- Beranda
- Stories from the Heart
Takdir Cinta Wanita Murahan Part II
...
TS
tutorialhidup
Takdir Cinta Wanita Murahan Part II
Quote:
"Maaf, aku sudah terlanjur menyerahkan kasus prostitusi ini pada kepolisian." Ucap Ali.
"Kenapa kamu melakukan itu? Kamu tak memikirkan bagaimana perasaanku mengetahui ibuku yang sekarang menjadi buronan." Ujarku sedikit membentaknya.
"Bahkan ini aku lakukan karena memikirkan perasaanmu. Aku yakin kamu pasti sangat tertekan selalu di paksa melayani lelaki hidung belang setiap malam."
Tangisanku menjadi, aku bodoh. Aku seakan mengajak Ali bertengkar mempermasalahkan kasus ibuku yang sekarang menjadi buronan. Ali, benar. Benar sekali, memang aku sangat tertekan selalu di paksa menjadi wanita malam, tetapi Ali juga harus mengerti bahwa dia, ibuku. Sosok yang telah melahirkanku. Dan siapapun dia, berapa banyak pun salahnya, dia akan tetap menjadi ibuku.
"Sudahlah, ini memang yang terbaik. Mungkin, hanya dengan ini jalan ibumu bertaubat."
Akh, aku semakin merasa bodoh. Jalan bertaubat, mengapa aku tak pernah memikirkan hal itu. Jeruji besi mungkin jawaban atas setiap do'a ku yang akhir-akhir ini selalu ku panjatkan. Iya, kehidupan terkurung di penjara akan menyadarkan ibuku bahwa kehidupan bebas sungguh sangat menyedihkan dan memalukan. Lekas, bertaubat ibu.
"Ali, maaf."
"Kok, kamu minta maaf, sih?"
"Aku tadi sempat pakai emosi saat tahu ibuku menjadi buronan."
"Tak apa, sekarang aku sedang berfikir. Aku sedang meminta di sepertiga malamku. Jalan terbaik untuk aku bisa menyelamatkanmu sepenuhnya dari dunia malam itu."
"Tak usah ambil pusing. Aku, bisa di tampung hidup untuk sekedar makan dan tidur di sini saja sudah sangat bersyukur."
Senyuman tipis Ali, ah, aku sangat menyukai senyuman itu. Terkesan di sembunyikan namun dimata ku masih tetap jelas lekukan itu terpancar.
"Titha, seandainya kalau ada yang berniat meminangmu, apa kau mau?" Aku, tertegun. Apa maksud Ali menanyakan hal itu kepadaku?.
"Hmm, tidak." Dengan cepat ku sanggah ucapanya itu.
"Mengapa?" Tampak jelas raut wajah heran disana. Kedua alisnya yang saling bertaut menambah kesan penasaran dalam benaknya.
"Aku merasa tak pantas untuk dimiliki seseorang." Iya, saat ini tatapan menghunus itu kembali menghujam ku.
"Manusia diciptakan saling berpasang-pasangan. Apa kau ingin di azab karena melawan kehendak Allah?" Aku dengan tegas dan setenang mungkin memaknai setiap kata yang keluar dari mulut lelaki itu.
"Aku tahu, tapi jodoh yang telah Allah siapkan untukku mungkin sangat rugi jika memilikiku. Apalagi setelah ia tahu bahwa aku sendiri telah kehilangan mahkota kehormatanku sebagai wanita."
"Lagi pula, siapa juga yang berniat untuk menjadikan ku sebagai istrinya. Aku wanita hina, belum lagi aku buta dan tuli bahkan lari dari agama islam."
"Aku, aku berniat untuk mempersuntingmu."
Sontak mataku membelakak. Desiran halus dalam jantungku seakan memompa si merah dengan kecepatan berkali lipat.
"Aku tidak suka di permainkan."
Yang benar saja, ia mengetahui betapa kotornya tubuh ini. Tapi, mendengar niatnya hendak mempersuntingku, sempat membuat gejolak gusar meronta. Ia seakan sedang memainkan sebuah lelucon. Bagiku, menikah adalah jenjang yang tak patut untuk dibuat bahan tertawa bahkan remehan.
"Insya Allah, ini murni dari hatiku."
"Jika kau ingin menikahiku hanya karena rasa iba, aku tak mau."
"Tidak, bukan iba yang mendatangkan niat ini. Kau tahu, semenjak akhir-akhir ini, setiap malam aku selalu melihatmu berjalan . Kadang tergopoh-gopoh, kadang sempoyongan, kadang menangis menjerit keras di tepi jalan. Hingga akhirnya pingsan. Lalu, saat sadar kau pasti telah berada di rumahmu. Yang membawa mu ke rumahmu adalah aku. Apa kau tak menyadarinya?"
"Bukan iba yang mendatangkan niat ini, aku memang telah menaruh rasa padamu sejak maalam itu." Aku terdiam seribu bahasa. Dia mencintaiku, ah, sangat tidak mungkin.
"Fikirkan dengan otak jernih mu. Aku sudah kotor, aku wanita hina, aku bukan gadis lagi. Sudah berapa banyak lelaki yang menikmati tubuh ini, dan kau bersedia untuk menjadi yang kesekian?. Bodoh,"
"Kau tahu, dalam hal mencintai hanya perasaan yang mengambil alih segalanya. Tak ada guna otak. Aku bukan bodoh, seandaimya kau sebut pula aku gila, bagiku tak apa."
"Lantas, jika seperti itu. Kau yang harus bertanggung jawab atas ke-majnun-an ini." Lanjutnya tanpa menatap kedua mataku. Saat ini, ia masih sadar dan tahu betul, aku bukan makhromnya.
"Lupakan saja niat konyol mu itu. Aku, permisi."
***
"Ah, mengapa takdirku semenyedihkan ini, ya Allah?. Seandainya tubuh ini masih suci, aku telah bisa membangun rumah tangga dengan lelaki yang sudah terbukti akhlak dan kepribadiannya bagus." Aku menjerit dalam batinku. Ingin saja ku berteriak menghilangkan segala gundah gulana yang menyangkut di benakku. Namun, aku tahu, ini hanya kamar yang status ku pun hanya sebagai penumpang.
*Bersumbing
cakramukti dan 4 lainnya memberi reputasi
5
989
Kutip
14
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•41.6KAnggota
Terlama
Thread Digembok