjatuh ke lantai dan membuat gelas-gelas kaca yang ada di atasnya pecah berkeping-keping.
Bukannya bertambah baik, keadaan malah semakin terasa akward karena aku berhasil membuat perhatian seluruh pengunjung cafe tertuju kembali ke arah ku.
Tapi aku tidak ambil pusing dengan itu, kini aku lebih fokus untuk membantu caca membereskan pecahan gelas-gelas yang dijatuhkannya ke atas nampan.
Perasaan tidak enak yang mulai muncul membuat mataku bergerak untuk mencuri pandang ke arah caca yang sedang mengambil serpihan-serpihan gelas pecah itu dengan wajah panik. Sesekali iya menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga untuk memudahkan pengerjaannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, serpihan gelas kaca tersebut sudah hampir seluruhnya terkumpul di atas nampan, karena tidak ingin membuang-buang waktu, caca mengangkat dan meletakan nampan tersebut ke atas meja dengan gerakan cepat.
"E e eh.... Ca...."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimat ku, caca langsung berlalu dari hadapan ku untuk masuk ke dalam cafe. Tidak lama setelah caca masuk, dia kembali menghampiri ku dengan sebatang sapu dan sebuah serok yang berada di kedua tangannya.
Dengan gerakan cepat dia mulai menyapu serpihan-serpihan kaca yang masih tersisa ke daam serok.
"Ca.... Gua...."
Lagi-lagi, belum sempat aku mengucapkan permintaan maaf chacha kembali berlalu dengan langkah cepat menuju ke arah tong sampah yang berada di ujung ruangan, lalu menuangkan seluruh isi serok yang ada di tangannya ke dalam tong tersebut.
Setelah itu caca kembali memasuki ruangan cafe. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas dia kembali lagi ke arah meja ku dengan gerakan cepat.
Selama caca melangkah ke arah ku, entah kenapa dia sama sekali tidak mau membalas tatapan ku.
Hal itu membuat rasa bersalah ku semakin besar, apalagi setelah melihat bulir air yang mengumpul di kedua kelopak matanya.
Sadar dengan hal itu, dia langsung cepat-cepat mengusap kedua matanya dengan dengan punggung tangan sesampainya di meja ku, lalu mengmbil nampan yang berisi gelas-gelas pecah tersebut untuk masuk ke dalam cafe bersamanya.
Aku hanya bisa meneguk ludah setelah melihat kondisi caca tadi, apa lagi setelah aku melihat arman yang sudah siap-siap menyambut chcha dengan wajah gusar di balik meja kasir dari jendela cafe.
Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung mengikuti caca masuk ke dalam cafe dengan gerakan cepat. Caca yang sudah menyadari keberadaan Arman langsung memelankan langkah kakinya sembari menundukan wajahnya.
"Ca... Udah berapa kali...." Ucap arman dengan nada yang agak sedikit tinggi.
"Man, santai man santai" Sela ku sebelum arman melanjutkan kalimatnya.
"Eh.... Dit, sorry ya, padahal nih anak udah...."
"Enggak kok man, gua yang bikin caca jatohin gelas tadi, dia nggak salah kok"
"Tapi dit, dia udah berapa kali kayak...."
"Kagak man, serius, tadi emang salah gua, dia tadi kaget gara-gara gua"
"Tapi dit...."
"Udah lah man, santai, gua ganti kok, tenang aja"
"Bukan masalah itu dit, tapi...."
"Eeeee...., st st st st...." Aku kembali memotong kalimat arman untuk yang kesekian kalinya sembari merogoh dompet ku untuk mengambil 2 lembar uang 100 ribuan di dalamnya, lalu menarik tangan arman dan meletakan uang tersebut di atasnya.
