gabener.edanAvatar border
TS
gabener.edan
Faisal Basri: Ayo Pak Jokowi Kembali ke Jalur, Kita Gak Butuh Omnibus Law
Suara.com - Pakar Ekonomi Faisal Basri kembali angkat bicara terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disebut akan membangkitkan iklim bisnis Indonesia. Tak sepakat dengan peraturan yang ada, Faisal Basri mengatakan Presiden Jokowi seharusnya tidak perlu mengeluarkannya.

Menurut Faisal Basri, Indonesia sudah punya cukup senjata untuk melejitkan bisnisnya tanpa UU Omnibus Law Cipta Kerja. Hanya perlu dievaluasi beberapa bidang saja.

Pernyataan tersebut disampaikan Faisal Basri dalam tayangan video yang diunggah kanal YouTube Cokro TV, Jumat (23/10/2020).

Faisal Basri dalam kesempatan itu memaparkan hal-hal penting seputar perekonomian negara. Tidak sekadar menyampaikan pendapat saja, penjelasannya pun dilengkapi dengan data-data.

Dari kacamata seorang ekonom, upaya membangkitkan investasi tentu tujuan yang baik dan perlu dikedepankan. Hanya saja, jalan keluarnya belum tentu dengan mengeluarkan UU Omnibus Law Cipta Kerja.


Pasalnya, kendala investasi Indonesia sejauh ini menurut Faisal Basri adalah birokrasi yang telalu bertele-tele dan ribet.

"Betul sekali bisnis di Indonesia ribet. Jumlah perizinan banyak, tumpang tindih, prosesnya panjang dan berbelit-belit tanpa kepastian. Sudah lama dialami oleh masyarakat dan pengusaha. Supaya lancar dan cepat, sejumlah pengusaha membayar uang pelicin atau jasa calo. Sehingga praktek korupsi merajalela," ungkap Faisal Basri seperti dikutip Suara.com.


"Namun bukankah itu hanya mengatasi gejala. Yang harus dilakukan adalah menyelesaikan akar permasalahannya dan fokus karena banyak sekali masalah yang dihadapi," imbuh Faisal Basri.

Lebih lanjut lagi, Faisal Basri mengajak pemirsa untuk kembali ke belakang. Saat Jokowi dilantik sebagai presiden di periode pertama, dengan wakil Jusuf Kalla.

Faisal Basri mengungkapkan bahwa selama periode pertama pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla, peningkatan bisnis sudah terjadi.

"Awalnya Indonesia berada di urutan 120, terus jadi 72, meningkat drastis," tuturnya.

Kenaikan tersebut menurut Faisal Basri tidak lain disebabkan karena pemerintah memborbardir berbagai aturan dalam rentang waktu tak sampai dua tahun. Pemerintah waktu itu mencanangkan 16 paket kebijakan ekonomi yang hampir semua targetnya tercapai.

Kendati begitu, Faisal Basri mengaku ada sedikit penurunan pada tahun 2019 dan 2020. Oleh sebab itu ia kemudian berusaha untuk meningkatkannya kembali.

"Boleh jadi Pak Jokowi tidak puas karena target awal peringkat 40, sekarang 73. Namun sebetulya pemerintahan Jokowi Jusuf Kalla sudah lebih dari separuh jalan menuju perjalanan. Ketertinggalan dengan Vietnam berhasil dipangkas, selisih dengan Brunei menyempit. Bukan kah ini luar biasa?" tegas Faisal Basri.

Menurut Faisal Basri, adanya penurunan satu peringkat ini terjadi karena pemerintah kecolongan. Trading Acrros Borders Indonesia mengalami pemburukan drastis.

Hal itu yang menjadi permasalahan yang harus segera diselesaikan Indonesia.

"Apa itu Trading Across Borders? Ekspor dan impor. Banyak kesulitan dan semakin banyak kendala tatkala perusahaan ingin ekspor maupun impor. Disinilah akar masalah tersisa," jelasnya.

Di akhir sesi, Faisal Basri kembali menegaskan bahwa untuk meningkatkan iklim bisnis, pemerintah tidak perlu mengeluarkan Omnibus Law Cipta Kerja.

Pasalnya, Indonesia bisa mencapainya apabila langkah kedepan terukur jelas. Faisal Basri pun yakin apabila cermat Indonesia bisa melakukan revolusi bisnis.

"Tanpa harus menggunakan bom atom UU Omnibus Law Cipta Kerja, kemudahan bisnis di Indonesia akan mengalami perbaikan yang luar biasa. Bisa dikatakan revolusi dalam kemudahan berbisnis karena kita bisa mencapai posisi 30 besar dengan upaya yang terukur, apa yang harus pertama kali dilakukan jelas. Prioritas kedua ketiga jelas," ujar Faisal Basri.

"Ayo Pak Jokowi kembali ke jalur yang bapak bangun, tujuan sudah dekat, jangan pindah jalur yg belum tentu lebih cepat dan lebih aman," tandasnya.

https://www.suara.com/news/2020/10/2...bus-law?page=2

"Now or Never"

Mungkin ini yg di inginkan pakde dgn omnibus law.

Kalau memperbaiki satu persatu dalam kondisi normal mungkin masih terkejar memperbaiki satu persatu birokrasi edan dan banyaknya pintu2 yg harus dilewati hanya karena ingin ke ruang dapur.
Namun kondisi sekarang ini hampir di banyak negara terhantam badai ekonomi dan kesehatan karna koronak.
Badai ini belum jelas kapan selesainya.
Sedangkan PHK massal dan jumlah penggangguran jelas terlihat sekarang ini.
Karena yang harus di bereskan sekaligus bukan hanya soal birokrasi yg bertele2.
Namun ada banyak hal lain yg berkaitan dengan kenyamanan investor tuk inves di Indonesia.
Semua negara ASEAN mungkin mereka saling bersahabat namun urusan bisnis tidak ada kata sahabat.
Yang ada saling menguntungkan atau bersaing mendapat keuntungan.
Jelas ada persaingan ketat selama beberapa dekade ini.
Vietnam yg negara kecil saja sudah sejajar ekonominya dengan negara2 besar di ASEAN termasuk Indonesia.

Bukan hanya buruh saja yg punya mau ingin sejahtera tapi pengusaha juga mau perusahaannya sejahtera juga dan ini harus di cari titik balancenya.
Itu perlu waktu cukup panjang.
Tapi kebutuhan akan lapangan kerja sangat urgen akibat badai koronak kemudian bagaimana meminimalkan jumlah penggangguran yg tiap tahun lahir sebanyak 3 juta.

Ibarat strategi bola...

Tiki taka atau catenaccio kagak bakal bisa menang melawan lawan saat ini.
Hanya kick and rush yang mungkin bisa memberi peluang lebih besar menang.

emoticon-Cool
Diubah oleh gabener.edan 23-10-2020 19:06
RibaoAvatar border
nomoreliesAvatar border
durexzAvatar border
durexz dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.8K
46
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.