.noiss.
TS
.noiss.
Pembobol Data Denny Siregar Ditangkap, Kalau Peretas WA Ravio Patra Kapan?
Sabtu, 11 Juli 2020




Anggota DPR RI fraksi Partai Gerindra Habiburokhman mempertanyakan mengenai perkembangan kasus peretasan WhatsApp yang dialami aktivis Ravio Patra. Ia membandingkan dengan kasus pembobol data pribadi Denny Siregar yang langsung dibekuk oleh polisi.

Hal itu disampaikan oleh Habiburokhman melalui akun Twitter miliknya @habiburokhman. Dalam kasus kebocoran data Denny Siregar, polisi hanya membutuhkan waktu satu hari untuk membekuk pelaku usai mendapatkan laporan.

"Pembobol data pribadi Denny Siregar dilaporkan pada 8 Juli 2020, terduga pelaku ditangkap tanggal 9 Juli 2020 (hanya satu hari)" kata Habiburokhman seperti dikutip Suara.com, Sabtu (11/7/2020).

Sementara itu, kasus peretasan WhatsApp milik Ravio Patra telah dilaporkan pada 27 April 2020. Namun, hingga kini belum muncul tanda-tanda pelaku peretasan ditangkap oleh polisi.

Habiburokhman merasa aneh dengan kasus tersebut. Ia mempertanyakan perbedaan diantara kedua kasus tersebut sehingga proses penyelesaiannya yang berbeda.

"Peretasan akun WhatsApp Ravio Patra dilaporkan tanggal 27 April 2020, kapan pelakunya bisa ditangkap? Apa yang membedakan dua kasus itu?" ungkap Habiburokhman.

Habiburokhman menegaskan, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum tanpa pengecualian. Ia meminta aparat mewujudkan keadilan bagi seluruh warga negara, tidak peduli ia oposisi atau bukan.

"Siapapun yang melanggar hukum memang harus ditangkap. Tapi satu PR besar penyelenggara negara di bidang hukum adalah bagaimana mewujudkan equility before the law. Jangan yang berseberangan dengan penguasa cepat ditangkap, yang sebaliknya lamban diusut," tuturnya.

Aktivis Ravio Patra resmi melaporkan kasus peretasan akun WhatsApp pribadinya hingga akhirnya ditangkap polisi karena dituduh melakukan penghasutan kepada publik agar melakukan penjarahan. Dalam laporan tersebut, Ravio melaporkan dugaan tindak pidana peretasan atau menerobos sistem elektronik sebagaimana pasal 30 ayat (3) jo 46 ayat (3) UU 19 tahun 2016 tentang ITE.

Ravio Patra sempat ditangkap setelah akhirnya dibebaskan lantaran diduga melakukan penghasutan agar publik melakukan penjarahan melalui WhatsApp. Sesaat sebelum ditangkap, Ravio disebut sempat menerima telepon dari dua orang misterius berinisial AKBP HS dan Kol ATD.

https://www.suara.com/news/2020/07/1...io-patra-kapan


WhatsApp di pusaran kasus peretasan.

Akun pegiat demokrasi Ravio Patria dan seniman Danton Sihombing diretas. Motif pelaku berbeda.


Jumat, 01 Mei 2020

(#KASUS PERETASAN WHATSAPP AKTIVITIS RAVIO PATRA)


Aktivis demokrasi Ravio Patra mendatangi Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Senin (27/4) sore. Didampingi empat kuasa hukum dari Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok), Ravio resmi melayangkan laporan dugaan peretasan akun WhatsApp miliknya. 

"Yang jelas laporan Ravio sudah diterima. Kita berharap bisa segera ditindaklanjuti polisi," kata salah satu kuasa hukum Ravio, Era Purnama Sari saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Selasa (28/4). 

Ravio sempat dijemput paksa oleh polisi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/4) malam. Menurut polisi, penangkapan Ravio berawal dari laporan seorang warga. Pelapor mengaku menerima pesan yang berisi ajakan untuk menjarah.

Setelah diselidiki, pesan provokatif itu datang dari nomor milik Ravio. Polisi pun langsung bergerak menangkap Ravio. Namun demikian, Ravio membantah mengirimkan pesan-pesan tersebut. Menurut dia, WhatsAppnya diretas ketika pesan-pesan itu dikirimkan.