"Eh...., enggak dit, gak usah, nyante aja kali, kayak sama siapa aja lu"
"Udah man.... Emang tadi itu yang salah gua man, biar gimana pun tetep wajib gua ganti lah"
"Yaelah dit.... Jadi gak enak gua"
"Yeeee.... Lu yang bilang kayak sama siapa aja tadi, lu sendiri juga, kayak sama siapa aja, udah, terima aja, hak lu itu"
"Iya dit iya, thank you ya, sorry banget nih, dari kemaren emang agak aneh...."
"Eh, shiftnya caca udah selesai kan man?" Untuk kesekian kalinya aku memotong kalimat yang keluar dari mulut arman sembari menunjukan jam tangan yang melingkar di tanagan ku.
"Iya sih dit...., itu si ayu juga udah dateng"
"Yaudah kalo gitu, ca.... Ambil tas sana, balik bareng gua aja"
Caca hanya mengangguk kecil dengan wajah yang sedari tadi belum terangkat sembari melangkah ke dalam sebuah ruangan kecil yang berada di belakang meja kasir.
Sambil menunggu caca kembali, aku langsung bergegas membereskan barang-barang yang masih berada di meja tempat aku duduk tadi, lalu kembali menghampiri arman untuk mengajaknya berbincang-bincang agar pikirannya dapat teralih dari kejadian tadi.
Tidak lama setelah itu, caca yang saat ini sudah melapisi seragamnya dengan cardigan hijau kembali menuju ke arah kami dengan langkah pelan dan kepala yang terus ditundukan.
"Nah.... Udah balik tuh anaknya, gua balik dulu ya man, minggu depan gua kesini lagi, kayak biasa"
Aku sengaja mengucapkan kalimat tersebut agar aku dapat segera membawa chcha segera keluar dari cafe ini dan terhindar dari amukan bosnya.
Bukan apa-apa, pasalnya beberapa minggu ini aku sering kali melihat caca melakukan berbagai macam kesalahan, lupa ngasih struk lah, lupa setel musik lah, salah bikin pesanan lah. Aku hanya khawatir akan terjadi apa-apa dengan pekerjaannya setelah kejadian tadi, kalau tidak bekerja di tempat ini, chacha pasti akan sangat kebingungan untuk membayar uang kuliahnya.
Sambil berjalan menuju ke arah motor ku, aku mulai mencuri-curi pandang ke arah caca yang masih saja diam sembari menundukan kepalanya, perasaan bersalah kembali menyeruak di kepala ku setelah melihat wajah sedihnya.
Entah lah, aku juga tidak tahu apa yang sedang dia alami saat ini sehingga membuat pekerjaannya agak berantakan.
"Eng.... Ca.... Sorry ya"
Dia langsung menarik nafas panjang setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ku, lalu menghembuskannya secara perlahan sembari membalas tatapan ku. Seutas senyuman mulai menghiasi wajahnya.
"Yaudah kak, lupain aja, sorry juga buat yang tadi"
"Lah, kok jadi lu yang minta maaf cha?"
"Ehehe.... Enggak papa kok kak, udah lah, lupain aja" Balas nya sembari membuang pandangannya dari wajah ku tanpa menurunkan kedua sudut bibirnya. Tapi masih dengan tatapan mata yang agak sedikit kosong.
"Btw lu kayaknya lagi banyak pikiran akhir-akhir ini ca, ada masalah apa sih?" Tanya ku yang masih penasaran dengan apa yang terjadi pada caca.
Caca kembali menoleh ke arah ku dengan gerakan cepat sembari melemparkan tatapan aneh.
"Dih... Gak kebalik kak? Harusnya gua yang nanya gitu ke kakak, kenapa coba tadi kakak marah-marah sendiri sampe nendang-nendang meja begitu? Udah kayak orang setress aja!" Ujar caca dengan nada yang agak sedikit nge-gas.
"Ehehehe.... Kalau masalah ku sih udah jelas ca, besok kan udah senin lagi"
"Yaelah.... Cuman begitu doang, kirain apaan" Ujar chacha sembari mengerling malas dan membuang pandangannya dari wajah ku.
