NidarZalukhuAvatar border
TS
NidarZalukhu
Ciyansa
By: Nidar Purnama Sari Zalukhu




sumber


"Dasar wanita tak bermoral! Bisanya merebut tunangan orang. Kalo udah nggak laku, jangan suka goda yang sudah punya pasangan. Dasar pelakor!" Sebuah tamparan berhasil mengenai pipiku.

"Ingat, ya. Sekali lagi aku lihat kamu bersamanya, aku tak segan-segan menghancurkan hidupmu dan juga Vallen! Camkan baik-baik." Raut wanita itu sangat menyeramkan.

"Ini tak seperti yang Mbak pikirkan," jawabku meyakinkan.

"Cukup! Cukup. Aku tak mau mendengarkan alasan apa-apa darimu. Kau wanita licik berkulit lembut, yang pernah kutemui di dunia ini," ketus wanita yang tak lain adalah tunangan Vallen.

Butiran bening berjatuhan tak terkendali, kata-kata pedih itu masih terngiang di pikiranku. Sungguh sakit! Menusuk, hingga ke sum-sum tulangku. Bagaimana mungkin bagiku merebut milik orang lain? Aku serendah itu kah? Kami bertemu sudah lama sebelum kalian bertunangan. Kami saling mencintai, tetapi takdir berkata lain.


Mataku terpejam, ingin semuanya cepat berlalu. Namun bayangan itu terus menghantuiku. Walau sulit bagiku melepaskanmu, tetapi bukan berarti aku melupakanmu.


Mata kubuka. Pandanganku tertuju pada pohon besar di sana. Tempat itu, mengingatkan aku pada lembaran masa lalu.

"Jangan pikirkan apa kata orang lain. Tetapi, tentang apa yang kamu rasakan saat ini." Vallen menatapku dalam. "jadi tolong. Jangan diemin aku. Jangan buat aku menderita. Aku sangat mencintaimu, Ciyan."

Jika saja aku bisa berteriak, aku mungkin sudah melakukannya, bahwa aku juga sangat mencintaimu, Vallen. Tapi, aku tak bisa mengatakan itu sekarang.

"Ciyan, jawab aku! Aku salah apa?"

Deraian beningan terus mengalir, aku tak kuasa untuk mencegahnya. "Kamu tidak salah apa-apa. Aku yang salah." Aku mengusap kasar air mataku. "Vallen, Aku harus pergi."

"Jika kesedihanku tak mampu menahanmu, apakah cinta ini juga tak bisa menahanmu untuk tidak pergi?"

Andai kamu tahu, aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan saat ini. Aku juga punya hati. Kuharap, keputusanku hari ini, dapat membawa kebahagiaan tersendiri. Penyakitku telah divonis. Biarkan aku pergi. Aku tak mau kamu bersedih.

"Kumohon, jangan tinggalkan aku. Bersamamu adalah kebahagiaanku. Tanpamu, aku tak tahu lagi arah hidupku." Vallen memelukku erat seakan tak mau membiarkanku pergi.

"Maafkan aku. Keputusanku sudah tak bisa diubah lagi. Aku harus pergi!"

Andai saja, saat itu aku tidak pergi. Tidak akan seperti ini. Salahku tak memberitahukanmu jenis penyakitku padamu. Tapi, aku juga bukan anak durhaka, yang mau membantah keinginan Ibu. Orangtua mana yang tak menginginkan anaknya lepas dari penyakit langka.

Ah, sudahlah. Masa lalu ya masa lalu, semuanya telah berlalu, dan biarlah berlalu. Sekarang, kuingin hidup baru tanpa ada pengganggu.

"Ciyan, kita memang sudah lama berpisah, dan pasti punya alasannya, kan? Sekarang kamu telah kembali. Aku bahagia. Kita bisa bersama lagi." Suara yang lama kurindukan, kini telah nyata di hadapanku.

Ya, saat ini aku tak mau hiraukan kata orang, akan kuikuti kata hatiku. Setelah sekian lama pertahanan ku, akhirnya runtuh saat ini. Sosok yang gentayangan dalam pikiranku, kini telah nyata.

