• Beranda
  • ...
  • Sports
  • Endang Witarsa : Dokter Gigi Yang Sukses Menjadi Pemain Dan Pelatih Sepakbola

si.matamalaikat
TS
si.matamalaikat
Endang Witarsa : Dokter Gigi Yang Sukses Menjadi Pemain Dan Pelatih Sepakbola
Dokter mempunyai tugas untuk menyembuhkan serta merawat orang sakit, tapi apa jadinya jika seorang dokter ikut bermain sepakbola. Bahkan menjadi pemain sekaligus pelatih yang hebat ?


Hal ini pernah terjadi dalam sejarah sepakbola kita gan, dimana ada seorang dokter gigiyang justru lebih tertarik dengan dunia sepakbola daripada dunia medis. Padahal dia sendiri sudah mendapat gelar dokter, tapi ia malah memilih berkiprah sebagai pemain sepakbola. Sosok dokter tersebut adalah Endang Witarsa.




Endang Witarsa

Sumber





Saat Masih Kecil Suka Bermain Bola


Endang Witarsa lahir di Kebumen tanggal 12 Oktober 1916 , dengan nama Liem Soen Joe. Ia anak bungsu dari sembilan bersaudara, orang tuanya memiliki usaha toko kelontong. Karena ibunya sibuk mengurus toko dan pekerjaan rumah, Endang kecil akhirnya diberi bola karet agar ia bisa main sendiri dengan bola itu.


Sejak masih kecil ia sudah menyukai sepakbola, kakak laki-lakinya sering mengajak Endang menonton latihan atau pertandingan sepakbola di alun-alun Kebumen. Kakaknya lah yang pertama kali mengajarinya menendang bola. Saat usia enam tahun, ia sudah mahir bermain si kulit bundar. Dia pun mulai ikut bermain sepakbola dengan anak-anak yang usianya lebih tua.


Menjadi anak bungsu, membuat Endang mendapat perhatian lebih dari kakak-kakaknya, termasuk sering dikasih uang jajan. Karena hal tersebut, Endang kerap mentraktir teman-temannya setelah bermain sepakbola.




Alun-alun Kebumen, tampat awal Endang mengenal sepakbola

Sumber



Es menjadi jajanan favorit Endang dan teman-temannya setelah selesai bermain sepakbola, suatu ketika saat sedang bermain bola. Endang menghampiri seorang pedagang es sambil berkata, “Es-e rika inyong borong nek inyong wis rampung bal-balan. Pokoke, rika aja kuatir." (Es kamu nanti saya borong tapi setelah kami selesai bermain sepakbola. Pokoknya, kamu tidak usah khawatir).Setiap selesai bermain bola, jika ada penjual es yang lewat. Endang akan membelikan es untuk teman-temannya.


Kecintaan Endang pada sepakbola ia perlihatkan dengan menempuh jarak puluhan sampai ratusan kilometer, dengan bersepeda demi menyaksikan pertandingan sepakbola. Ia mengajak kawan-kawannya pergi ke Purwokerto, Purworejo, Gombong, Yogyakarta, dan Kutoarjo. Jika di kota tersebut digelar pertandingan sepakbola.


Endang bahkan nekat menggenjot sepedanya dari Kebumen ke Semarang, demi menyaksikan pertandingan klub Union Semarang melawan sebuah klub dari Cina.


“Kami menempuh jarak lebih dari 200 kilometer. Karena lelah, saya sempat menginap di sebuah hotel kecil di Magelang. Satu kamar diisi beramai-ramai. Kami membayar secara patungan,". Hal ini juga dituliskan H. Isyanto, dalam bukunya yang berjudul Dokter Bola Indonesia (hlm. 16).




Pendidikan Yang Ditempuh


Endang tamat dari MULO (sekolah setingkat SMP) dan AMS B (setingkat SMA), ia kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Stovit Surabaya, sekarang Stovit menjadi Universitas Airlangga. Semasa kuliah, ia tinggal di rumah seorang Belanda, orang Belanda itu menawarinya tempat tinggal. Karena terkesan dengan kemampuannya dalam bermain bola.