Sementara itu aku hanya membalasnya dengan sebuah kekehan kecil. Tidak lama setelah itu aku dan caca sudah berada di dekat motor ku yang sedang terparkir.
Tanpa banyak bicara lagi aku langsung menunggangi motor ku, menyelipkan helm yang awalnya tergantung di kaca sepion ke bawah jok sepeda motor bagian depan ku, lalu memundurkan motor ku dengan kaki.
"Ayo naik ca" Perintah ku tanpa menoleh ke arahnya.
Tanpa basa-basi dia pun langsung naik ke atas jok motor ku. Setelah merasa caca sudah nyaman dengan posisi duduknya, aku pun langsung melajukan motor ku untuk pergi meninggalkan cafe ini.
Jingganya sinar matahari mulai mengganggu perhatian ku terhadap kendaraan yang berseliweran di depan ku.
Sontak saja kelopak mataku berhasil dibuat agak sedikit menyipit olehnya, ditambah lagi asap yang bersumber dari rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuk ku, yang juga membuat kedua mata ku semakin perih.
Oleh karena itu akupun mulai kembali tersadar dari lamunan ku, kini perhatian ku tertuju kepada sebatang rokok yang sudah hampir 5 menit tidak menyentuh bibir ku sama sekali. Sambil menarik nafas dalam-dalam, aku pun langsung menjatuhkan tumpukan abu yang masih bertengger dengan santainya di rokok ku.
Karena tidak ingin uang yang terbuang sia-sia semakin banyak, aku pun memutuskan untuk segera menghisapnya. Sambil menghembuskan asap rokok dengan santai, aku mengangkat sebelah tangan ku untuk melihat jam tangan yang melingkar di atasnya.
Jarum pendek yang sudah menunjuk ke arah angka 4 berhasil membuat ku menghembuskan nafas sekasar-kasarnya, aku pun kembali menghisap rokok ku sembari menekan touchpad laptop ku, dan pemandangan yang tersaji di laptop ku kali ini berhasil membuat ku berdecak kesal.
"Hadeeeh.... Dari jam 12 nongkrong disini cuman dapet 2 adegan" Batin ku sembari mengusap-usap rambut ku dengan kasar.
Stuck, entah kenapa semakin kesini ide-ide yang biasanya mengalir begitu saja dari kepala ku semakin sedikit. Padahal pada saat awal aku memulai tulisan ini semua cerita seolah-olah sudah benar-benar tergambar dengan jelas mulai awal hingga akhir.
Mungkin ini memang salah ku yang menganggap ide-ide itu akan terus menempel di kepala, ditambah lagi dengan mood ku yang sedang buruk karena harus datang ke pabrik hari sabtu kemaren, sehingga satu hari yang menjadi kesempatan ku untuk melanjutkan project pribadi ku ini hilang.
Memang sih aku mendapatkan bayaran untuk itu, tapi aku tetap merasa bahwa hari libur dan waktu luang ku lebih berharga jika dibandingkan dengan uang 450 ribu yang ku dapat.
Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kembali menghisap rokok ku untuk meminimalisir perasaan kesal yang menyeruak di kepala ku saat ini. Setelah menghembuskan asap rokok, aku memgambil segelas kopi yang terletak di samping laptop ku, lalu meminum kopi yang tersisa sampai benar-benar habis bis bis.
Agar perasaan ku lebih tenang lagi, aku pun memutuskan untuk menyenderkan tubuh ku di dinding kursi sembari menghabiskan rokok ku yang filternya sudah hampir tersentuh oleh api sembari menikmati angin sore yang kini sudah mulai menerpa tubuh ku.
Ting
Baru saja beberapa menit, santai ku sudah terganggu lagi dengan suara notif WA yang berasal dari HP ku, karena ada sedikit rasa penasaran, tangan ku pun mulai bergerak meraih HP yang tergeletak di samping laptop untuk melihat siapa yang baru saja mengirim pesan kepada ku.