Iris matanya berwarna hitam, bentuk hidungnya yang mancung, pipi yang suka tumbuh bulu-bulu hingga ke dagunya, semuanya aku rindukan.


Tidak. Aku tak boleh jatuh dalam pelukkannya. tapi tatapannya mampu meluluhkan hatiku yang keras. Aku tak tahu apakah ini yang namanya kekuatan cinta?

Aku mendekapnya. Melepaskan kerinduan berat. Apakah ini yang menjadi terakhir, bisa merasakan kehangatan tubuh ini?

"Tidak, Vallen. Takdir kita tidak sama. Kamu sudah bertunangan, aku juga sudah bertunangan. Kita sama-sama telah dimiliki orang lain."

Vallen membalas pelukanku erat.

"Bagaimana itu bisa terjadi? Tidak. Setidaknya kita punya cinta yang dapat dipersatukan."

"Apa yang tak mungkin? Ini semua telah terjadi. Saat aku mendengar kabar tentang pertunanganmu, kondisiku sempat memburuk. Alhasil, ... aku menerima donor jantung dari seseorang. Seseorang itu, adik yang kini jadi tunanganku."

Berkali-kali aku ingin melepaskan pelukan Vallen, namun perasaan ini mengalahkan semua itu. Terasa nyaman sekali. Selain pada Daffa—tunanganku, pada siapa lagi aku berlabuh? Ibuku sejak aku terbangun dari tidur panjangku, aku sudah tak melihatnya lagi. Misteri.

"... saat itu, adik tunanganku ditabrak lari. Kondisinya tak memberi harapan, bagian belakang di kepalanya terluka parah." Aku menceritakan apa yang kutahu, sembari menghela napas panjang.

"Aku tak bisa menghindar dari kenyataan. Walau bagaimana pun juga, jantung yang saat ini aku miliki, bukan millikku. Seandainya aku tahu saat itu, aku lebih memilih tiada di dunia ini."

Valenn, seandainya saja kamu tahu, hidupku sekarang gelap. Tak tahu kemana lagi. Aku tak berdaya. Haruskah aku memberontak pada kegelapan ini?

"Tidak. Kita masih punya waktu untuk melawan takdir. Kita pasti bisa. Jangan khawatir, selagi kita punya tekad yang kuat, semua akan baik-baik saja," ucap Vallen meyakinkanku, sembari melepaskan pelukan yang masih ingin aku nikmati. Hangat.

Tidak. Aku tidak boleh mengelabui kenyataan lagi. Aku dan dia sama-sama sudah bertunangan. Tidak semudah lidah berkata, melawan takdir.

"Kalau bisa melawan takdir, itu mungkin hanya kamu yang bisa. Sementara bagiku, sangatlah mustahil. Bagaimana bisa aku punya hak atas itu. Raga ini bukanlah milikku lagi."

Aku meraih tangan Vallen yang sudah mematung. "Mari kita akhiri hubungan ini, tanpa ada orang lain yang terluka. Walau kita tak bisa bersatu, namun cincin ini." Aku memperlihatkan cincin yang masih melingkar di jari manisku. "... akan aku simpan seperti cintaku padamu. Aku harap kamu begitu." Mataku melihat cincin berinisial CV juga melingkar di jari manis Vallen. Ciyansa dan Vallentino Pratama.

Sebuah sentuhan hangat mengenai bahuku, membuyarkan lamunanku.

"Sayang, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Daffa— tunanganku, penuh khawatir.

"Aku tidak apa-apa, kok." Aku tersenyum meyakinkan Daffa, sembari mengelus cincin cintaku.

Semua telah berakhir, bersama mimpi yang tak berarti. Kuakui cinta itu kuat. Karena pada cinta ada kebahagiaan. Oleh karena kekuatan cinta, dapat menepis semua problema. Dan mengalah itu juga sudah menjadi bagian dari pada cinta.
Diubah oleh NidarZalukhu 05-03-2021 04:40
senandikaputriAvatar border
hestoryAvatar border
hengkitsAvatar border
hengkits dan 9 lainnya memberi reputasi
10
1.5K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to Heart
icon
21.6KThread27.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.