si.matamalaikat
TS
si.matamalaikat
Perbandingan Su-35 VS Rafale VS F-15 EX - Jet Tempur yang Diminati TNI AU
Sejak F-5E/F Tiger II milik Skadron Udara 14 Lanud Iswahyudi pensiun pada tahun 2016, praktis Indonesia mengalami minus di segmen jet tempur. Untuk mengisi kekosongan tersebut, skadron tersebut saat ini diperkuat 3 pesawat Sukhoi yang sebelumnya memperkuat Skadron Udara 11. Ketiga pesawat tersebut terdiri dari satu Su-27 (TS-2701) dan dua Su-30 (TS-3001 dan TS-3002).

Sebenarnya program pengadaan untuk mengisi kekosongan jet tempur tersebut sudah diwacanakan sejak lama, bahkan jauh sebelum F-5 dipensiunkan. Rencananya TNI AU akan kedatangan jet tempur Su-35 sejumlah 11 unit, jet tempur ini merupakan varian pengembangan dari Su-27. Meski kontrak pengadaan telah disepakati dengan Rusia, namun, pesawat incaran itu tak kunjung datang.

Pada perkembangannya, Indonesia justru terjerat aturan CAATSA dari Amerika, di mana dalam aturan tersebut mengharamkan para negara yang memiliki alutsista Amerika untuk membeli produk Rusia, terutama membeli Su-35. Jika nekat membeli, negara tersebut akan terkena embargo, aturan CAATSA inilah yang merubah arah pengadaan jet tempur TNI AU.

Untuk menghindari sanksi tersebut, Indonesia pun melirik jet tempur lain. Indonesia pun mulai mepertimbangkan beberapa pesawat, mulai dari F-16 Viper, Eurofighter Typhoon, F/A-18 Super Hornet sampai niat membeli F-35. Kemudian pada tanggal 19 Februari 2021, dalam Rapim TNI AU, matra udara secara resmi membeberkan jet tempur yang akan dibeli. Yakni 8 unit F-15 EX dan 36 unit Rafale.

Nah, pada kesempatan kali ini ane mau membuat perbandingan antara ketiga jet tempur yang diminati TNI AU tersebut. Mulai dari Su-35, Rafale hingga F-15 EX, ane mulai dari harganya terlebih dahulu.




Ilustrasi: Pinterest



Harga dan Biaya Operasional


Tidak ada harga yang pasti dari sebuah jet tempur gan, jet tempur dari jenis yang sama terkadang ditawarkan dengan harga yang berbeda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga jet tempur, mulai dari kelengkapan sistem persenjataan, paket pelatihan, jumlah yang dibeli, sampai hubungan politik antara negara penjual dan pembeli. Namun, kita masih bisa memperkirakan harga sebuah jet tempur dari kesepakatan pembelian yang sudah dilakukan.

Pada kasus Su-35 misalnya, pada tahun 2018 sebenarnya Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan Rusia untuk pembelian 11 jet tempur dengan total harga US$ 1,14 miliar. Jika dihitung, maka harga satu unit Su-35 yang akan dibeli Indonesia waktu itu bernilai Rp 1,4 triliun.

Sementara itu, Mesir yang membeli Su-35 dengan jumlah 24 unit harus merogoh kocek sebanyak US$ 2 miliar, dengan harga rata-rata per unit mencapai US$ 85 juta. Jika dirupiahkan, maka harga satu unit pesawat yang dibeli Mesir tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.





Su-35 dari Rusia.

Foto: Dokumentasi Sukhoi



Lanjut dengan harga Rafale, pada kasus jet tempur buatan Prancis ini juga ada perbedaan harga. Dalam paket pembelian Rafale oleh Qatar, setiap unitnya dibanderol dengan harga US$ 108 juta. Jika dirupiahkan, satu unit Rafale tersebut bernilai Rp 1,5 triliun.

Sementara dalam paket pembelian Rafale oleh India, setiap unitnya dibanderol dengan harga US$ 160 juta, kalau dirupiahkan sekitar lebih dari Rp 2 triliun per unit. Harga Rafale milik India memang lebih mahal, salah satu alasannya karena mereka juga membeli paket persenjataan lengkap untuk setiap peawat yang dibeli. Meskipun ada isu yang beredar bahwa mahalnya harga tersebut karena ada indikasi korupsi.




Dassault Rafale dari Prancis.

