• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Pierre Tendean, Letnan Ganteng Incaran Mojang Bandung yang Jadi Korban G30S/PKI

berry.whiteAvatar border
TS
berry.white
Pierre Tendean, Letnan Ganteng Incaran Mojang Bandung yang Jadi Korban G30S/PKI


Letnan Satu Corps Zeni Pierre Andreas Tendean atau lebih dikenal dengan Pierre Tendean merupakan ajudan Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Kasab) Jenderal AH Nasution.

Saat Kasab Jenderal AH Nasution yang kala itu menjadi Menhankam sedang memberikan ceramah di depan sebuah kampus, para mahasiswi tak bisa memalingkan matanya dari podium

Rupanya, ada Pierre Tendean, pria berkulit putih dan bertubuh atletis yang berdiri di belakang AH Nasution. Pierre Tendean memang dikenal ganteng, hingga di kalangan mahasiswi ada sebuah lelucon.
"Telinga untuk Jenderal Nasution, tapi mata untuk Letnan Tendean," kata para mahasiswi kala itu.
Saat menempuh pendidikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD), Pierre Tendean juga membuat mojang Bandung terpesona.
Bahkan, ia dijuluki Robert Wagner dari Panorama. Robert Wagner adalah bintang film terkenal pada era 1950-an, sementara Panorama adalah nama daerah di Bandung tempat ATEKAD berlokasi.
"Setiap Pierre memimpin parade taruna, sosoknya selalu menarik perhatian," demikian dicatat Pusat Sejarah TNI.
Rooswidiati, adik Pierre Tendean juga membenarkan kalau kakaknya menjadi idola gadis-gadis muda di Bandung saat itu.
"Banyak yang kesengsem. Dia adalah favorit para mahasiswi yang kuliah di sekitar Panorama. Satu lagi kelebihan Pierre, dia mudah bergaul," kata Roosdiawati dalam kesaksiannya untuk buku Kunang-Kunang Kebenaran di Langit Malam.

Pierre Fokus Pendidikan

PerbesarSalah satu Pahlawan Revolusi korban G30S/PKI ternyata tampan banget dan bisa bikin hatimu meleleh. Dialah Kapten Anumerta Pierre Tendean


Namun sang adik Roosdiawati mengingat, tak ada gadis yang dipacari kakaknya saat sekolah di ATEKAD. Pierre kelihatan lebih serius menekuni sekolah militernya daripada jalan-jalan dengan para mahasiswi itu.
Pendidikan di ATEKAD menitikberatkan pada bidang konstruksi dan teknik sipil selain bidang kemiliteran. Lama pendidikan untuk menjadi perwira zeni adalah empat tahun.
Jadi tentara memang pilihan hidup Pierre Tendean. Setelah lulus SMA di Semarang, dia enggan mengikuti jejak ayahnya Dr AL Tendean, seorang dokter berdarah Minahasa.
Konon kabarnya, Pierre sengaja mengerjakan tes asal-asalan saat mengikuti ujian Fakultas Kedokteran agar tak lolos.
Namun ketika mendaftar akademi militer, Pierre mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Ia pun berasil lolos menjadi taruna angkatan darat pada 1958. Walau pada saat itu yang mendukung Pierre hanya Mitzi, kakak sulungnya.
Ibu Pierre adalah Maria Elisabeth Cornet, seorang wanita Indonesia berdarah Prancis. Dari ibunya, Pierre memperoleh kulit putih dan tubuh tinggi.
Pierre Tendean memiki 2 saudara kandung, yaitu kakaknya Mitzi Farre dan adiknya Roosdiawati. Ia merupakan anak laki-laki satu-satunya.



Perjalanan Karier Militer

Perbesar


Kapten Anumerta Pierre Tendean, Pahlawan Revolusi Paling Menawan | Via: kaskus.co.id

Operasi penumpasan pemberontakan di Sumatera menjadi pengalaman tempur pertama bagi Pierre. Saat itu Pierre masih Kopral Taruna. Dia diberi kesempatan magang untuk merasakan medan pertempuran sesungguhnya.
Pada 1962, Pierre lulus dari ATEKAD dan menyandang pangkat Letnan Dua. Jabatan pertamanya sebagai Komandan Peleton pada Batalyon Zeni Tempur 2/Kodam II di Medan.
Pierre tak lama menjadi komandan peleton. Saat persiapan Dwi Komando Rakyat, konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris, dia ditugaskan mengikuti sekolah intelijen di Bogor.
Pierre kemudian ditugaskan di garis depan untuk menyusup ke Singapura dan Johor menyamar sebagai turis.
Dengan postur seperti bule, imigrasi tak curiga pria ini sebenarnya intelijen yang sedang mengumpulkan data.
Tugas menantang bahaya seperti ini rupanya disenangi Pierre. Namun sang ibu selalu khawatir. Dia meminta anaknya tak lagi bertugas di garis depan.


Mulai Jadi Ajudan Jenderal AH Nasution


Perbesar


Patung Jendral AH Nasution yang terpajang di Museum AH Nasution di Menteng, Jakarta, Sabtu (30/9). Museum ini semula adalah kediaman pribadi dari Pak Nasution yang ditempati bersama dengan keluarganya sejak tahun 1949. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Akhirnya, Pierre mau menerima tugas sebagai ajudan Menhankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal AH Nasution. Dia bertugas mulai 15 April 1965.
Nasution dan istri memang sudah kenal dekat dengan keluarga Tendean. Ibu Nasution bahkan sudah mengenal Pierre sejak kecil. Selama di Bandung, Pierre juga sempat tinggal di kediaman keluarga Nasution.
Faktanya, tak hanya Jenderal Nasution yang ingin Pierre menjadi ajudannya. Jenderal Hartawan dan Jenderal Dandi Kadarsan juga menginginkan Pierre Tendean.
"Hanya untuk satu tahun saja, setelah itu saya akan minta dipindah," kata Pierre pada salah satu rekannya.
Pierre agaknya lebih nyaman menjadi perwira tempur lapangan daripada menjadi ajudan pejabat yang harus kental memegang protokoler.


