Bulan Ramadhan bulan yang penuh berkah, penuh kebaikan dan di bulan Ramadhan ini pula ibadah pada Allah pun semakin meningkat.

Di setiap daerah pasti memiliki tradisi-tradisi Ramadhan yang sudah ada dari zaman dahulu dan dilestarikan sampai hari ini. Meskipun tradisinya berbeda-beda, tapi tujuannya tetaplah sama, yaitu berbagi kebaikan untuk mendapatkan pahala dan ridho Allah. Serta menjalin silaturahmi dengan masyarakat agar lebih erat lagi.

Nah, untuk meramaikan event #RamadanBerkahyang diadakan Kaskus ini, aku akan mengenalkan salah satu tradisi di daerahku, Madura.

Di Madura ada tradisi yang sudah dijalankan sejak zaman nenek moyang dulu dan Alhamdulillah masih dilestarikan sampai saat ini.


sumber gambar: ter-ater


Tradisi ini adalah tradisi 'Malem Lekoran' yaitu tradisi yang dilaksanakan di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan tepatnya di malam tanggal ganjil.

'Malem Lekoran' artinya adalah malam-malam tanggal ganjil seperti tanggal 21, 23, 25, 27, 29 pada bulan Ramadhan. Dan malam-malam itu juga adalah malam yang dinantikan oleh banyak orang muslim. Karena, mengutip dari salah satu hadits tentang perintah mencari malam lailatul qadar yang berbunyi ” Carilah malam lailatul qadar dimalam ganjil pada 10 hari terakhir bulan ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim). Di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan itu terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Pada sepuluh malam terakhir ini masyarakat tidak hanya memperbanyak dzikir, sholawat dan i'tikaf di masjid saja. Tapi pada malem lekoran inilah, masyarakat Madura berbagi kebaikan dengan ter-ater atau membagikan makanan dan lauk serta kue khas malem lekoran pada para tetangga, saudara dan juga pada masjid atau mushalla di daerah mereka. Dan tidak lupa pula saling meminta maaf (maaf-maafan) pada saat berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lainnya. Namun, acara ter-ater/berbagi ini tidak dilakukan serentak sekampung, tapi dilakukan bergantian di tanggal ganjil, karena untuk menghindari terbuangnya makanan.


sumber gambar: kue cucur

Serabi dan kue cucur adalah jajanan yang khas pada tradisi malem lekoran ini, tapi sekarang kue khas ini sudah hampir tergeser keberadaannya. Digantikan dengan kue-kue lainnya, seperti kue donat, kue lumpur dan lain-lain.


sumber gambar: serabi


Yang paling antusias saat tradisi malem lekoran ini adalah anak-anak karena saat mereka ikut serta mengantarkan makanan ke tetangga, maka mereka akan mendapatkan uang jajan. Jadi, tidak hanya orang-orang dewasa saja yang mendapatkan berkah kebahagiaan di bulan Ramadhan ini, tapi juga anak-anak.

Dulu, saat aku masih kecil, tiap malem lekoran itu pasti kekenyangan dengan kue apem. Karena zaman dulu mungkin tidak semua orang mampu memberikan uang, jadi anak kecil yang ikut ter-ater itu dikasih kue apem yang dibungkus dengan daun jati. Kue apem sendiri biasanya cuma tersedia saat lebaran atau malem lekoran saja, jadi termasuk kue langka.

Nilai positif dari tradisi malem lekoran ini adalah terciptanya tali silaturahmi yang semakin erat antar masyarakat dan juga sanak saudara.

Tradisi Malem Lekoran ini diakhiri pada pada malam tanggal 29 Ramadhan dengan berkumpul di mushalla atau masjid. Setelah membaca doa khotmil Qur'an, masyarakat bersama-sama menikmati hidangan yang tadinya dibawa para jama'ah dari rumah masing-masing.


Note: Mungkin, meskipun sama-sama Madura, tapi isi dari tradisi malem lekoran ini berbeda-beda. Dan yang aku tuliskan ini adalah tradisi di daerah tempat tinggalku dan daerah mertuaku.

Oke, itulah salah satu tradisi Ramadhan yang ada di Madura yang Alhamdulillah masih lestari sampai saat ini. Meski sajiannya tidak sekental zaman dulu, tapi antusiasnya masih terasa banget. Serta niat dan tujuan tetap sama.

Terima kasih :terimakasih

@istijabah
Referensi: pengalaman dan opini pribadi.