Orang Belanda tersebut merupakan ketua perkumpulan sepakbola HBS, Endang diizinkan tinggal dengan syarat harus memperkuat HBS dalam setiap pertandingan. Hal ini sempat membuat marah mereka, yang tergabung dalam tim sepakbola Tionghoa Surabaya.


Klub Tionghoa FC semapat menawari Endang untuk bergabung. Namun Tawaran untuk bermain di Tionghoa FC, ditolak oleh Endang. Ia menolaknya dengan alasan, bahwa ia masih harus tinggal di rumah ketua tim sepakbola HBS, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sikapnya ini kerap mendapat ejekan dari kalangan orang Tionghoa di Surabaya, dan dicap sebagai pengkhianat oleh mereka yang tergabung dalam tim Tionghoa FC.




Sumber


Saat Piala Jules Rimet III digelar tahun 1938 (Piala Dunia), Hindia Belanda berhasil lolos karena menggantikan posisi Jepang dan Korea yang mengundurkan diri. NIVU yang menjadi organisasi sepakbola bentukan Belanda, memanggil Endang untuk bergabung dengan timnas Hindia Belanda, tapi ia menolaknya, dan lebih memilih fokus pada kuliahnya.


“Maaf, saya tidak bisa. Saya harus selesai kuliah tepat waktu. Saya bukan anak orang kaya. Saya tidak ingin mengecewakan orangtua saya yang telah banyak berkorban," Ujarnya, yang juga tertulis dalam autobiografinya yang berjudul Dokter Bola Indonesia
(hlm. 19). Sikapnya ini perlahan mengendurkan kebencian orang Tionghoa terhadapnya, mereka tidak lagi menilai Endang sebagai seorang pengkhianat. Tahun 1941, Endang mendapatkan gelar dokternya. Sejak saat itu ia lebih seeing dipanggil dokter oleh rekan-rekannya sesama pemain sepakbola.




Perjalanan Karir Sepakbola Sang Dokter Gigi



Akibat perang yang terjadi semasa sebelum dan sesudah kemerdekaan, membuat Endang memutuskan pindah ke Jakarta pada tahun 1948. Disana ia bertemu dengan rekannya sewaktu masih bermain di HBS Surabaya. Ia pun diajak bergabung dengan VBO (Voetbalbond Bataviasche Omstreken), yang kebetulan klub itu akan mengadakan pertandingan ke Singapura, Bangkok, dan Hongkong.


Setelah mengikuti rangkaian pertandingan tersebut, ia dan beberapa orang kawannya diundang makan malam oleh Tjoa Tjoen Bie. Yang kala itu menjadi Ketua Perkumpulan Olahraga Union Makes Strength (UMS). Tjoa Tjoen Bie menyampaikan maksudnya dalam pertemuan itu, ia menawari mereka untuk bergabung dengan klub UMS. Mereka yang diundang pun setuju, dan sepakat bergabung dibawah bendera UMS.


UMS adalah klub yang berdiri sejak tahun 1905, menjadi salah satu klub tertua dan disegani di Jakarta. Seperti klub sepakbola pada umumnya, mereka juga mengalami pasang surut prestasi. Pada tanggal 2 Maret 1956, ketika pelatih UMS Karel Fatter kembali ke negara asalnya Hungaria, Endang menggantikan posisinya.




Jejak UMS dalam sejarah.

Sumber



Waktu itu UMS tengah terpuruk, berkat kerja keras Endang akhirnya UMS berhasil menjuarai kompetisi Persija musim 1955/1956 tanpa menelan kekalahan. Kemudian tahun 1958 ia dan istrinya disekolahkan oleh T.D. Pardede, seorang pengusaha asal Medan. Untuk memperdalam ilmu kedokteran gigi ke Seattle, Amerika Serikat.


Di luar kesibukan belajar, Endang tak lupa berburu buku dan majalah sepakbola. Dari sana ia kemudian menemukan formasi 4-2-4, yang pernah dipakai timnas Brazil saat menjuarai Piala Jules Rimet (Piala Dunia) tahun 1958.