Jadi Korban Kekejaman G30S/PKI


Perbesar


Kapten Anumerta Pierre Tendean, Pahlawan Revolusi Paling Menawan | Via: kaskus.co.id

Namun baru enam bulan bertugas, terjadilah tragedi maut G30S/PKI. Sekelompok tentara Tjakrabirawa menerobos masuk ke kediaman Jenderal ah Nasution.
Ironisnya, Pierre saat itu sebenarnya sudah turun piket. Dia SUDAH berencana pulang ke Semarang untuk merayakan hari ulang tahun ibunya yang jatuh pada tepat 30 September. Pada 30 sore, dia berencana langsung pulang ke Semarang, namun dicegah keluarga Nasution.
"Besok pagi saja. Bermalam dulu, tak aman pergi malam-malam," ujar Edi Suparno, penjaga Museum Jenderal Besar AH Nasution, menirukan suasana sore itu.
Lantas, ketika jelang tengah malam, Pierre bangun karena mendengar suara ribut. Seorang anak Nasution berlari untuk berlindung ke kamar paviliunnya.
Pierre mengenakan jaket dan keluar menyandang senapan. Tak jelas, di mana ajudan pengganti yang seharusnya bertugas menggantikan Pierre pada malam itu.
"Siapa di sana. Letakkan senjata!" bentak para penculik sambil menodongkan senjata.
"Saya Nasution," katanya gagah pada para penculik.
Sementara itu Jenderal Nasution bisa menyelamatkan diri dengan cara melompat tembok ke Kedutaan Besar Irak yang berada di sebelah rumahnya.
Pierre segera diikat dan dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur. Di sana sudah berkumpul tentara dan pemuda rakyat pendukung Gerakan 30 September.
Pierre sempat melawan saat mau ditembak. Akhirnya dia didudukkan paksa dan ditembak empat kali dari belakang.
Jenazah Pierre dimasukkan paling akhir ke sumur tua itu. Sebelum ditutup tanah, seorang tentara merah memberondongkan senjata ke dalam lubang untuk memastikan semua korban tewas.
Usia Pierre baru 26 tahun saat dibunuh. Dia menjadi korban termuda dan satu-satunya perwira pertama yang jadi korban penculikan gerombolan Letkol Untung.
Anak laki satu-satunya kesayangan sang Ibu pun tak pernah lagi pulang ke Semarang.


Lantas bagaimana nasib sang ibunda tercinta yang sedang berulang tahun dan menunggu ucapan selamat ulang tahun dari anak laki satu-satunya ini, yang dengan setia ditunggunya sampai larut malam.

Menurut buku biografi Pierre Tendean lainnya, yang berjudul Sang Patriot Pierre Tendean , Ibunda beliau menunggu kepulangan Pierre di depan rumah, selama berhari-hari dan sampat izin cuti tanggal 1 Oktober 1965 untuk pulang ke rumah. Beliau menunggu Pierre, karena tgl 1 Oktober 1965 dia janji pulang.

Sampai akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1965, Pemerintah RI kemudian mengirim pesawat untuk menjemput keluarga Pierre Tendean di Semarang.

Betapa terpukulnya hati wanita yang begitu menantikan ucapan selamat ulang tahun dari putera semata wayangnya ini, ketika yang didapati justeru adalah peti mati yang didalamnya terbujur jenazah Pierre Tendean . Sang ibu menangis dan meratap, “Pierre, Pierre, mijn jongen, wat is er met jou gebeurd (Pierre, Pierre, anakku, apa yang terjadi denganmu)".

Cornet yang terpukul atas kepergian anaknya semata wayang untuk selama lamanya, kerap mengunjungi makam Pierre sambil memborong banyak bunga angrek untuk menutupi seluruh makam anak tercintanya ini.

Gugurnya Pierre Tendenan akibat kekejaman PKI, membuat kesehatan Cornet menurun. Sampai akhirnya dirinya jatuh sakit, dan pada 19 Agustus 1967 ia meninggal dunia. Sebelum meninggal, Cornet sempat berpesan agar jenazahnya ditutupi dengan selimut milik Pierre.

Sementara Rukmini, terpaksa mengubur rencana pernikahannya dengan Pierre Tendean , yang akan di langsungkan dua bulan lagi, kekasihnya tewas di malam 30 September itu. Tanggal 31 Juli 1965 saat lamaran, menjadi pertemuan terakhir Pierre dan Rukmini. Butuh waktu 5 tahun bagi Rukmini untuk mengikhlaskan Pierre dan menikah dengan pria lain.

Pierre Tendean dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bersama enam perwira korban Gerakan 30 September lainnya, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965.(*)



JANGAN LUPAKAN SEJARAH...JAS MERAH



Diubah oleh berry.white 30-09-2020 08:44
JonantaraaAvatar border
babyabsAvatar border
babyabs dan Jonantaraa memberi reputasi
2
2.4K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.