Menurut Era, hingga kini polisi belum mengetahui motif pelaku meretas akun WhatsApp Ravio. Namun demikian, Era membuka kemungkinan peretasan itu terkait dengan aktivitas Ravio sebagai pegiat demokrasi dalam beberapa pekan belakangan.

"Kita belum bisa memastikan. Yang jelas dia adalah orang yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, termasuk menyoroti kebijakan penanganan Covid-19 maupun soal proyek-proyek yang melibatkan stafsus Presiden. Kasus ini penting karena peretasan berujung pada kriminalisasi aktivis," ujar Era.


Peretasan akun WhatsApp Ravio turut "diviralkan" Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto di media sosial. Menurut Damar, pada mulanya Ravio menduga akunnya diretas setelah muncul tulisan 'you've registered your number on another phone' saat akan menyalakan WhatsApp.

Saat mengecek kotak masuk SMS, Ravio menemukan ada permintaan pengiriman one time password (OTP) yang biasanya dikirimkan ke nomor pengguna untuk mengonfirmasi perubahan pada pengaturan WhatsApp.

Tak hanya itu, Ravio juga mendapat panggilan sekitar pukul 13.19 WIB hingga 14.05 WIB dari dua nomor telepon dengan kode negara Indonesia, serta nomor telepon asing dengan kode negara Malaysia dan Amerika Serikat.

Ketika diidentifikasi melalui aplikasi khusus untuk melacak identitas pemilik nomor telepon, kedua nomor tersebut ternyata milik personel Polri berinisial AKBP HS dan perwira TNI berinisial Kol ATD. 

"Kuat dugaan kami bahwa pelaku pembobolan menemukan cara mengakali nomor mereka untuk bisa mengambil alih WhatsApp yang sebelumnya didaftarkan dengan nomor Ravio," ujar Damar.


Terlepas dari diretas atau tidaknya WhatsApp Ravio, anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengatakan prosedur penangkapan peneliti di Westminster Foundation for Democracy itu sudah benar. Menurut Arteria, polisi boleh menjemput paksa Ravioa lantaran sudah mengantongi bukti-bukti. 

"Sebelum itu, kan tidak tahu WhatsAppnya diretas. Dalam perspektif penegak hukum, mereka menduga Ravio menjadi orang yang langsung yang mengirimkan pesan-pesan (bernuansa provokatif) tersebut," kata Arteria kepada Alinea.id






Meretas akun untuk menipu

(#KASUS PERETASAN WHATSAPP DANTON SIHOMBING)

Selain Ravio, kasus dugaan peretasan akun WhatsApp juga dialami pelaksana tugas Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Danton Sihombing pada 24 April lalu. Kepada Alinea.id, Danton menyatakan pelaku meretas akun WhatsAppnya untuk melakukan penipuan.

Menurut Danton, pelaku terlebih dahulu meretas akun Facebook rekannya yang tinggal di Belanda. "Saya ketemu kawan saya itu di Rotterdam pada 2016 lalu. Kami waktu itu berdiskusi soal sumbangan ke masjid di pesisir Lampung," kata Danton di Jakarta, Rabu (29/4) sore.

Pertemanan antara Danton dan rekannya itu berlanjut di Facebook. Mereka pun bertukar nomor ponsel. Tak lama sebelum WhatsApp-nya diretas, Danton mengatakan rekannya tersebut sempat mengirim pesan dengan kata-kata yang lain dari biasanya.

Ketika itu, Danton tak menaruh curiga berkepanjangan. Dia baru teringat pesan-pesan janggal rekannya itu ketika aplikasi WhatsApp di ponselnya tiba-tiba tak berfungsi karena diretas. "Gayanya lain, terus nama saya ditulis salah tiga kali," ujar Danton.

Setelah menguasai ponsel Danton, pelaku kemudian mengirim pesan yang berisikan permintaan sumbangan yang akan dikirim ke yayasan yang berkaitan dengan masjid di pesisir Lampung. "Jadi dia (pelaku) pakai nama saya untuk penipuan. Udah ada korbannya. Ada kawan yang kena," ujarnya.