Dan ternyata aku baru saja mengambil keputusan yang salah.
"Adit, kirimin PPT perencanaan routine maintenence yang saya tugasin ke kamu minggu lalu"
Yap, double kill, hari minggu hampir berakhir, hari senin pun sudah menanti, perasaan kesal ini belum beberakhir, sudah datang masalah baru lagi.
Sontak saja pesan itu berhasil membuat ku geram segeram-geramnya, setelah menekan puntung rokok kencang-kencang ke dalam asbak, aku langsung berteriak kecil sembari menutupi wajah ku dengan kedua tangan, tidak lupa aku menggerakan kaki ku untuk menendang kaki meja yang berada di depan ku berkali-kali.
Suara nafas memburu yang masih memenuhi telinga ku membuat ku tidak lagi fokus dengan keadaan sekitar, aku pun mulai menurunkan kedua tangan ku dari wajah ku secara perlahan.
Deg....
Seketika saja aku langsung tersadar setelah mendapati pemandangan kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapan ku. Dengan gerakan yang agak sedikit hati-hati, mata ku mulai melirik ke arah kanan dan ke arah belakang.
Dan ternyata dugaan ku benar, kini seluruh pengunjung cafe mulai melemparkan tatapan aneh mereka ke arah ku.
"Ekhem.... Ekhem...."
Sontak saja aku langsung berdehem sekencang-kencangnya sembari memasang wajah sok cool untuk menyembunyikan perasaan malu yang mulai menguasai diri ku.
Karena masih penasaran dengan reaksi mereka, aku mulai kembali curi-curi pandang ke arah pengunjung cafe yang lain, aku perhatikan ke arah kanan, sekumpulan anak muda itu mulai kembali asyik dengan obrolannya, begitu juga dengan ciwi-ciwi yang duduk di belakang ku.
Dan saat bola mata ku mulai bergerak ke arah kiri, aku melihat seseorang yang sedang berdiri di dekat ku. Karena aku sedang duduk, aku hanya bisa melihat kaki jenjangnya yang dilapisi oleh celana panjang hitam saja, sepertinya dia seorang perempuan. Bola mata ku pun mulai bergerak ke arah atas untuk mengetahui siapa orang itu dan apa maksud kehadirannya di dekat ku.
Saat bola mata ku bergerak semakin ke atas, pandangan ku mulai melihat kedua tangan putih mulus yang sedang memegang sebuah nampan. Dan, saat aku baru akan mendongakan lagi kepala ku ke atas....
"Kak adit...."
"Weh...."
"Aaaaaaaaaa...."
PRAAAAAAAANNNNNNNNGGGGGGG
Yap, triple kill
Sontak saja nampan yang dibawa oleh perempuan itu terjatuh ke lantai dan membuat gelas-gelas kaca yang ada di atasnya pecah berkeping-keping.
Bukannya bertambah baik, keadaan malah semakin terasa akward karena aku berhasil membuat perhatian seluruh pengunjung cafe tertuju kembali ke arah ku.
Tapi aku tidak ambil pusing dengan itu, kini aku lebih fokus untuk membantu caca membereskan pecahan gelas-gelas yang dijatuhkannya ke atas nampan.
Perasaan tidak enak yang mulai muncul membuat mataku bergerak untuk mencuri pandang ke arah caca yang sedang mengambil serpihan-serpihan gelas pecah itu dengan wajah panik. Sesekali iya menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga untuk memudahkan pengerjaannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, serpihan gelas kaca tersebut sudah hampir seluruhnya terkumpul di atas nampan, karena tidak ingin membuang-buang waktu, caca mengangkat dan meletakan nampan tersebut ke atas meja dengan gerakan cepat.
