syafira87Avatar border
TS
syafira87
Ibu, Cintamu Tidak Tergantikan Oleh Waktu


22 Desember 2020 tepatnya kemarin Selasa, adalah hari ibu sedunia, begitu orang-orang menyebutnya. Setiap tahun di tanggal tersebut mereka memperingati, sama halnya dengan hari-hari besar lainnya. Namun, dalam hidupku hari itu tidak ada. Kenapa? Karena bagiku setiap hari adalah hari ibu. Maka dari itu aku tidak perlu memperingatinya baik dengan pesta, hadiah, atau apapun bentuknya sebab dalam setiap doa telah kusebutkan dirinya.



Kenangan terindah yang paling mengesankan adalah ketika aku dan saudara/saudari di masa kecil. Masih segar dalam ingatan sampai sekarang, hidup susah, demi kata adil ibu membagikan apa saja sama rata. Baik itu makanan, camilan, atau uang jajan dan sebagainya. Ibu tidak ingin anak-anak yang lain tidak kebagian.

Aku masih ingat, setiap hari ibu memisahkan makanan kami dengan porsi masing-masing sebelum berangkat ke ladang atau ke sawah. Setiap pulang sekolah aku selalu menjumpai hal ini. Suatu hari aku pernah bertanya, kenapa dipisah-pisahkan, bu? Lagian kalau begini banyak alat yang kotor. Beliau menjawab, kalian banyak, nanti yang pulang sekolah terakhir tidak kebagian. Aku menyela, kan bisa masak lagi, bu. Beliau pun mengatakan, kasian anak-anak ibu, masa sepulang sekolah masak dulu baru makan. Ibu kerja jadi tidak bisa selalu standby di rumah untuk menyiapkan kebutuhan kalian.

Aku rindu masa-masa itu. Masa-masa di mana kami sebagai anaknya diperlakukan sangat baik meskipun hidup dalam kesusahan. Seiring pergerakan waktu, usia semakin bertambah. Beliau semakin tua sedangkan anak-anaknya sudah berkeluarga, dan lebih parah lagi sibuk dengan diri masing-masing. Maka dari itu setiap minimal sekali dalam setahun pasti aku serta anaknya yang lain menyempatkan untuk pulang. Di sinilah kebahagiaan itu kembali muncul. Beliau menimang cucu pertama dengan semringah yaitu anak sulungku yang ketika itu berusia 2 tahun.



Jika kita diberi waktu sehari untuk bertemu, aku ingin terus memelukmu, bercanda, bermanja, dan menghabiskan waktu sepanjang hari bersamamu. Semoga secepatnya kita berjumpa, aamiin. Namun, sebelumnya aku ingin ibu tahu bahwa aku sangat sayang padamu. Untuk itu aku menulis sepucuk surat cinta untuk bidadariku, ibu.

Assalamualaikum, Ibu.

Bagaimana dengan kabarmu hari ini? Apa engkau sehat-sehat saja? Semoga engkau baik-baik saja di sana dan selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Kukabarkan juga, di sini kami, aku, suami, dan anak-anak sehat. Alhamdulillah. Semoga engkau juga. Aamiin.

Sudah cukup lama, ya, kita tidak bertegur sapa apalagi bertatap muka meski cuma di kamera. Apalagi berjumpa saling memeluk erat. Aku rindu, Bu. Sangat, sangat rindu padamu. Putri sulungmu ingin sekali saat ini menghamburkan diri memelukmu erat-erat. Hangatmu. Aku mencanduinya, Bu.

Sebenarnya aku malu, Bu. Tidak pernah sebelumnya mengirimi atau bahkan menulis surat untukmu. Ini yang pertama. Bu, aku tahu diriku bukan bocah lagi, akan tetapi bila di dekatmu aku selalu merasa seperti itu. Jangan bilang aku lucu karena memang begitulah adanya. Anakmu ini imut-imut, hanya di hadapanmu saja, ya, tidak di depan orang lain termasuk ayah dan saudara-saudaraku. Sebab, itu bisa saja meruntuhkan harga diriku. Wkwkkk. Harga diri, ya? Di depanmu aku tidak punya apa-apa, Bu.

Ibu masih ingat tidak, ketika kita sepulang shalat Ied? Tentu saja sudah menjadi kebiasaan menghabiskan receh di warung-warung demi membeli pengganjal perut. Saat itu kutawarkan, apa ibu mau bakso? Jawabmu tidak. Padahal saudari-saudariku bersemangat untuk membelinya meski menunggu antrian.

Lalu aku bertanya lagi, apa ibu mau lontong sayur, gado-gado, atau eskrim? Engkau menggeleng. Gorengan? Engkau juga menolak. Kemudian aku bertanya kembali, ibu mau apa? Engkau menatap diriku lekat-lekat dan mengatakan, ibu hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu putriku, saudara serta saudarimu anakku. Ibu cuma ingin keluarga kecil kita berkumpul seperti ini. Ibu akan sangat bahagia.

Seketika itu aku terdiam, menyadari banyak hal. Seharusnya aku selalu berada di sampingmu, menjaga dirimu seperti dulu engkau menjagaku di waktu kecil. Menyayangimu sepenuhnya. Namun, untuk saat ini telah terbagi. Hatiku telah bercabang, Bu. Maaf.



Namun, apa boleh buat. Di masa pandemi covid-19 kita masih dianjurkan menjaga jarak aman, padahal jarak temu kita sudah cukup lama. Mudah-mudahan masa ini segera berlalu dan kita diberikan umur yang panjang untuk segera saling memeluk seperti sebelum-sebelumnya. Aamiin.

Bu. Di hari ibu ini, aku benar-benar ingin mengucapkan terimakasih kepada dirimu. Sebenarnya agak terasa aneh. Sebelumnya aku tidak pernah mengatakan baik secara langsung pun sebaliknya. Aku malu, Bu. Hihihi, lucu bukan? Orang-orang, maksudku anak-anak lain bersemangat menyambut kedatangan hari sepesial ini. Namun tidak untukku.

Tunggu, Bu. Tunggu dulu. Ibu jangan salah sangka dan bersedih. Aduh, bagaimana menjelaskannya, ya. Belum apa-apa ternyata aku duluan yang berburuk sangka. Aku minta maaf sudah menduga yang tidak-tidak. Bagiku hari ibu setiap hari, bukan sekali setahun seperti yang diperingati orang-orang di luar sana. Bukan berniat menyengaja akan tetapi memang begitulah adanya.

Sekali lagi untuk kesekian kalinya aku mohon maaf, Bu. Mudah-mudahan secepatnya kita bertemu. Aamiin.

Penulis: Syafira87
Opini: Dokpri
tien212700Avatar border
trifatoyahAvatar border
gustiarnyAvatar border
gustiarny dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.1K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sista
Sista
icon
3.9KThread7.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.