titisrahma
TS
titisrahma
Efek Sampah Organik terhadap Perubahan Iklim


Perubahan iklim.
Mendengar frase itu pasti kalian sudah paham bahwa hal itu sedang menjadi ancaman lingkungan yang cukup serius. Nggak hanya Kementerian Lingkungan Hidup saja, lembaga-lembaga dan komunitas yang concern dibidang lingkungan sedang mencoba berbagai cara untuk mencegah hal tersebut.

Sebenarnya faktor utamanya apa sih?

Oke, kita perlu tau dulu definisi perubahan iklim. Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), perubahan iklim adalah perubahan komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim secara alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer bisa juga disebut sebagai Gas Rumah Kaca (GRK) yang terdiri dari karbon dioksida, nitrogen, metana, dll. Yang kita rasakan saat ini, perubahan komposisi atmosfer menyebabkan pemanasan global.

Nah, ngomongin soal GRK, kiat cenderung menganggap bahwa GRK sangat merugikan. Sebenarnya GRK ini berfungsi untuk menjaga suhu bumi agar tetap stabil. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata konsentrasi komponen penyusun GRK semakin meningkat. Penyebabnya bisa jadi proses alam secara alami dan juga kegiatan manusia.

Ternyata yang semakin mempertebal GRK tidak hanya aktivitas yang menghasilkan asap. Sampah organik yang kita buang setiap hari ternyata berpengaruh besar terhadap peningkatan efek rumah kaca.

Sampah organik secara alamiah terurai menjadi karbon dioksida. Namun mekanisme ini terjadi ketika kadar oksigen tersedia dalam jumlah cukup (aerob). Nah, karbon dioksida yang dihasilkan dari proses ini memang berpengaruh besar terhadap peningkatan efek rumah kaca. Namun gas ini masih bisa diserap kembali oleh tanaman untuk proses fotosintesis, sehingga pengaruhnya masih bisa dikurangi. Ceritanya akan berbeda jika proses penguraian sampah organik tidak diimbangi dengan ketersediaan oksigen yang cukup (anaerob). Gas yang dominan dihasilkan adalah gas metana. Gas inilah yang sebenarnya secara signifikan meningkatkan efek rumah kaca.

Kapan kondisi anaerob ini bisa terjadi?

Jawabannya adalah ketika jumlah sampah organik sangat menumpuk.

Kondisi tersebut utamanya terjadi di TPA. Dengan jumlah sampah yang demikian banyak kadar oksigen disana tidak seimbang. Untuk sampah yang berada di timbunan paling luar mungkin akan terurai secara aerobik. Namun bagaimana kabarnya sampah di timbunan paling bawah. Hampir dipastikan, mereka terurai secara anaerobik sehingga menghasilkan metana. Jika metana dihasilkan dalam jumlah besar dan terus menerus, tentu saja akan memperparah efek rumah kaca.

Lalu bagaimana solusinya?

Solusinya adalah mengolah sampah secara mandiri. Caranya dengan menyediakan area khusus untuk menampung sampah organik agar terurai secara alami. Jika masing-masing rumah dapat mengolah sampah organiknya sendiri, tentu tidak akan terjadi penumpukan sampah di TPA.

Bagi masyarakat perkotaan memang cukup sulit untuk melakukan ini karena keterbatasan lahan. Namun untuk kebanyakana masyarakat desa seperti saya, hal itu sudah menjadi tradisi. Masyarakat desa seringkali membuat lubang dangkal berukuran kira-kira 1x1,5 meter di belakang rumah bahkan di depan rumah khusus untuk menampung sampah organik. Jika jumlah sampahnya normal, tidak akan menimbulkan bau yang tidak sedap kok.

Nah Gan Sis, pengen nyoba juga nggak?

Yuk, rame-rame bantu mencegah perubahan iklim dari rumah.

Anw, terimakasih sudah mampir di thread ini.

Salam,,,
Gegan91zionttien212700
tien212700 dan 31 lainnya memberi reputasi
30
5.4K
81
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Green Lifestyle
Green Lifestyle
icon
3KThread3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.