Ikustrasi: Dokumentasi Dassault Aviation



Di daftar terakhir ada F-15 EX yang sekarang sudah resmi berganti nama menjadi F-15 Eagle II, pesawat dari Amerika ini mempunyai harga yang cukup tinggi juga per unitnya. Dalam pembelian 8 unit F-15 EX oleh USAF (Angkatan Udara AS), total biaya yang harus dikeluarkan mencapai US$ 1,1 miliar. Dengan harga rata-rata satu unit pesawatnya mencapai US$ 137 juta (tanpa senjata) jika dirupiahkan mencapai Rp 1,9 triliun.

Boeing sebagai pihak pabrikan mengatakan bahwa harga per unit pesawat bisa turun hingga US$ 90 sampai US$ 85 juta per unit, dengan catatan pesanan yang dibuat kedepannya mencapai 144-200 unit.
Dari kandidat ketiga pesawat incaran TNI AU, maka F-15 EX dan Rafale adalah yang termasuk mahal harganya, sementara Su-35 harganya termasuk murah.




F-15 EX dari Amerika.

Ilustrasi: Dokumentasi Boeing



Masih berkaitan dengan uang, ada biaya operasional pesawat gan. Biaya operasional bukan hanya soal bahan bakar, tapi juga meliputi perawatan rutin, penggantian suku cadang, sampai overhaul setelah pesawat melewati ribuan jam terbang. Dari beberapa data yang sudah dipublikasikan oleh berbagai sumber, maka biaya operasional ketiga pesawat tersebut per jam terbangnya adalah sebagai berikut:


Biaya Operasional

Su-35: US$ 30.000 = Rp 420 juta

F-15 EX: US$ 27.000 = Rp 378 juta


Rafale: US$ 16.500 = Rp 231 juta


Dari data tersebut, biaya operasional Su-35 menjadi yang paling tinggi, diikuti di tempat kedua ada F-15 EX. Sementara Rafale, biaya operasionalnya adalah yang paling murah. Jika data diatas benar, dan diasumsikan masa pakai ketiga pesawat sama, yakni 8000 jam terbang. Maka membeli Rafale yang lebih mahal mencapai Rp 2 triliun lebih seperti yang dilakukan oleh India, maka total biaya yang dikeluarkan akan lebih murah jika dibandingkan membeli Su-35.

Tapi perlu diketahui gan (FYI), hitungan biaya operasional tersebut dihitung oleh pihak yang berbeda. Dan tentu memakai metode yang berbeda pula, hitungan diatas tidak bisa dijadikan patokan pasti. Namun, setidaknya dari hitungan dari berbagai pihak tersebut, kita jadi sedikit tahu gambaran biaya operasional ketiga pesawat ini.


Perbandingan Performa Ketiga Pesawat


Ketiga pesawat yang dilirik TNI AU adalah generasi jet 4.5, artinya levelnya berada satu tingkat dibawah pesawat tempur generasi kelima. Dari ketiga pesawat tersebut, Su-35 adalah yang paling besar, dengan panjang total 21,9 m dan bobot mencapai 19 ton.

Di tempat kedua ada F-15 EX dengan panjang 19,4 m dan bobot mencapai 15 ton. Di tempat terakhir ada Rafale, yang punya ukuran paling kecil, dengan panjang mencapai 15,27 m dan bobot hanya 10 ton saja
.


Itu sekilas spesifikasinya berdasar ukuran panjang dan bobot pesawat, lalu bagaimana dengan performa mesinnya ? Yang menarik disini gan, ketiga jet tempur ini punya konfigurasi twin engine alias mesin ganda, dan kecepatan maksimum yang bisa diraih masing-masing pesawat adalah sebagai berikut:


Kecepatan Maksimum

F-15 EX: 2656 km/jam (Mach 2,5)

Su-35: 2400 km/jam (Mach 2,25)

Rafale: 1912 km/jam (Mach 1,8)


Namun, perlu diketahui bahwa kecepatan maksimum yang diraih tersebut bisa dicapai dengan menyalakan afterburner. Pemakaian afterburner membuat konsumsi bahan bakar pesawat menjadi lebih boros, selain itu penggunaan afterburner dalam jangka waktu yang lama bisa mengakibatkan mesin berumur pendek serta cepat rusak.

Jika tanpa menyalakan afterburner, dengan kemampuan supercruise, Rafale unggul di kecepatan, bisa mencapai Mach 1,4. Sementara itu, jika tanpa afterburner, Su-35 dengan kemampuan supercruise bisa mencapai kecepatanMach 1,2. Sedangkan F-15 EX belum diketahui apakah memiliki kemampuan supercruise atau tidak ? Jika merujuk pada pendahulunya, yakni F-15E Strike Eagle, maka kecepatan jelajahnya mencapai 925 km/jam.