"E e eh.... Ca...."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimat ku, caca langsung berlalu dari hadapan ku untuk masuk ke dalam cafe. Tidak lama setelah caca masuk, dia kembali menghampiri ku dengan sebatang sapu dan sebuah serok yang berada di kedua tangannya.
Dengan gerakan cepat dia mulai menyapu serpihan-serpihan kaca yang masih tersisa ke daam serok.
"Ca.... Gua...."
Lagi-lagi, belum sempat aku mengucapkan permintaan maaf chacha kembali berlalu dengan langkah cepat menuju ke arah tong sampah yang berada di ujung ruangan, lalu menuangkan seluruh isi serok yang ada di tangannya ke dalam tong tersebut.
Setelah itu caca kembali memasuki ruangan cafe. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas dia kembali lagi ke arah meja ku dengan gerakan cepat.
Selama caca melangkah ke arah ku, entah kenapa dia sama sekali tidak mau membalas tatapan ku.
Hal itu membuat rasa bersalah ku semakin besar, apalagi setelah melihat bulir air yang mengumpul di kedua kelopak matanya.
Sadar dengan hal itu, dia langsung cepat-cepat mengusap kedua matanya dengan dengan punggung tangan sesampainya di meja ku, lalu mengmbil nampan yang berisi gelas-gelas pecah tersebut untuk masuk ke dalam cafe bersamanya.
Aku hanya bisa meneguk ludah setelah melihat kondisi caca tadi, apa lagi setelah aku melihat arman yang sudah siap-siap menyambut chcha dengan wajah gusar di balik meja kasir dari jendela cafe.
Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung mengikuti caca masuk ke dalam cafe dengan gerakan cepat. Caca yang sudah menyadari keberadaan Arman langsung memelankan langkah kakinya sembari menundukan wajahnya.
"Ca... Udah berapa kali...." Ucap arman dengan nada yang agak sedikit tinggi.
"Man, santai man santai" Sela ku sebelum arman melanjutkan kalimatnya.
"Eh.... Dit, sorry ya, padahal nih anak udah...."
"Enggak kok man, gua yang bikin caca jatohin gelas tadi, dia nggak salah kok"
"Tapi dit, dia udah berapa kali kayak...."
"Kagak man, serius, tadi emang salah gua, dia tadi kaget gara-gara gua"
"Tapi dit...."
"Udah lah man, santai, gua ganti kok, tenang aja"
"Bukan masalah itu dit, tapi...."
"Eeeee...., st st st st...." Aku kembali memotong kalimat arman untuk yang kesekian kalinya sembari merogoh dompet ku untuk mengambil 2 lembar uang 100 ribuan di dalamnya, lalu menarik tangan arman dan meletakan uang tersebut di atasnya.
"Eh...., enggak dit, gak usah, nyante aja kali, kayak sama siapa aja lu"
"Udah man.... Emang tadi itu yang salah gua man, biar gimana pun tetep wajib gua ganti lah"
"Yaelah dit.... Jadi gak enak gua"
"Yeeee.... Lu yang bilang kayak sama siapa aja tadi, lu sendiri juga, kayak sama siapa aja, udah, terima aja, hak lu itu"
"Iya dit iya, thank you ya, sorry banget nih, dari kemaren emang agak aneh...."
"Eh, shiftnya caca udah selesai kan man?" Untuk kesekian kalinya aku memotong kalimat yang keluar dari mulut arman sembari menunjukan jam tangan yang melingkar di tanagan ku.
"Iya sih dit...., itu si ayu juga udah dateng"
"Yaudah kalo gitu, ca.... Ambil tas sana, balik bareng gua aja"
Caca hanya mengangguk kecil dengan wajah yang sedari tadi belum terangkat sembari melangkah ke dalam sebuah ruangan kecil yang berada di belakang meja kasir.