Setelah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter, Endang kembali ke Indonesia. Dia kembali melatih UMS, dibawah bimbingannya, UMS sukses menjuarai lagi liga internal Persija musim kompetisi 1959/1960. Tiga tahun berselang, ia juga berhasil membawa Persija menjuarai kompetisi perserikatan musim 1963/1964.



Prestasi Mentereng Sebagai Pelatih Timnas


Sukses dikompetisi lokal, membuat nama Endang ditunjuk untuk melatih timnas Indonesia. Pada tahun 1966, timnas Indonesia mengikuti Piala Aga Khan, di Pakistan. Endang ditunjuk sebagai pelatihnya, ia yang pertama kali menerapkan pola 4-2-4 dan berhasil membawa Indonesia menjuarai turnamen tersebut.


Di partai final, Indonesia mengalahkan tuan rumah Dakka Sporting Club dengan skor 2-1. Sebelumnya timnas kita waktu itu, berhasil menahan imbang Uni Soviet 0-0 di Olimpiade Melbourne, piala di Pakistan tersebut adalah piala pertama Indonesia di ajang internasional.


Dua tahun setelahnya, Endang kembali membawa Indonesia berprestasi dengan berhasil menjadi juara di turnamen Piala Raja, di Bangkok. Dengan mengalahkan Burma (Myanmar) dengan skor 1-0 di partai final.


Pada tahun 1972, diadakan Piala Anniversary di Jakarta. Endang yang masih menjabat pelatih timnas, menorehkan prestasi gemilang. Indonesia dibawa keluar sebagai juara, setelah di final menghajar Korea Selatan dengan skor telak 5-2.




Sumber


Di tahun yang sama di bulan Agustus, digelar turnamen Merdeka Games di Kuala Lumpur. Partai final melawan Malaysia, Indonesia sempat tertinggal 1-2, tapi anak asuh Endang berhasil membalikkan keadaan menjadi 3-2. Mereka sukses mempermalukan tuan rumah dikandangnya sendiri.


Tiga bulan setelah Merdeka Games, Indonesia kembali tampil di turnamen internasional Pesta Sukan, di Singapura. Kali ini di final terjadi “All Indonesia Final", dimana waktu itu PSSI mengirimkan dua perwakilan untuk turnamen ini, PSSI A dan PSSI B. Final pun terjadi antara PSSI A melawan PSSI B. Endang yang menangani PSSI A, sukses menjadi juara setelah menang dengan skor 2-1. Ini sekaligus menjadi gelar kelimanya yang diraih bersama timnas Indonesia. Sebuah prestasi yang belum mampu ditandingi oleh pelatih Indonesia lainnya.


Prestasi gemilang Endang yang mentereng belum pernah mendapat perhatian PSSI, dalam dokumentasi sejarah mereka. Jika mencari di laman resmi PSSI, dengan mengetikkan nama “Endang Witarsa" atau “Liem Soen Joe", kedua nama tersebut tidak pernah ada atau muncul dalam pencarian.




Latihan Keras Ala Dokter Gigi


Menurut Endang fisik yang kuat adalah kunci sukses permainan, sebuah tim tidak akan mampu tampil bagus tanpa ketahanan fisik yang kuat. Dokter tidak segan mencoret pemain bintangnya, jika sang pemain enggan mengikuti latihan fisik keras yang ia terapkan.


Latihan angkat beban berat dan angkat besi menjadi menu latihan utama. Latihan itu sempat mendapat kritikan, namun sang dokter tidak menanggapinya. Ia percaya, latihan yang diberikan bisa memperkuat dan memperkokoh kaki pemainnya. Hal itu diperlukan, karena benturan fisik di sepak bola adalah hal yang tidak akan terhindarkan. Kekuatan kaki juga diperlukan saat mendarat setelah duel udara.


Selain itu sang dokter juga menerapkan latihan berlari di hamparan pasir pantai Ancol, dan berlari mendaki bukit di Senayan, menjadi menu latihan fisik wajib lainnya. Semua dilakukan untuk meningkatkan daya tahan sang pemain. Gaya main yang diterapkan dokter gigi, memang menuntut para pemain agar terus bergerak 90 menit di atas lapangan.




