Cahbangor1000Avatar border
TS
Cahbangor1000
Kenapa Bakamla Ingin Lebih, Padahal…
Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI berencana mendirikan sebuah pusat informasi keamanan maritim Indonesia atau Maritime Information Center (IMIC) untuk mengimbangi pemberitaan kemaritiman yang selama ini dikeluarkan oleh International Maritime Bureau, Information Fusion Center dan Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia.

Menurut Kepala Bakamla, Aan Kurnia, sebagaimana dikutip dalam laman resmi Bakamla (25/6), informasi yang dipublikasikan oleh ketiga lembaga tersebut selama ini tidak proporsional dan cenderung merugikan Indonesia. Aan juga mengungkapkan, banyak informasi yang secara fakta sebenarnya hanyalah kasus pencurian kecil di kapal. Namun, diberitakan seolah terjadi perompakan besar.

Sehubungan dengan hal tersebut, pengamat kemaritiman nasional, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto menyatakan bahwa kurang sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Bakamla tersebut.

“Memang akhir-akhir ini Kepala Bakamla begitu agresif mengecilkan instansi lain dan mengangkat diri seakan-akan Bakamla satu-satunya instansi yang paling hebat dinegeri ini. Masalah arm robbery itu adalah pelanggaran terhadap UU 34/2004 tentang TNI dimana Penyidiknya adalah TNI AL, sehinggga masalah Arm Robery di laut yang paling tau itu TNI AL. Untuk apa Bakamla mau membuat pusat informasi Keamanan Maritim Indonesia Maritime Information Center atau IMIC, yang itu bukan tugas pokoknya Bakamla?. Sebaiknya membaca dulu isi UU 32/2014 tentang Kelautan yang menjadi dasar pembentukan Bakamla,” kata Soleman kepada Ocean Week, Senin malam.

Menurut Soleman, Indonesia ini negara hukum, seingga segala sesuatunya harus berdasarkan hukum atau berdasarkan aturan perundangan yang berlaku.

Coba di jelsain apa itu Keamanan Maritim?. Apakah ada dalam UU 32/2014 tentang Kelautan yang menugaskan Bakamla sebagai penanggung jawab di bidang Keamanan maritime?. Selanjutnya keamanan maritime itu diatur dalam UU mana?. “Kan tidak ada satupun UU yang ada saat ini mengatur keaman Maritim. Itu artinya mereka ngarang-ngarang, apa yang disampaikan hanya suka-suka saja, tidak ada dalam UU,” ungkapnya.

Untuk diketahui bahwa dalam urusan laut Indonesia atau Perairan Indonesia telah diatur oleh UU 6/199 tentang Perairan Indonesia.

Pada pasal 24 dinyatakan bahwa kegiatan dilaut yang ada hanya berupa Penegakan Kedaulatan dan Penegakan Hukum. Untuk penegakan Kedaulatan dilaksanakan oleh TNI AL berdasarkan UU 34/2004 ttg TNI.

“Nah pada UU 34/2004 ttg TNI dinyatakan bahwa untuk menegakan kedaulatan dilakukan dengan melaksanakan Operasi Militer Perang. Sedangkan untuk Penegakan Hukum khususnya di wil ZEE Penegak Hukumnya adalah TNI AL sebagaimana diatur oleh UU 5/1983 ttg ZEE. Jadi saat ini satu-satunya instansi yang bertanggung jawab terhadap situasi Keamanan Laut adalah TNI AL. Untuk menjamin keamanan Laut, TNI AL dapat melaksanakan Penegakan Kedaulatan dan Penegakan Hukum. Itulah sebabnya semua berita tentang situasi di laut yang paling tahu adalah TNI AL, bukan Bakamla,” kritik Soleman.

Makanya, ungkap dia, apabila Bakamla ingin membentuk pusat informasi Keamanan Maritim Indonesia Maritime Information Center atau IMIC, Soleman menilai seakan-akan Bakamla mau merebut kewenangan TNI AL.

“Manover Bakamla untuk merebut kewenangan TNI AL juga terlihat dengan mempublikasi situasi di Laut China Selatan yang dianggap memanas oleh Bakamla. Kondisi Laut China Selatan yang paling tahu adalah TNI AL. Karena itu adalah tugas pokok TNI AL bukan tugas pokok Bakamla. Mohon agar menahan diri untuk bicara Kondisi Laut China Selatan. Itu domain TNI AL. Pihak Bakamla harus membaca dengan teliti tugasnya yang ada didalam UU 32/2014 tentang Kelautan,” ungkap Soleman panjang lebar.

