hanasora
TS
hanasora
Tradisi 'Ngunduh Mantu" di Pernikahan Korea


Perjalanan mempelai wanita dari rumah gadisnya ke rumah pengantin pria, di mana dia akan menghabiskan sisa hidupnya, setelah menikah atau biasa di Indonesia disebut dengan ngunduh mantu. Ternyata tradisi ini juga ada di Korea loh. Lalu, seperti apa sih tradisi 'ngunduh mantu' di Korea?

Waktu keberangkatan pengantin wanita ke rumah pengantin pria setelah menikah sangat bervariasi. Beberapa wanita yang baru menikah menghabiskan satu tahun di rumah sebelum tinggal bersama mertuanya selama sisa hidupnya (yang disebut muk-sinhaeng atau haemugi), sementara yang lain menghabiskan satu bulan (dalmugi) atau tiga hari (samil-sinhaeng). ). Ketika pengantin perempuan pindah ke rumah pengantin laki-laki pada hari yang sama dengan hari pernikahan disebut do-sinhaeng. Di daerah pedesaan, hingga tahun 1950-an, menghabiskan satu tahun di rumah adalah hal biasa. Tapi kemudian menjadi lebih umum untuk pergi ke pengantin pria pada hari pernikahan.

Kebiasaan seorang pria mengunjungi istrinya ketika dia masih tinggal di rumah gadisnya setelah menikah disebut jaehaeng. Pengantin pria harus mendapatkan izin orang tuanya untuk berkunjung dan membawa kue beras dan makanan lain sebagai hadiah. Dia melakukan kunjungan seperti itu beberapa kali jika pengantin wanita tinggal di rumah gadisnya untuk waktu yang lama. Bahkan saat pengantin wanita pergi ke rumah pengantin pria pada hari pernikahan, pengantin pria tetap mengunjungi rumah pengantin wanita. Di Provinsi Gyeongsangbuk-do, dikatakan bahwa pengantin pria melakukan ini untuk menyeka air mata orang tua pengantin wanita yang sedih melihat putri mereka meninggalkan mereka.

Ketika waktunya tiba bagi pengantin wanita untuk pergi ke rumah mempelai pria, hari keberuntungan dipilih dan dia mengambil beberapa hadiah untuk keluarga mempelai pria. Biasanya dia ditemani bapaknya sebagai sanggaek. Pengantin wanita bepergian dengan tandu sewaan milik masyarakat setempat. Jika rumah mempelai pria tidak jauh, dia menaiki tandu sepanjang jalan tetapi sebaliknya, di tengah jalan dia pindah ke tandu lain yang dikirim oleh keluarga mempelai pria. Dengan diperkenalkannya transportasi modern, pengantin wanita naik kereta api atau naik mobil jika rumah mempelai pria jauh dan dipindahkan ke tandu di pintu masuk desa mempelai pria. Melakukan perjalanan dengan tandu dianggap sebagai kesopanan yang ketat, yang harus dipatuhi meskipun rumah mempelai pria hanya sepelemparan batu dari rumah pengantin wanita.

Saat dia akhirnya tiba, ada satu rintangan terakhir sebelum memasuki rumah pengantin pria. Para pembawa tandu harus menyeberangi api jerami di halaman sebelum dia bisa masuk ke dalam ruangan. Praktik yang disebut yangbab ini diyakini dapat mencegah roh jahat mengikutinya ke dalam rumah. Itu biasa dilakukan di daerah pedesaan hingga 1980-an ketika pernikahan gaya Barat menjadi norma.

Pengantin wanita akan membawa sebotol beras ketan (ketan), yang dimasak ibu mertuanya untuk dibagikan kepada seluruh keluarga pada hari ketiga setelah kedatangannya. Nasi ketan menandakan keinginan pasangan untuk hidup bahagia bersama, begitu dekat sehingga mereka “lengket”. Keluarga mempelai pria mengadakan pesta yang telah mereka persiapkan selama beberapa hari dengan bantuan kerabat dan tetangga untuk merayakan kedatangan pengantin wanita. Tetangga membawa nasi atau gamju sebagai hadiah, dan pengantin pria menyambut para tamu sambil menunggu pengantin wanita datang.


Sumber: folkency.nfm.go.kr

kudanil.laShyesun.pucha
Shyesun.pucha dan kudanil.la memberi reputasi
2
627
14
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Kekoreaan
Kekoreaan
10.8KThread2.1KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.