Endang Witarsa

]Sumber



Selain itu latihan juga dilakukan dalam bentuk senam. Dokter Endang sendiri menguasi dua jenis senam pelenturan tubuh, ala Eropa dan ala Brazil. Ia sempat menugaskan seseorang untuk menggambar cara senam yang baik untuk pemain sepak bola.


Bagi dokter latihan fisik keras, mampu mengoptimalkan kemampuan pemain, ditambah disiplin adalah kunci keberhasilan tim. Dokter tidak melatih seorang pemain untuk menutupi kelemahannya, ia terus melatih apa yang menjadi kelebihan pemainnya. Pemain yang memiliki tendangan keras akan dilatih menendang hingga feeling dan akurasinya akurat. Mereka yang memiliki kemampuan mengoper bola, diminta mengenali umpan kesukaan temannya hingga dapat memberi unpan akurat dan efektif.


Endang Witarsa memiliki ketelitian sebagai seorang dokter, hal itu terbawa dalam gaya melatihnya. Dokter terbiasa mencatat sedetail mungkin tentang pemainnya, baik kekurangan maupun kelebihannya. Dokter akan memberitahuan kekurangan serta kesalahan seorang pemain. Dengan latihan yang diberikan, dokter dapat menciptakan pemain hebat sesuai kehendaknya.




Sang Penemu Bakat Pemain Hebat


Setelah tidak menjadi pelatih timnas, sang dokter gigi melatih tim lokal. Ia menjadi pelatih klub Warna Agung tahun 1978, yang dulu bermarkas di Jakarta, ia sukses membawa Warna Agung dimusim pertama Galatama musim 1978/1979. Dia juga menempa bakat Warta Kusuma. Seorang pemain yang dulu membela klub Bekasi Putra, kepada pemilik klub. Endang memberi jaminan,bahwa dalam waktu tiga bulan ia bisa membuat Warta Kusuma menjadi pemain nasional.


Dan terbukti benar bukan bohong belaka, sang dokter berhasil membuat Warta Kusuma masuk daftar pemain timnas yang akan manggung di kulaifikasi Pra Piala Dunia. Dibawah asuhan pelatih Sinyo Aliandoe, Warta menjadi salah satu anak kesayangan Endang di Warna Agung.


Endang juga menemukan bakat Widodo C. Putro, pemain yang kemudian sukses memperkuat timnas Indonesia. Serta berhasil mencetak gol spektakuler di ajang Piala Asia 1996, WCP sangat berhutang budi pada Endang Witarsa. Dia yang berjasa mengangkat namanya dari turnamen tarkam, dan membawanya ke klub profesional seperti Warna Agung. Kemudian setelahnya WCP menjelma menjadi pemain yang diandalkan timnas Indonesia.




WCP waktu muda.

Sumber



Kalian pernah dengar nama Benny Dolo ?, pelatih yang pernah berkiprah diklub besar Indonesia dan juga sempat melatih timnas Indonesia.
Siapa sangka dulu dia adalah anak asuh sang dokter gigi, ia dulu direkrut untuk bergabung dengan klub UMS 80. Saat UMS 80 kalah telak oleh Niac Mitra, Benny menyetel radio dengan volume keras di mes pemain. Endang kemudian datang dan mengambil radio tersebut, membantingnya lalu melemparnya ke dalam sumur.


Beberapa jam kemudian, Benny dipanggil oleh pelatihnya itu, dan ia menanyakan harga radio yang telah ia lempar ke sumur dan akan menggantinya. Benny Dolo sendiri dulu sering meminjam uang kepada Endang sang pelatih, saat ia mau membayar utang. Endang malah memarahinya, ia berkata begini “Memangnya kamu sudah kaya, ya?" Ujar Endang kepada Benny Dolo.




Benny Dolo, polesan sang dokter.