Menurut Soleman, akibat dari manover Bakamla, ada anggota DPR ikut terpengaruh.

Dia mencontohkan, bahwa oknum anggota Komisi I DPR membeberka Badan Keamanan Laut (Bakamla) akan dibolehkan membeli senjata militer mulai Juni tahun ini untuk pengawasan laut Natuna.

Karena itu, Soleman mempertanyakan, apa dasar hukumnya Bakamla boleh menggunakan senjata standard militer?. Kalau memang dinilai Pengawasan perairan di sekitar Natuna harus diprkuat dengan menambah kekuatan senjata, maka yang perlu diperkuat adalah TNI AL, atau Kapal Pengawas Perikanan, bukan Bakamla.

Kata Soleman, ada dua alasan mengapa Bakamla tidak berhak untuk dipersenjatai. Pertama, Bakamla bukan Penyidik dan bukan penegak hukum. Dalam UU 32/2014 tentang Kelautan tidak ada satu pasal pun yang menyatakan bahwa Bakamla adalah Penegak Hukum atau Penyidik di ZEE.

Kedua, Bakamla dalam tugasnya tidak perlu dilengkapi dengan kapal dan senjata. Mohon diingat bahwa Bakamla dibentuk oleh UU 32/2014 tentang Kelautan. Dalam UU itu tidak ada satupun pasal yang menyatakan bahwa Bakamla dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi kapal dan senjata.

Sebagai pembanding mari kita lihat Kewenangan Pengawas Perikanan.
Ketentuan pasal 66 Undang-Undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, mengatur tentang kewenangan Pengawas Perikanan. Pertama, Personil Pengawas Perikanan sebagai Penyidik dan sebagai Penegak hukum. Pengawas Perikanan ini dibentuk oleh Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Personil Perikanan sebagai Penyidik terhadap pencurian ikan di ZEE Indonesia diatur oleh Pasal 73 ayat 2 Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan yang selengkapnya berbunyi: (2) Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perikanan yang terjadi di ZEEI.
Jelas bahwa Pengawas Perikanan adalah Penyidik untuk kasus pencurian ikan di ZEE.

Kedua, Dalam melaksanakan tugasnya, Pengawas Perikanan dilengkapi dengan kapal dan senjata api. Pengawas Perikanan dilengkapi Kapal dan senjata api diatur oleh ketentuan pada pasal 66C Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, yang selengkapnya berbunyi: (2) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi dengan kapal pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri.

“Jadi sangat jelas bahwa Personil Pengawas Perikanan adalah Penyidik dan Kapal Pengawas Perikanan dapat dilengkapi dengan senjata api. Sangat berbeda dengan personil dan kapal Bakamla.

Lalu dikatakan bahwa pembelian senjata itu dikaitkan dengan kondisi di Laut China Selatan atau laut natuna Utara, Jadi sangat jelas dan sangat aneh bin ajaib bila anggota DPR membolehkan Bakamla membeli senjata militer, karena tidak diatur oleh Undang-undang.

Soleman juga menyayangkan pernyataan anggota komisi I DPR yang mengatakan bahwa dengan Permenhan no. 12 tahun 2020, sangat mendukung supremasi keamanan laut sipil kita disana. Sekarang Bakamla bisa tembak nelayan asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin, dan tidak akan dianggap agresi militer.

“Ini pernyataan yang sangat berbahaya. Tembakan oleh Bakamla dapat dianggap sebagai tembakan oleh Perompak Dilaut yang akan mencoreng nama Indonesia di dunia Internasional. Hal ini disebabkan karena Bakamla Bukan Penyidik dan bukan lembaga yang diijinkan olah UU untuk dilengkapi senjata, apalagi kalau sampai menembak. Kalau memang akan mendukung supremasi sipil, maka yang boleh dipersenjatai itu Kapal Pengawas Perikanan. Bukan Bakamla menembak di ZEEI, maka hal itu hanya boleh dilakukan oleh KPP, bukan oleh Bakamla,” ujar Soleman.

