Sudah jadi naluri manusia jika perasaan sedih muncul ketika ada kawan atau saudara kena musibah. Parahnya tak sedikit dari kita lebih sedih ketika kawan atau saudara tengah mendapatkan kesenangan atau kesuksesan. Terlebih jika kita tengah berada di posisi terendah dalam kehidupan. Apalagi di masa pandemi dimana banyak orang miskin baru.



Dari apa yang aku alami diatas. Aku mencoba mengambil sisi positif. Mencoba mengingat kembali sebuah memori masa kecil dulu. Sebuah bab dalam salah satu materi pelajaran pendidikan agama Islam yang pernah kupelajari.

Bahwa sifat iri, benci, dengki, marah itu adalah sifat-sifat dari setan. Tak boleh dipelihara dalam hati walau hanya segores saja. Sifat-sifat tersebut hanya akan menjadikan hidup menjadi tak tenang dan bahagia.

Sebagai manusia yang percaya akan adanya Tuhan Yaha Maha Esa tak selayaknya sifat-sifat yang buruk diatas terus kita pendam dalam hati. Jika tidak maka kita telah memilih menjadi setan yang berwujud manusia. Tentunya hidup dalam kebahagiaan semu yang hanya akan menghantarkan kita pada kehancuran.

Memang berat mengubah rasa rasa iri dihati menjadi rasa syukur. Sulit rasanya menerima kondisi yang kita jalani dengan lapang dada. Hal itu bukanlah perkara mudah. Namun, dengan banyak bersyukur dan mengingat hal-hal yang baik yang kita miliki sekarang itu jauh lebih baik daripada memendam perasaan iri dan dengki pada seseorang.

Sejatinya sifat iri dan dengki hanya akan semakin menggelapkan hati kita dan membuat hidup kita dalam keterpurukan. Jauh dari ruh-ruh ilahi dan lebih dekat dengan kebiadaban dan kemaksiatan.
Iri dan dengki akan membuat kita membenci orang lain bahkan orang yang yang sangat dekat dengan kita.

Perasaan iri hanya akan membuat hidup kita semakin tersiksa. Terlebih dengki akan mendorong kita melakukan segala cara untuk memperoleh apa yang kita jnginkan. Alih-alih iri akan kebahagiaan orang lain seyogyanya kita mensyukuri nikmat ilahi yang telah kita rengkuh selama ini.

Picture: Kata-Kata

Oksigen yang kita hirup secara gratis sejak tangis pertama, memiliki orang tua yang baik, punya banyak teman dan bisa tinggal di rumah yang layak bisa jadi merupakan rezeki yang tak dimiliki orang lain. Bahkan banyak diluar sana yang tak memiliki keluarga dan tempat tinggal saat terik dan hujan menerpa.


Tuhan tidak memberi kita rezeki yang sama dengan semua orang yang kita kenal. Bisa jadi apa yang dibutuhkan orang lain, tidaklah kita butuhkan. Bisa jadi apa yang dimiliki orang lain semakin membuat ia rendah hati namun justru membuat kita jadi sombong dan lupa bahwa semua yg kita miliki adalah anugrah ilahi.

Sehingga muncullah perasaan kufur nikmat dan lupa akan kehidupan akhirat. Terlalu mengejar dunia hingga lupa bahwa apa yang kita pijak hanyalah sementara.

Tuhan hanya sedang melihat kesungguhan kita seberapa keras kita berusaha dan bekerja keras. Serta seberapa baiknya kita berprasangka kepadanyaNya. Sejatinya Tuhan itu sejauh prasangka hamba-nya. Dan tanpa kita sadari, Allah itu lebih dekat dari urat nadi kita.

Jika kita memilih menjauhiNya dan tak Lagi percaya padaNya maka Tuhan pun dengan sendirinya akan melepas kita. Karena Tuhan tak pernah butuh manusia-manusia lah yang membutuhkan Tuhan.

Jangan iri dengan limpahan harta yang dimiliki orang lain karena bisa jadi itu ujian buat mereka. Ujian untuk lebih bijak dalam menggunakan harta yang mereka miliki.

Jangan iri karena bisa jadi rezeki kita akan diturunkan setelah 3, 5 atau 10 tahun lagi. Tinggal bagaimana kita bisa bersabar dan berusaha meraih rezeki yang halal.

Jangan berputus asa dan jangan pula bersedih. Kehidupan di dunia ini hanyalah persinggahan sementara. Akhiratlah tempat yang penuh keabadian yang kelak akan kita huni selama-lamanya.

Sekian dulu thread kali ini, semoga kita bisa menjadi lebih bahagia dengan apa yang tidak dan yang kita miliki sekarang.