Sumber



Maman, pelatih anak gawang UMS memiliki kenangan tak terlupakan dengan Endang. Suatu hari ketika latihan UMS usai, Endang melihat ada pemain yang dipapah rekannya. Endang bertanya pada Maman, kenapa pemain itu sampai dipapah. Maman mengatakan bahwa pemain tersebut sakit, Endang kemudian menyuruh Maman menjual aki mobil miliknya untuk biaya pengobatan pemain tersebut.


“Waduh, gimana ya? Saya tidak punya uang. Begini saja, deh, ambil aki di mobil saya. Jual, uangnya buat berobat dia di rumah sakit. Biar saya pulang naik taksi saja, deh, nanti bayar di rumah,". Ujar Endang pada Maman, begitu baiknya sosok sang dokter. Bukan hanya didalam lapangan, tapi diluar lapangan juga. Padahal dia terkenal akan sosok pelatih yang keras, dan tak segan untuk memaki pemainnya yang melakukan kesalahan.




Sumber


Endang memang sosok yang ceplas-ceplos dan apa adanya, lapangan di lapanga Petak Sinkian Jalan Mangga Besar V, Jakarta Barat (tempat latihan UMS). Selalu menjadi tempat hiburan Endang Witarsa dan para karyawan kantoran yang menyempatkan menonton latihan sepakbola. Meski sudah tua, Endang tak pernah lelah untuk datang dan melatih para pemain klub UMS (Union Makes Strength).


Dari tribun penonton, karyawan kantoran itu sering tertawa melihat gaya Endang melatih. Ia tak segan berkata “bodoh" kepada pemainnya yang melakukan kesalahan. Terkadang para karyawan yang ikut menonton, menjadi asisten pelatih dadakan. Dimana mereka sering memberi masukan dan memberitahu Endang, jika ada pemain yang posisi bermainnya salah.


Sang dokter lalu melihat pemain yang dimaksud penonton, dan meniupkan peluit agar pemain tersebut menoleh. Kemudian ia mengeluarkan kata-kata mutiaranya, “Ngapain kamu jaga di situ, di sana, bodoh !". Para penonton lalu tertawa puas sambil berkata, “Mampus lu!"




Lapangan Petak Sinkian, tempat latihan UMS

Sumber



Diluar wataknya yang keras dan ceplas-ceplos, ia tetap sosok pelatih dan bapak yang perhatian pada anak asuhnya. Ketika ia mengganti radio Benny Dolo, sampai menjual aki mobil untuk pengobatan pemainnya. Watak keras itu ia gunakan untuk menggembleng pemain, agar tetap fokus dan sukses menjadi pemain bola. Terbukti dari makian bodohnya, ia sukses memoles Warta Kusuma menjadi pemain timnas hanya dalam tiga bulan saja. WCP dan Bendol pun tak ketinggalan dipoles untuk menjadi pemain hebat, kini mereka berdua mengikuti jejak sang mentor menjadi seorang pelatih.


Endang juga dikenal sebagai pelatih anti suap, dimana saat melatih Warna Agung dikompetisi Galatama. Dia diberi suap sejumlah uang, untuk pengaturan skor. Agar Warna Agung kalah dibeberapa pertandingan. Namun ia menolak hal itu, dan memilih keluar dari Warna Agung. Klub yang berhasil dia jadikan juara di Galatama, dan diklub ini pula dia menemukan bakat-bakat hebat. Setelah ditinggal Endang, Warna Agung hancur lebur, dan akhirnya harus bubar akibat skandal suap.


Pada 2 April 2008, sang dokter wafat. Indonesia kehilangan sosok panutan dan teladan dalam sepakbola. Selain dokter gigi, ia juga dikenal sebagai dokter bolanya Indonesia. Dimana ia sukses mengoperasi timnas Indonesia, menjadi kekuatan sepakbola yang disegani pada masanya. Meski jasanya dihapuskan dari sejarah PSSI, namun namanya akan dikenang dan abadi.




Refrerensi: sini,dan sini
Ilustrasi: google image
Diubah oleh si.matamalaikat 05-06-2020 09:55
indramamothHernandezJoetien212700
tien212700 dan 55 lainnya memberi reputasi
56
7.3K
92
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sports
Sports
icon
22.8KThread10.6KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.