Dia juga mengungkapkan, apabila Nelayan asing yang masuk di wilayah laut ZEEI di Natuna kalaupun harus ditembak, yang boleh menembak hanya Kapal pengawas perikanan, bukan oleh Bakamla. Karena Kapak pengawas perikanan adalah Lembaga penegak hukum yang oleh UU juga diijinkan untuk dilengkapi dengan senjata, dan juga berstatus sebagai penyidik bidang perikanan di ZEE Indonesia.

“Jadi tidak alasan apapun BAKAMLA bisa dipersenjatai dan boleh menembak. Yang harus dipersenjatai adalah KPP. Tapi mengapa bukan KPP yang dipersenjatai?, mempersenjatai Bakamla adalah pelanggaran hukum. Mengapa demi Bakamla aturan perundangan yang sudah ada dengan mudah dilanggar?,” ucap Soleman lagi-lagi mempertanyakan.

Soleman berharap Badan Intelijen Nasional (BIN) harus segera melakukan penyelidikan. Ada apa dengan Bakamla?.

Kalau masalah di ZEE Indonesia adalah masalah Kedaulatan, maka yang dipersenjatai adalah TNI AL. Kalau ada masalah pencurian ikan, juga itu tugasnya TNI AL, karena TNI AL juga adalah Penyidik bidang perikanan di ZEEI sebagaimana diatur oleh Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Namun bila ada yang berargument bahwa TNI AL adalah Lembaga militer yang tindakannya dapat diartikan sebagai tindakan agresi, maka khusus masalah Penegakan Hukum bidang Perikanan di ZEEI adalah Kapal Pengawas Perikanan (KPP). Jadi yang perlu dipersenjatai adalah KPP.
“Jadi sangat aneh bila anggota komisi I DPR RI mendukung langkah pemerintah yang membolehkan Bakamla membeli senjata militer, serta menilai sejauh ini Indonesia masih cenderung lemah dalam pengawasan di perairan Natuna dekat Laut China Selatan. Mungkin ada yang kasih masukan yang salah.

Soleman menambahkan, kalau selama ini Bakamla sudah memiliki senjata, itu artinya sudah melanggar hukum, karena UU tidak mengijinkan Bakamla untuk menggunakan senjata. Kalau senjata itu dipaksakan untuk dibeli, maka, saran Soleman, TNI harus menahannya. “Mabes TNI harus menyita Senjata itu. Karena senjata standard militer yang dimiliki Lembaga yang tidak memiliki kewenangan utuk memiliki senjata dapat dikatagorikan sebagai ‘Ancaman Militer,” ungkapnya lagi.

Soleman sekali menyatakan, untuk kehadiran dilaut mewakili negara, itu adalah tugasnya TNI AL serta kapal penegak hukum lainnya seperti KPP, Bea Cukai. Bakamla tidak bisa mewakili negara karena statsunya tidak jelas. Bakamla bukan Penegak hukum dan bukan pula penegak kedaulatan. Dengan status sembacam itu tidak bisa mewakili negara dilaut.

Menanggapi adanya pernyataan dari anggota Komisi 1 DPR yang menilai Bakamla harus diperkuat lagi dengan suatu undang-undang, Soleman mengungkapkan, Untuk diketahui bahwa pembentukan Bakamla dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden No. 178 tahun 2014, itu dasarnya adalah UU 32/2014 tentang Kelautan. Jadi tidak perlu lagi dibuat Undang-undangnya lagi.

“Saran saya kepada Bakamla, bertindaklah lebih bijak, berhentilah memberi masukan yang keliru kepada para anggota DPR serta rakyat Indonesia. Janganlah mengejar ambisi pribadi dengan mengorbankan rakyat Indonesia dan para wakil rakyat. Sebelum bicara didepan publik, baca dulu aturan perundangan yang mengikat Bakamla. Ingat kata Tzunzu, “know your self, know your enemy, you will win a million of war”. Jadi kenalilah dirimu terlebih dahulu. Artinya pahami dulu UU 32/2014 tentang Kelautan dengan baik, baru kemudian ceritakan kepada masyarakat, siapa Bakamla itu,” kata Soleman. (***)

Sumber : https://oceanweek.co.id/kenapa-bakam...lebih-padahal/
Polling
0 suara
Pendapat Anda tugas Bakamla diserahkan saja ke TNi AL dan Bakamla dibubarkan
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
1
684
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.