Ilustrasi: Dokumentasi Sukhoi



Beralih ke manuver gan, Su-35 dikenal memiliki kemampuan manuver yang lebih baik daripada pesaingnya. Salah satu manuver andalan keluarga Sukhoi adalah manuver 'Cobra Pugachev', dengan pemakain thrust vectoring nozzle, membuat Su-35 bisa bermanuver lebih baik daripada Rafale dan F-15 EX.

Rafale sebenarnya juga mampu bermanuver dengan baik berkat bobotnya yang ringan serta penggunaan canard (sayap kecil) di bagian depan sayap utama. Sementara itu F-15EX tidak memiliki kemampuan manuver yang menonjol.




F-15 EX unggul dalam ketinggian maksimum terbang.

Ilustrasi: Boeing



Sekarang beralih pada ketinggian maksimum yang bisa dicapai oleh masing-masing pesawat, disini F-15 EX ternyata lebih unggul dari pesaingnya. Berikut ini data ketinggian maksimum yang bisa diraih:


Ketinggian Maksimum

F-15 EX: 60.000 ft (18,2 km)

Su-35: 59.000 ft (17,9 km)

Rafale: 55.000 ft (16,7 km)



Dari data di atas, antara F-15 EX dan Su-35 tidak berselisih jauh dalam ketinggian terbangnya. Sementara Rafale punya selisih ketinggian yang cukup besar dengan kedua rivalnya. Ketinggian terbang suatu pesawat akan berpengaruh pada misi yang akan dijalankannya.

Beberapa keuntungan jet tempur yang bisa terbang maksimum lebih tinggi antara lain sebagai berikut: jangkauan deteksi radar lebih jauh, menambah jangkauan rudal udara ke udara, serta terhindar dari jangkauan rudal anti pesawat.

Dengan terbang lebih tinggi, pilot jet tempur bisa menembak pesawat musuh yang terbang lebih rendah, hal ini membuat jarak tembak rudal lebih jauh daripada normalnya. Sebaliknya jika menembak pesawat yang terbang lebih tinggi, jarak jelajah rudal akan berkurang, karena harus melawan gravitasi.





Ilustrasi pengisian bahan bakar di udara.

Foto: Australian Department of Defense



Masih berkaitan dengan performa pesawat, hal tersebut adalah jangkauan terbang gan. Ada beberapa cara untuk meningkatkan jangkauan terbang jet tempur, yakni melalui air refueling (pengisian bahan bakar di udara) serta pemasangan tangki bahan bakar eksternal. Agar adil, dalam membandingkan jarak jangkauan terbang kali ini, maka harus dibandingkan dengan jarak yang mampu ditempuh pesawat menggunakan tangki bahan bakar internal. Berikut kapasitas tangki internal dan perhitungan jarak jangkau ketiga pesawat:


Kapasitas Tangki Bahan Bakar Internal

Su-35: 11,5 ton > 2940 km

F-15 EX: 10,5 ton > 2800 km

Rafale: 4,7 ton > 1723 km



Dari data di atas, Su-35 diunggulkan dalam jarak jangkau. Namun, beberapa sumber menyebut bahwa konsumsi bahan bakar pada Su-35 sedikit lebih boros. Sedangkan F-15 EX yang hanya punya kapasitas tangki bahan bakar mencapai 10,5 ton bisa mendekati jarak jangkau terbang Su-35. Sementara itu, dengan tangki bahan bakar internal, Rafale memiliki jarak jangkauan terbang yang lebih rendah dari kedua pesaingnya tersebut.


Persenjataan yang Dibawa


Sekarang beralih ke persenjataan yang bisa dibawa gan, meski bertubuh bongsor, nyatanya jumlah persenjataan yang dibawa Su-35 lebih sedikit. Sementara Rafale yang bertubuh mungil, justru berada diatas Su-35 dalam kemampuan menggotong senjata. Di segmen persenjataan ini, F-15 EX kembali unggul, jet tempur ini bisa membawa persenjataan lebih banyak daripada dua pesaingnya. Berikut ini perbandingan kemampuan daya angkutnya:


Kemampuan Angkut Senjata


F15-EX: 13,6 ton > 24 hardpoint (cantelan)

Rafale: 9,5 ton > 14 hardpoint (cantelan)

Su-35: 8 ton > 12 hardpoint (cantelan)



F-15 EX dengan kemampuan membawa beban senjata mencapai 13,6 ton diunggulakan disini gan. Persenjataan yang akan dibawanya nanti akan dipasang pada bagian hardpoint (cantelan) yang berada di bawah sayap dan badan pesawat. Dengan bekal 24 hardpoint, tentu beragam senjata bisa dibawa oleh F-15EX.

Sebenarnya hanya ada dua pilon di setiap sisi sayap F-15 EX, namun, kapasitas pemasangan senjata dalam pilon tersebut dapat dilipatgandakan dengan sistem AMBER, sehingga dalam satu pilon bisa berisi banyak hardpoint untuk memasang senjata. Dalam misi Air Superiority, F-15EX bisa membawa 24 rudal udara ke udara.




F-15 EX bisa membawa senjata ebih banyak.

Ilustrasi: Boeing



Meskipun doktrin peperangan modern lebih banyak memakai rudal udara ke udara atau biasa dikenal dengan sebutan metode 'hit and run', namun, jet tempur generasi 4.5 masih dilengkapi meriam otomatis. Su-35 dan Rafale menggunakan munisi 30 mm untuk meriamnya. Su-35 memakai tipe GSh-30 mm dengan kapasitas 150 butir peluru, sementara Rafale memakai meriam GIAT 30M dengan kapasitas 125 butir peluru. Sedangkan F-15 EX menggunakan meriam M61 Vulcan kaliber 20 mm dengan kapasitas 500 butir peluru.


Meriam yang Dipakai


Rafale: GIAT 30M > 125 butir peluru

Su-35: GSh-30 > 150 butir peluru

F-15 EX: M61 Vulcan > 500 butir peluru






GSh-30 milik Su-35.

Ilustrasi: wikipedia.org




GIAT 30M milik Rafale.

Ilustrasi: loneflyer.com




M61 Vulcan milik F-15 EX.

Ilustrasi: wikipedia.org



Berkaitan dengan persenjataan, hal yang paling disoroti dari jet tempur era modern adalah kemampuan meluncurkan berbagai macam jenis rudal udara ke udara. Mulai dari rudal jarak pendek, jarak sedang, hingga jarak jauh. Ketiga pesawat ini mampu meluncurkan berbagai macam rudal tersebut.

Kali ini ane akan membandingkan rudal dengan jarak jangkau jauh, yang memiliki kemampuan menembak BVR (Beyond Visual Range), alias menembak diluar jarak pandang visual. Berikut ini rudal udara ke udara dengan kemampuan BVR dari ketiga pesawat:


Rudal Udara ke Udara BVR


F-15 EX: AIM-120 AMRAAM D > 160 km

Rafale: Meteor > 120 km

Su-35: R77 (RVV-SD) > 110 km



Varian D dari AIM-120 AMRAAM digadang-gadang bisa mencapai jarak 160 km, sementara varian Meteor yang dibawa Rafale bisa menjangkau jarak 120 km. Kemudian Su-35 dengan R77 sebenarnya hanya punya jangkauan 80 km, tapi varian terbaru yang dalam versi ekspornya disebut sebagai RVV-SD, punya jangkauan hingga 110 km.

Data di atas adalah sekilas tentang perbandingn jarak tembaknya gan, untuk akurasi dan kehandalannya tentu sulit untuk dibandingkan. Karena minimnya data yang bisa diakses oleh publik.




AIM-120 AMRAAM, rudal BVR milik F-15 EX.




Rudal Meteor milik Rafale.




R77/RVV-AE, rudal BVR milik Su-35.

Ilustrasi Foto: wikipedia.org




Radar dan Perangkat Perang Elektronik


Bicara doktrin jet tempur di era modern pasti tak lepas dari berbagai perangkat elektronik, dari sisi radar sebenarnya Su-35 sedikit tertinggal dari Rafale dan F-15EX. Su-35 memakai radar Irbis-E PESA (Passive Electronically Scanned Array), berbeda dengan Rafale dan F-15 EX yang sudah memakai tipe radar AESA (Active Electronically Scanned Array).

Radar AESA sendiri punya keunggulan dibandingkan radar PESA, dengan memakai radar AESA, jet tempur mampu mengunci dan melacak target lebih banyak pada saat yang bersamaan. Radar AESA juga lebih tahan dari serangan jamming.

Pada perangkat elektronik (ECM) yang dimiliki Su-35 bernama GPE, mampu mendeteksi pancaran sinyal elektromagnetik dari musuh, dan kemudian memancarkan gelombang dengan frekuensi yang sama untuk mengacaukan deteksi musuh.

Namun, metode ini tidak efektif untuk menghadapi radar modern yang menggunakan frekuensi hopping. Dengan frekuensi hopping, radar modern (AESA) akan memancarkan frekuensi yang berubah-ubah dalam jeda waktu yang singkat untuk menghindari jamming.





Radar PESA milik Su-35.

Ilustrasi: wikipedia.org




Radar AESA, dipakai Rafale dan F-15 EX.

Ilsutrasi: Aerospace Electronic



Untuk perangkat elektronik pada Rafale, memiliki sistem bernama SPECTRA, dan F-15 EX memiliki sistem bernama EPAWSS. Fungsi kedua sistem ini hampir sama gan sebenarnya. Bisa digunakan sebagai jammer, deteksi kuncian radar, deteksi inframerah, deteksi laser serta mendeteksi rudal yang mendekat. Dengan kedua sistem tersebut pilot memiliki kesadaran situasional 360 derajat untuk mengantisipai setiap ancaman yang datang kepada pesawat.


Radar Cross Section (RCS)


Meski bukan termasuk pesawat dengan kemampuan stealth seutuhnya, atau para pengamat militer Indonesia lebih akrab menyebutnya sebagai kemampuan 'siluman'. Namun, dari ketiga pesawat incaran TNI AU ini memiliki kemampuan yang tidak mudah untuk dideteksi oleh radar musuh. Tingkat deteksi tersebut diukur dalam Radar Cross Section (RCS). Semakin kecil nilai RCS, maka pesawat akan sulit dideteksi. RCS ini nilainya bervariasi, tergantung arah deteksi radar. Berikut ini nilai RCS dari ketiga pesawat:


RCS Ketiga Pesawat


Rafale: 0,5 - 2 m²

Su-35: 1 - 3 m²

F-15 EX: 1,5 - 3,9 m²



Dari data diatas, F-15 EX punya RCS yang paling besar, lebih besar daripada varian F-15 sebelumnya. Itu artinya F-15 EX akan lebih mudah di deteksi oleh radar lawan. Sementara Rafale dan Su-35 punya RCS yang lebih kecil.




Rafale punya RCS yang kecil.

Ilustrasi: wikipedia.org



Perbandingan diatas adalah gambaran umum dari pesawat yang sudah dipublikasikan secara terbatas oleh masing-masing pabrikan, gambaran tersebut tidak bisa dijadikan patokan pasti spesifikasi sebuah pesawat tempur.

Sementara itu, pesawat yang akan di ekspor, baik dari blok Barat maupun Timur pasti akan dilakukan 'downgrade'. Dalam downgrade tersebut, pesawat versi ekspor dan pesawat versi asli yang dipakai negara pembuatnya pasti memiliki komponen yang berbeda.

Misalnya pada kasus F-15 EX, di mana beberapa sumber berita di Amerika menyebut bahwa 30% teknologi terbaru pada pesawat ini hanya akan dipakai oleh USAF (Angkatan Udara AS). Paman Sam tidak akan membiarkan negara lain memiliki teknologi tersebut.

Pada akhirnya TNI AU lah yang bisa membuat perbandingan pesawat yang bisa dibeli. Karena mereka punya data aktual mengenai teknologi dan harga 'real' yang ditawarkan jika pesawat itu dibeli Indonesia. Faktor lain juga mempengaruhi dalam pemilihan pesawat, misalnya integrasi dengan fasilitas di darat seperti radar, dan fasilitas pendukung yang dibutuhkan.



----



Demikian ulasan panjang mengenai 3 pesawat incaran TNI AU, kalau menurut agan, pesawat mana yang cocok dipakai oleh TNI AU ? Jangan lupa ikuti vote-nya, sampai jumpa emoticon-Toast




Referensi: 1.2.3.4dan Wikipedia
Ilustrasi: berbagai sumber, google image
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 136 suara
Dari Ketiga Pesawat Ini, Manakah yang Menurut Agan Harus Dimiliki TNI AU ?
Su-35
40%
Rafale
33%
F-15 EX
27%
orgbekasi67marooniac4tboo
c4tboo dan 41 lainnya memberi reputasi
42
14.9K
141
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer dan Kepolisian
Militer dan Kepolisian
icon
2.2KThread2.1KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.