Danton menuturkan, ia baru sadar WhatsAppnya diretas setelah beberapa rekannya menghubungi dia via fitur pesan di Instagram dan menelepon istrinya.

"Saya kemudian menulis status di Facebook dan Instagram agar teman-teman saya tahu jika WhatsApp saya dibajak orang. Tapi, ada teman saya yang sudah telanjur mengirim (uang),"
ujarnya.

Setelah itu, Danton kemudian menghubungi pusat bantuan WhatsApp. Sehari berselang, akun Danton berhasil dipulihkan. "Kemudian saya ke provider saya untuk ganti SIM, tapi nomor yang sama," jelas Danton.

Kasus Danton kini tengah ditangani Direktorat Cyber Crime Polda Metro Jaya. Danton juga telah menghubungi rekannya di Belanda untuk memastikan peretasan itu.

"Katanya benar jika akun Facebook rekan saya di Belanda itu diretas orang lain. Rekan saya itu sudah ganti akun Facebook baru," terang Danton.

Akun WhatsApp publik figur jadi sasaran

Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan peretasan WhatsApp marak karena aplikasi bertukar pesan itu paling banyak digunakan di Indonesia. Dalam sejumlah kasus, kata Alfons, korban peretasan ialah publik figur.

"Publik figur (jadi target karena) memang datanya mudah diketahui sehingga mengambil alih nomor WhastApp itu sangat mudah," kata Alfons kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (29/4) lalu.

Menurut dia, secara teknis akun WhatsApp juga mudah diretas. Ia mencontohkan modus membajak akun dengan duplikasi kartu SIM. Peretas, kata Alfons, hanya perlu membeli kartu dengan nomor korban dan mencari OTP WhatsApp pengguna.

"Masukan saja nomor yang diincar. Gitu lho. Lalu, WhatsApp secara otomatis memberikan pemberitahuan, 'Benar enggak mau pindah ke nomor yang diincar itu?' Kalau misalnya orang tidak sengaja mengklik itu atau karena satu dan lain hal mengklik (notifikasi) itu, maka otomatis bisa pindah,"
kata dia.

Menurut Alfons, peretasan akun bisa diminimalisasi jika pemilik aplikasi memperketat registrasi pengguna. Namun demikian, menurut Alfons, langkah itu tidak bakal diambil lantaran potensial bikin ribet pengguna dan membuat WhatsApp ditinggalkan.

"Mereka juga dilema kalau hilangkan fitur ini, misalnya orang ada ponsel baru. Mau instal WhatsApp harus izin provider dulu, mesti ke WhatsApp dulu, atau apa gitu. Mungkin mereka memikirkan sisi praktisnya saja," jelas dia.

Jumlah pengguna WhatsApp di dunia saat ini diperkirakkan telah mencapai dua miliar orang. Di Indonesia, hampir semua ponsel dipasangi aplikasi tukar pesan berlambang gagang telepon yang didominasi warna hijau itu.

Karena itu, menurut Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi, wajar jika akun WhatsApp jadi sasaran peretas. Ia menyebut jumlah kasus peretasan meningkat dalam tiga tahun terakhir. "Ini (peretasan juga seringkali) berkaitan dengan politik," ujar Heru.

Meski begitu, dugaan peretasan Ravio dan Danton perlu dibuktikan terlebih dahulu melalui digital forensik. Metode itu, kata Heru, juga bisa digunakan untuk mengetahui identitas para pelaku dan motif mereka.

"Jadi, harus memang harus diselidiki lebih jauh. Digital forensiknya yang kita bisa lihat dari hapenya. Kejadiannya seperti apa, jam berapa, mungkin kloningnya dari siapa," kata Heru.

Khusus kasus Ravio, Heru mengatakan terlalu dini untuk menyimpulkan keterlibatan aparat keamanan dalam peretasan. Menurut Heru, penegak hukum hanya diperbolehkan meretas perangkat elektronik milik seseorang untuk kasus-kasus tertentu.

"Istilahnya intersepsi. Jadi, intersepsi yang legal. Tapi, enggak sembarang yang disadap, harus ada masalahnya. Kita juga pengin tahu kasus sebenarnya seperti apa. Tapi, kita tetap melakukan praduga tak bersalah," kata dia.