Sambil menunggu caca kembali, aku langsung bergegas membereskan barang-barang yang masih berada di meja tempat aku duduk tadi, lalu kembali menghampiri arman untuk mengajaknya berbincang-bincang agar pikirannya dapat teralih dari kejadian tadi.
Tidak lama setelah itu, caca yang saat ini sudah melapisi seragamnya dengan cardigan hijau kembali menuju ke arah kami dengan langkah pelan dan kepala yang terus ditundukan.
"Nah.... Udah balik tuh anaknya, gua balik dulu ya man, minggu depan gua kesini lagi, kayak biasa"
Aku sengaja mengucapkan kalimat tersebut agar aku dapat segera membawa chcha segera keluar dari cafe ini dan terhindar dari amukan bosnya.
Bukan apa-apa, pasalnya beberapa minggu ini aku sering kali melihat caca melakukan berbagai macam kesalahan, lupa ngasih struk lah, lupa setel musik lah, salah bikin pesanan lah. Aku hanya khawatir akan terjadi apa-apa dengan pekerjaannya setelah kejadian tadi, kalau tidak bekerja di tempat ini, chacha pasti akan sangat kebingungan untuk membayar uang kuliahnya.
Sambil berjalan menuju ke arah motor ku, aku mulai mencuri-curi pandang ke arah caca yang masih saja diam sembari menundukan kepalanya, perasaan bersalah kembali menyeruak di kepala ku setelah melihat wajah sedihnya.
Entah lah, aku juga tidak tahu apa yang sedang dia alami saat ini sehingga membuat pekerjaannya agak berantakan.
"Eng.... Ca.... Sorry ya"
Dia langsung menarik nafas panjang setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ku, lalu menghembuskannya secara perlahan sembari membalas tatapan ku. Seutas senyuman mulai menghiasi wajahnya.
"Yaudah kak, lupain aja, sorry juga buat yang tadi"
"Lah, kok jadi lu yang minta maaf cha?"
"Ehehe.... Enggak papa kok kak, udah lah, lupain aja" Balas nya sembari membuang pandangannya dari wajah ku tanpa menurunkan kedua sudut bibirnya. Tapi masih dengan tatapan mata yang agak sedikit kosong.
"Btw lu kayaknya lagi banyak pikiran akhir-akhir ini ca, ada masalah apa sih?" Tanya ku yang masih penasaran dengan apa yang terjadi pada caca.
Caca kembali menoleh ke arah ku dengan gerakan cepat sembari melemparkan tatapan aneh.
"Dih... Gak kebalik kak? Harusnya gua yang nanya gitu ke kakak, kenapa coba tadi kakak marah-marah sendiri sampe nendang-nendang meja begitu? Udah kayak orang setress aja!" Ujar caca dengan nada yang agak sedikit nge-gas.
"Ehehehe.... Kalau masalah ku sih udah jelas ca, besok kan udah senin lagi"
"Yaelah.... Cuman begitu doang, kirain apaan" Ujar chacha sembari mengerling malas dan membuang pandangannya dari wajah ku.
Sementara itu aku hanya membalasnya dengan sebuah kekehan kecil. Tidak lama setelah itu aku dan caca sudah berada di dekat motor ku yang sedang terparkir.
Tanpa banyak bicara lagi aku langsung menunggangi motor ku, menyelipkan helm yang awalnya tergantung di kaca sepion ke bawah jok sepeda motor bagian depan ku, lalu memundurkan motor ku dengan kaki.
"Ayo naik ca" Perintah ku tanpa menoleh ke arahnya.
Tanpa basa-basi dia pun langsung naik ke atas jok motor ku. Setelah merasa caca sudah nyaman dengan posisi duduknya, aku pun langsung melajukan motor ku untuk pergi meninggalkan cafe ini.
Spoiler for Index:
Diubah oleh akmal162 26-05-2021 10:11
khalidki dan 13 lainnya memberi reputasi
14
3.1K
Kutip
15
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•41.5KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru