GudangOpiniAvatar border
TS
GudangOpini
MENANTI KEHADIRAN PRESIDEN JOKO WIDODO SEBAGAI TERGUGAT
DALAM PERKARA NO. 266/PDT.G/2021/PN.JKT.PST

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Koordinator Advokat Perkara No. 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst

Senin 10 Mei 2021 adalah agenda sidang perdana Perkara No. 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana Ir. Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia berkedudukan sebagai Tergugat. Dalam sidang perkara perdata, pada tahap awal majelis hakim berkewajiban memediasi para pihak yang berperkara agar dapat ditempuh penyelesaian win win solution.

Dalam agenda mediasi inilah, Penggugat dan Tergugat prinsipal wajib dihadirkan mengingat mereka lah pihak berperkara yang sesungguhnya. Advokat hanya berkedudukan sebagai kuasa hukum sehingga keputusan penting dalam mediasi hanya bisa diputuskan oleh pihak prinsipal yang berperkara.

Karena itu, sudah menjadi kewajiban hukum bagi Presiden Joko Widodo untuk hadir langsung memenuhi panggilan sidang pengadilan, meskipun menunjuk kuasa hukum. Sebab, dalam mediasi kehadiran prinsipal sangat penting untuk menyelesaikan sengketa perkara.

Kehadiran Presiden Joko Widodo secara langsung, juga akan menunjukkan kepada publik bahwa Presiden menghargai dan menghormati lembaga peradilan. Kehadiran Presiden Joko Widodo secara langsung juga mengkonfirmasi adanya asas equality before the law, yang secara spesifik konstitusi membahasakannya dengan ungkapan "Setiap warga negara berkesamaan kedudukannya dimuka hukum".

Kehadiran Presiden Joko Widodo secara langsung akan memberikan teladan sikap seorang Negarawan, Ksatria dan dijunjungnya asas supremasi hukum. Kehadiran Presiden Joko Widodo juga menegaskan, bahwa Presiden Joko Widodo serius ingin menjelaskan kedudukan Presiden sehubungan dengan adanya gugatan rakyat yang salah satu petitumnya menuntut agar Presiden Joko Widodo mengundurkan diri secara terbuka dihadapan publik karena telah melakukan perbuatan yang melawan hukum berupa tindakan tercela.

Kami dari TPUA berharap tenaga ahli KSP ikut hadir mendampingi Presiden Joko Widodo dan ingin menanyakan langsung apakah KSP telah membaca dan mempelajari gugatan yang kami ajukan, sebelum kami memutuskan untuk mengambil les privat hukum kepada tenaga ahli KSP Ade Irfan Pulungan. Jangan sampai, setelah mengumbar ujaran agar kami belajar hukum, tenaga ahli KSP justru belum sempat mempelajari atau sekedar membaca materi gugatan yang kami ajukan.

Gugatan yang kami ajukan, semakin mendapat legitimasi publik pasca ditolaknya Uji Materi UU KPK oleh Mahkamah Konstitusi dan isu 'Mutilasi Semesta' pegawai KPK. Fakta tersebut makin menegaskan, janji Presiden Joko Widodo yang akan menguatkan KPK terbukti isapan jempol belaka.

Padahal, soal kebohongan publik, soal moral tercela karena banyaknya janji yang tidak ditepati atau janji Presiden yang mengandung kebohongan, adalah salah satu materi gugatan perbuatan melawan hukum yang kami ajukan. Saat gugatan ini dikabulkan, tentu saja DPR RI berkewajiban untuk mengaktifkan ketentuan pasal 7A UUD 1945 khususnya terkait pemberhentian jabatan Presiden yang salah satunya karena Presiden telah melakukan perbuatan tercela.

Untuk mengantisipasi agar DPR RI tidak lalai dalam menjalankan kewajibannya melalui aktivasi fungsi kontrol eksekutif baik melalui hak angket, hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat, maka kami juga menggugat DPR RI yang teregister dengan nomor perkara 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst. Perkara ini akan disidangkan pada Selasa 25 Mei 2021 (pasca lebaran).

Melalui dua gugatan a quo (DPR RI dan Presiden Joko Widodo), kontrol terhadap Presiden Joko Widodo bisa ditempuh dengan dua cara, yaitu :

Pertama, secara subjektif Presiden Joko Widodo dapat mengambil inisiatif untuk mengundurkan diri karena menginsyafi telah melakukan perbuatan tercela. Karenanya, melalui perkara 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst dalam salah satu petitumnya kami menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Kedua, secara objektif DPR RI berkewajiban membawa perkara perbuatan tercela Presiden Joko Widodo untuk mengaktivasi ketentuan pasal 7A UUD 1945. Karenanya, melalui perkara 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst dalam salah satu petitumnya kami menuntut kepada DPR RI untuk mengaktifkan hak angket, hak interpelasi hingga Hak Menyatakan Pendapat (HMP), yang menjadi pintu membawa perkara perbuatan tercela Presiden Joko Widodo ke Mahkamah Konstitusi.

Ikhtiar yang kami tempuh, adalah upaya untuk memperbaiki kondisi bangsa dengan mengontrol kinerja dan fungsi DPR RI dan Presiden Joko Widodo. Kami memohon dukungan dan doa kepada segenap rakyat atas ikhtiar yang kami tempuh agar diridhoi Allah SWT.

Adapun jika ada elemen anak bangsa yang tidak sependapat, kiranya perbedaan tersebut ditempuh melalui jalan konstitusional. Tidak boleh, hanya berdalih perbedaan pendapat ada elemen anak bangsa justru menebar kebencian dan permusuhan, menebar kebohongan dan keonaran, yang dalam timbangan hukum semua tindakan dimaksud terkategori pelanggaran pidana. [].

0
562
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Citizen Journalism
Citizen Journalism
icon
12.5KThread3.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.