Alinea.id berulangkali mencoba mengklarifikasi isu maraknya kasus dugaan peretasan kepada pihak WhatsApp. Namun, permintaan wawancara Alinea.id hanya dibalas dengan rilis pers yang isinya panduan untuk memperketat keamanan pengguna WhatsApp.

Jumlah pengguna WhatsApp di dunia saat ini diperkirakkan telah mencapai dua miliar orang. Di Indonesia, hampir semua ponsel dipasangi aplikasi tukar pesan berlambang gagang telepon yang didominasi warna hijau itu. 

Karena itu, menurut Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi, wajar jika akun WhatsApp jadi sasaran peretas. Ia menyebut jumlah kasus peretasan meningkat dalam tiga tahun terakhir. "Ini (peretasan juga seringkali) berkaitan dengan politik," ujar Heru. 

Meski begitu, dugaan peretasan Ravio dan Danton perlu dibuktikan terlebih dahulu melalui digital forensik. Metode itu, kata Heru, juga bisa digunakan untuk mengetahui identitas para pelaku dan motif mereka.

"Jadi, harus memang harus diselidiki lebih jauh. Digital forensiknya yang kita bisa lihat dari hapenya. Kejadiannya seperti apa, jam berapa, mungkin kloningnya dari siapa," kata Heru. 

Khusus kasus Ravio, Heru mengatakan terlalu dini untuk menyimpulkan keterlibatan aparat keamanan dalam peretasan. Menurut Heru, penegak hukum hanya diperbolehkan meretas perangkat elektronik milik seseorang untuk kasus-kasus tertentu.

"Istilahnya intersepsi. Jadi, intersepsi yang legal. Tapi, enggak sembarang yang disadap, harus ada masalahnya. Kita juga pengin tahu kasus sebenarnya seperti apa. Tapi, kita tetap melakukan praduga tak bersalah," kata dia. 

Alinea.id berulangkali mencoba mengklarifikasi isu maraknya kasus dugaan peretasan kepada pihak WhatsApp. Namun, permintaan wawancara Alinea.id hanya dibalas dengan rilis pers yang isinya panduan untuk memperketat keamanan pengguna WhatsApp. 

https://www.alinea.id/nasional/whats...nton-b1ZLB9tU5


Pakar keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya menanggapi kasus yang menimpa Peneliti Kebijakan Publik dan Pegiat Demokrasi Ravio Patra yang ditangkap akibat dugaan pesan berantai provokatif dari akun WhatsApp yang diretas.

Alfons menyebutkan ada tanda-tanda jika akun pengguna WhatsApp diretas seperti pengguna tidak bisa lagi menggunakan akun mereka. Alfons pun merasa heran karena hanya butuh dua jam akun WhatsApp sudah bisa digunakan kembali.

"Kita tidak bisa buka lagi dari hp kita (tanda akun WhatsApp diretas). Ajaibnya dalam waktu dua jam itu HP-nya bisa dibuka lagi. Itu luar biasa bisa memiliki akses ke WhatsApp, biasanya prosedurnya lama untuk recover (memperbaiki) akun, apalagi masa WFH (bekerja dari rumah) begini," tuturnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (23/4).


Selain itu, pengguna bisa tiba-tiba menerima kode OTP dab keluar dari aplikasi WhatsApp mereka dengan sendirinya. Ada kemungkinan nomor mereka dikloning oleh orang lain.

Untuk mengkloning nomor, pelaku mesti memiliki akses terhadap kartu SIM korban untuk melakukan pengkloningan.

Alfons pun sempat menyinggung pelaporan yang dilakukan Ravio kepada WhatsApp dan dijawab langsung oleh Head of Security WhatsApp (Kepala Keamanan)

Menurut dia, Kepala Keamanan WhatsApp mesti menganalisa lebih jauh untuk menentukan apakah akun pengguna mereka diretas atau tidak dan membutuhkan waktu seharian.

"WhatsApp akunnya lebih dari 1 miliar sedunia. Apa tidak tiap detik ada akun dibajak? Kalau harus Head of Security, yang mengurusi namanya kurang kerjaan," kata Alfons.

