robbolaAvatar border
TS
robbola
dua menit memelukku

"Non, sudah ditunggu tuan. Hayuk turun, nanti ditinggal kalau kelamaan." Panggilan wanita paruh baya itu membuat Angel menghentikan jarinya yang sedang menulis.

"Bentar." Sedikit Angel menambahkan tanda tangan di pojok kanan lembar diary-nya. Kemudian menggandeng keluar ART yang sudah dianggap ibunya itu.

"Bu Wina udah siapin bekal?" tanyanya sembari mereka menuruni anak tangga, hanya anggukan dan senyum manis yang menjadi balasan Wina.

Setelah mengambil bekal, gadis yang baru saja berusia lima belas tahun itu menyusul sang ayah di depan rumah. Benar saja ayahnya sudah stand by di mobil.

"Pagi, Yah," sapanya setelah masuk ke mobil.

"Hmm." Fery hanya mendeham menanggapi anak semata wayangnya itu.

Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan di antara ayah dan anak itu. Tak ada yang membuka suara, bagi Angel ini bukanlah hal yang asing lagi. Bahkan ia merasa jarak mereka setiap hari, jam, menit, bahkan setiap detik semakin menjauh.

'Astaga aku lupa!' batin Angel, sembari menepuk dahinya. Ia mengutuk diri sendiri yang pelupa.

"Yah, kita balik lagi, ya?" pintanya pada Fery, lelaki itu mengernyitkan dahi.

"Ada apa?"

"Emm ... Angel mau ngambil kotak pensil," dusta Angel yang membuatnya beristighfar di dalam hati, meminta maaf karena telah berbohong.

"Beli saja di sekolah, ayah ada meeting." Feri kembali fokus menyetir, tanpa memikirkan lagi permintaan Angel.

Gadis bermata coklat serta kulit putih itu hanya bisa pasrah. Dibukanya kaca mobil, membuat angin menerpa jilbab putih yang ia kenakan.

Tak lama mobil berhenti di depan sekolah Angel, ia mencium punggung tangan ayahnya kemudian keluar mobil.

"Eh? Kok ayah balik lagi? Apa meeting di luar, ya?" Tak mau ambil pusing Angel langsung masuk ke sekolahnya, anak-anak lain juga sudah tampak mulai berbaris di lapangan.

Sementara Fery kembali ke rumah untuk mengambil berkas yang tertinggal di rumah. Ia Melajukan mobil dengan kecepatan tinggi karena ia hanya menunda meeting selama tiga puluh menit.

Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai ke rumah, Fery berteriak memanggil Wina saat berkas yang tadi pagi ia taruh di meja ruang tamu tidak ada.

"Bi Wina! Bi!" Ia tak kunjung menemukan wanita paruh baya itu, di dapur, taman belakang, bahkan gudang.

"Ke mana, sih?" Lelaki berhidung mancung itu terlihat menahan amarah karena Wina tak kunjung menyahut.

Dengan langkah cepat ia menaiki tangga, kemudian masuk ke kamar Angel. Biasanya Wina akan membersihkan kamar itu, tapi kali ini ia tak ada di sana.

"Arg!" Feri mengusap rambut frustasi, tanpa sengaja netranya melihat diary yang tergeletak di meja belajar Angel.

Lelaki itu tampak mengernyitkan dahi karena halaman yang terbuka menunjukkan tulisan 'Ayah' di baris pertama. Entah kenapa ia merasa penasaran.

Tangannya gemetar saat mulai membaca tulisan Angel.

'3 Agustus 2020 (07.15)

Dear, Diary.

Jika sebelumnya aku menganggapmu sebagai ayah. Maka, hari ini 'kan menganggapmu sebagai buku tempat mencurahkan isi hati. Bahkan diri ini berharap kamu tidak memberi tahu siapa pun tentang apa yang Zahara Angelina tulis hari ini.

Sudah tiga tahun mama pergi dan hari ini adalah ulang tahunku ke 15. Namun, sedikit berbeda karena ayah belum memberi diary seperti dua tahun sebelumnya.

Selama ini aku mengangap ayah sibuk bekerja hanya demi anaknya, tapi sekarang aku tahu. Itu ia lakukan karena lebih mencintai pekerjaan. Selama ini juga diri ini selalu bangga dengannya. Setiap hari tak pernah tertinggal tulisan yang memuji ayah.

Kata Mia ayah itu sangat setia karena tak pernah menikah lagi walau mama sudah meninggal. Ia iri denganku karena memiliki orang tua yang saling mencintai. Ayah Mia tidak setia dengan ibunya, dengan alasan tak mencintai ibu Mia.

Sebelum mama pergi ia mengatakan ayah sibuk untuk kami dan aku percaya. Namun, sekarang tidak lagi. Semakin diri ini tumbuh semakin paham pula dengan yang terjadi.

Dua tahun lalu saat ulang tahunku ayah hanya memberi selamat hanya sepuluh detik. Maka, kali ini aku berharap ia memberi selamat dan memelukku selama dua menit.'

Kemudian terlihat nama dan tanda tangan Angel di akhir.

"Ha." Fery berusaha menahan gejolak di dada, air mata mulai menetes dari pelupuk mata. Kemudian ia juga melihat diary yang pertama ia berikan kepada Angel.

