Astri.zeeAvatar border
TS
Astri.zee
Hidup Itu Tentang Memilih
Aku tidak tahu ada apa dengan orang tua satu ini. Isi hati dan pikirannya benar-benar tidak bisa ditebak. Di saat orang tua lain bangga dengan anaknya yang sukses hidup di kota, lelaki satu ini justru biasa saja. Di saat orang tua lain akan dengan senang hati mengikuti anaknya pindah ke hunian yang lebih layak, tidak dengan dirinya. Dia ayahku.

“Pak, aku mohon, jangan bikin aku makin malu. Apa kata orang-orang kampung kalau Bapak masih tinggal di sini sementara aku tinggal di rumah megah. Bisa-bisa aku dicap anak durhaka.”

Lelaki yang rambutnya nyaris berubah warna keperakan itu, mengulum senyum. Selalu seperti itu. “Yang penting, kan, kenyataannya enggak, Le.”

Menghela napas panjang, aku mencoba tak meninggikan volume suara. “Pak ... kenapa sih gak mau pindah? Rumah aku di kota lebih bagus, Bapak juga gak perlu lagi repot-repot ke laut kayak gini.” Aku menunjuk jaring ikan di lantai kayu rumah ini.

Entah sudah berapa kali aku meminta Bapak pindah. Pun ratusan kali membujuknya agar tinggal bersamaku di kota. Namun, orang tua satu-satunya yang masih kumiliki itu tak pernah mau. Bapak selalu menolak dengan alasan masih ingin tinggal di sini. Di sebuah desa dekat pesisir pantai. Desa yang beraroma lautan.

“Bapak masih ingin tinggal di sini.”
Nah, kan, apa kataku barusan?

“Pak ... tolonglah, Pak ...,” pintaku. Selain omongan para tetangga, aku juga benar-benar khawatir dengannya. Pekerjaan sebagai manager di sebuah perusahaan produk makanan membuatku tak bisa sering-sering menjenguk Bapak. Belum lagi dengan bencana alam yang menghantui kapan saja.

Bapak menepuk bahuku pelan. “Percayalah, Bapak akan lebih bahagia tinggal di sini. Insya Allah, Bapak masih bisa jaga diri,” ujarnya, seakan tahu kecamuk batinku.

Lelaki yang badannya masih tegap meski kurus itu lantas mengambil jaringnya, bersiap berangkat. Satu lagi yang tidak aku mengerti dari Bapak, masih saja pergi mencari ikan. Padahal aku rasa uang yang aku kirim tiap bulan sangat cukup membiayai hidupnya.

“Bapak ngapain sih, masih melaut? Nyari ikan? Buat dijual? Emang uang dariku kurang?” Aku mengikuti keluar rumah.

“Bapak nggak nyari ikan, Le.”

“Terus?” Alisku bertaut.

“Kamu akan tau nanti.”

Selama ini aku memang tidak pernah ikut Bapak melaut. Karena setiap berkunjung, biasanya tak sampai menginap. Berangkat pagi, pulang petang. Baru kali ini, setelah nyaris tujuh tahun, aku kembali mendatangi pantai itu. Pantai yang dulu kujadikan tempat bermain. Pantai yang airnya sewarna langit di atasnya.

Namun, apa yang aku lihat sekarang benar-benar di luar dugaan. Langkahku melambat, mulutku separuh terbuka tapi tak berucap. Pantai itu ... ramai sekali. Tak seperti dulu di mana hanya ada aku dan beberapa anak nelayan lain yang bermain dengan ombaknya. Sekarang bahkan nyaris tidak ada tempat yang tidak dijejaki manusia. Mereka berebut mencumbui laut dengan berbagai sarana yang ada.

“Tempat ini dijadikan tempat wisata, Le,” jelas Bapak tanpa kuminta.

Sempat aku dengar tentang berita itu. Pun saat memasuki kampung, ada jalur khusus yang disediakan untuk kendaraan para wisatawan. Hanya saja aku tak mengira jika akan seperti ini penampakannya.

Aku mengikuti Bapak berjalan ke sisi lain yang tidak terlalu banyak orang. Tiga buah perahu kayu tertambat di tepi pantai. Selain perahu-perahu besar lain yang digunakan untuk wisatawan tentu saja. Sepertinya tiga perahu ini milik para pencari ikan.

Membantu Bapak mendorong perahu sedikit ke tengah, aku lantas menaikinya. Kami mulai mendayung, membawa perahu berlayar di laut yang tak lagi biru.

Aku mengernyit saat baru beberapa meter, Bapak menyuruh berhenti. Dan semakin bingung saat lelaki itu turun. Memungut sesuatu dari dasar sana. Lantas kembali menaiki perahu. Meletakkan benda yang baru saja diambil ke dalam jaring.

Terbengong, aku tak bisa berkata-kata. Bukan mencari ikan alasan Bapak melaut, tapi mencari itu.

“Hidup itu tentang memilih, Le,” ujar Bapak, “sama seperti pilihanmu untuk tetap menjaga laut atau mencemarinya.”

Bersamaan dengan itu, aku lihat seseorang membuang sampah dari atas perahu.


Sumber gambar: pixabay

monkeydfarlyAvatar border
zaiimportAvatar border
LaylaJannahAvatar border
LaylaJannah dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to Heart
icon
21.6KThread27.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.