"Pekerjaan Head of Security mengamankan server WhatsApp dan pekerjaan lain yang lebih krusial, bukan mengurusi akun WhatsApp dibajak. Kalau pemerintah Indonesia secara resmi minta klarifikasi, baru itu urusan Head of Security," tegasnya.


Maka dari itu, Alfons menyarankan kepada pengguna WhatsApp khususnya jika tidak ingin bernasib sama dengan Ravio, bagaimana mengamankan akun. Caranya:

1. Notifikasi pop-up dari WhatsApp untuk memindahkan akun jangan pernah diindahkan jika pengguna tidak mau pindah akun ke perangkat lain.

2. Aktifkan TFA (two factor authentication). Misal akun berhasil diambil alih oleh peretas, maka WhatsApp tidak akan bisa diakses tanpa mengetahui PIN TFA yang telah dibuat sebelumnya.



Sebelumnya, Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto mengatakan Rabu (22/4) kemarin pukul 14.00 WIB, Ravio mengatakan jika ada yang meretas akun WhatsApp-nya. Kepada Damar, saat Ravio mencoba untuk menghidupkan kembali akunnya lalu muncul kalimat bertuliskan, "You've registered your number on another phone".

Kemudian Ravio mencoba memeriksa pesan masuk SMS, sebab ada permintaan untuk memasukkan kode OTP (One-Time Password).

Tak lama berselang, Damar menyarankan kepada Ravio untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak WhatsApp dan dibenarkan oleh Head of Security WhatsApp bahwa memang betul ada pembobolan akun.

Dua jam kemudian, Ravio sudah bisa menggunakan akun WhatsApp-nya kembali.

https://m.cnnindonesia.com/teknologi...pp-ravio-patra

Nahhh.........

Kasus si panjul soal kebocoran data pribadi dia di twitter itu bisa di bilang berawal dari konflik pribadi (ada sebab ada akibat) yg mana itu karyawan gondok di bully sama pendukung si panjul di tambah postingan si panjul di FB kemarin.
(Gw liat belum ada kasus serupa yg demikian yg berawal konflik pribadi antar pendukung.)

Kalo kasus peretasan whatsapp ini bisa di bilang lebih bahaya dari kasus diatas walaupun sama sama bahaya. Dan kasus RAVIO PATRA dia juga pengguna TELKOMSEL.
kalo di lihat dari sosok aktivis peneliti kebijakan publik seperti RAVIO PATRA ini yg selalu kritis sama kebijakan pemerintah bisa di bilang dia ini bukan pendukung pemerintah seperti si PANJUL.
(Lah jelas beda level lah korban nya yg satu aktivis peneliti kebijakan publik yg satu BUZZER PENGIKUT SYIAH)
emoticon-Wakaka

tapi yg jelas RAVIO PATRA juga pengguna TELKOMSEL yg sama sama JADI KORBAN!!!
yg elu elu dan elu semua bilang bahwa itu TELKOMSEL SARANG KADRUN sesuai dgn omongan si panjul.
Lah trus kenapa bisa si RAVIO PATRA jadi korban peretasan whatsapp yg dia juga pengguna TELKOMSEL sedangkan dia kritis sama pemerintah???

Makanya mikir lu yee bencoooooong...!!! JANGAN KODRAN KADRUN AJE OTAK ELU...!!!

Kalo soal boikot boikotan ada lagi kasus berkaitan sama provider pelaku nya pendukung sebelah. Yg dia kritik pemerintah "rezim kekuasaan yang paling busuk di Indonesia. bla bla bla" yg di bikin tagar BOIKOT INDOSAT karna CEO nya komen begini...


https://m.detik.com/news/berita/d-35...kot-di-twitter

Bisa di bilang BOIKOT TELKOMSEL si panjul ini aksi tandingan dari BOIKOT INDOSAT tahun 2017..

Cape deh gua...

emoticon-Wakaka
Diubah oleh .noiss. 12-07-2020 02:15
newterminalspakeenan09wisudajuni
wisudajuni dan 34 lainnya memberi reputasi
15
7.9K
237
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.