Dadanya makin sesak, membaca tulisan Angel yang selalu memujinya. Setelah sang istri meninggal, Fery memberikan diary supaya Angel tak memintanya sebagai tempat berbagi cerita.

Tangan kekar itu merogoh ponsel dari saku karena sejak tadi bergetar.

"Batalkan semua meeting hari ini! Saya ada urusan keluarga," titahnya dengan tegas.

[Baik, tapi apa ada kerabat bapak yang meninggal sehingga meeting dibatalkan?]

"Apa maksud kamu?!" Mendengar pertanyaan itu membuat darahnya mendidih.

[Maaf, Pak saya salah. Soalnya Bapak jarang sekali membatalkan meeting dengan alasan keluarga, seingat saya hanya ketika ibu meninggal. Makanya–] Belum sempat sekretarisnya meneruskan penjelasan, tapi Fery sudah terlebih dulu menutup sambungan telepon.

Fery tak pernah mengerti dengan anaknya, selama ini ia mengira Angel selalu bahagia. Ia berpikir semakin banyak uang yang diberikan, maka semakin bahagia pula putri kecilnya.

"Angel, maafin ayah ...," lirihnya.

Fery hanya mengenal putri kecilnya sebagai anak yang tak pernah menuntut apa pun, ia selalu menuruti apa katanya.

"Angel benar-benar mirip dengan kamu, Farah. Tak pernah menuntut, Angel selalu menerima." Fery mengingat bagaimana dulu sang istri tak pernah menceritakan penyakit yang ia derita, hingga akhirnya meninggal.

Fery bergegas keluar kamar. Baru saja hendak berteriak memanggil Wina, tapi wanita itu sudah nampak di matanya.

"Bibi dari mana aja, sih? Saya cariin lho dari tadi." Fery tetap kesal karena baru menemukan Wina.

"Maaf, Tuan tadi saya ke pasar untuk membeli bahan masakan," jawab Wina, ia merasa tidak enak karena terlalu lama memilih sayur.

"Ya sudah, sekarang siapkan apa yang saya mau." Lelaki itu mulai menjelaskan apa yang ia inginkan, sementara Wina hanya mengangguk paham.

"Oh, yaa ... emm Angel pulang sekolah jam berapa?" Ia merasa malu menanyakan itu, sebagai seorang ayah ia bahkan tak tau banyak tentang Angel.

"Jam setengah dua, Tuan."

***

"Pesta, kado semua sudah siap!" Fery sangat puas karena semua pesta untuk merayakan ulang tahun putrinya sudah siap. Sekarang ia sedang menunggu dalam mobil tepat di seberang sekolah Angel.

Bel sudah berbunyi, anak-anak berhamburan keluar kelas. Fery juga ikut keluar mobil, tak lupa membawa kado dan buket yang tadi dibeli. Celingak-celinguk ia mencari Angel. Sekolah mulai sepi, tapi ia tak juga melihat Angel keluar.

"Angel!" panggilnya sembari melambaikan tangan dengan buketnya. Gadis itu tampak syok, tak pernah menyangka ayahnya bisa begitu. Menjemput dengan membawa diary yang sudah diberikan pita, juga buket bunga.

Fery berjalan menghampiri Angel, tangan terentang siap memeluk putri kecilnya. Namun, semuanya tak seperti yanh yang diharapkan. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabrak Fery hingga terpental jauh, Angel yang menyaksikan itu menjerit kaget.

"Ayah!" Semua tulangnya seakan patah, ia terduduk lemas. Mia yang melihat Angel langsung membantunya berdiri, kemudian Angel berlari menghampiri sang ayah.

"Ha! Ayahh!" jeritnya histeris saat melihat Fery sudah belumur darah.

"Ayah, bangun! Ayah!" Sebisa mungkin ia membangunkan ayahnya, sementara ambulance tak kunjung datang.

Gadis itu semakin menangis melihat diary yang dipegang Fery ikut berlumur darah. Angel tak berhenti menangis, ia mengabaikan semua perkataan Mia. Tangisnya semakin pecah saat seseorang memeriksa nadi ayahnya, tapi tak lama lelaki itu menutupi tubuh Fery dengan koran.

"Kenapa? Jangan ditutupin!" teriak Angel lalu membuka kembali koran yang menutupi tubuh sang ayah.

"Angel." Mia mencoba menenangkan sahabatnya dengan memeluknya erat.

Pesta ulang tahun seketika berubah menjadi momen duka, langit yang tadi cerah mulai meneteskan titik-titik kecil. Angel tak berhenti menangis sampai Fery dimasukkan ke liang lahat. Bahkan ia sempat beberapa kali pingsan.

***

'3 Agustus 2020 (23.45)

Dear, Diary.

Apakah kamu tahu? Untuk ke dua kalinya di hari ulang tahunku, seorang Angel kehilangan orang yang sangat dicintai. Tiga tahun lalu ibu pergi dan sekarang ayah juga.

Allah benar-benar mengizinkanku untuk memeluknya, bahkan lebih dari dua menit seperti yang kupinta. Namun, kali ini dengan keadaan berbeda. Aku bisa memeluknya saat ia telah pergi.

Jika memang ini jalanku, maka aku berharap Allah memberiku kekuatan. Manusia hanya bisa berencana, tapi Dialah yang memutuskan.

Zahara Angelina.'

The end.
anton2019827Avatar border
eja2112Avatar border
nomoreliesAvatar border
nomorelies dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.3K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.