si.matamalaikatAvatar border
TS
si.matamalaikat
Semerbak Harum Condet, Kampung Parfum Dibagian Timur Jakarta
Jakarta mempunyai banyak perkampungan dan juga kelurahan disetiap wilayahnya, kampung dan kelurahan tersebut memiliki nama yang unik. Akan tetapi, pernah kah kalian yang tinggal di Jakarta atau yang benar-benar anak Betawi asli mengetahui makna disetiap nama daerah di Jakarta ? Kali ini ane akan membahas sedikit soal wilayah Condet, adakah yang tinggal di Condet ? Condet sendiri terkenal akan sebutan kampung Arab, selain itu daerah ini juga dikenal sebagai pusatnya minyak wangi di Jakarta.


Saking banyaknya warga keturunan Arab yang menjual minyak wangi disini, muncul guyonan soal daerah ini di Jakarta. "Kalo lo mau cari minyak wangi bermerek, datang aja ke Condet."Begitulah guyonan khas anak Jakarta tentang kampung Condet ini. Sebelum kita ke episode inti, mengenai kenapa bisa kampung ini banyak dihuni warga keturunan Arab, dan dijuluki sebagai kampung minyak wangi. Mari kita mulai kisah ini dari asal usul nama Condet sendiri.




Awal Mula Nama Condet


Nama Condet sendiri berasal dari nama sebuah anak sungai Ciliwung, yang bernama Ci Ondet. Condet berasal dari bahasa Sunda, yakni gabungan dari kata "Ci" yang berarti anak sungai, dan "Ondet" dari istilah ondeh-ondeh. Hal ini juga diceritakan dalam buku 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe, yang terbit tahun 2012 karya Zaenuddin H.M.


Karena dulu banyak tumbuh pohon ondet disepanjang anak sungai Ciliwung dan sekitarnya, maka warga pun mulai menamainya menjadi Ci Ondet. Dan seiring perkembanagn zaman, nama Ci Ondet berubah menjadi Condet seperti yang kita kenal sekarang.





Kawasan Condet

Sumber




Ondet atau orang Betawi dulu menyebutnya ondeh, atau biasa juga disebut ondeh-ondeh (bukan ondel-ondel ya), adalah jenis pohon yang memiliki nama ilmiah bernama Antidesma Binus. Dikalangan orang Betawi, nama pohon ini lebih familiar lagi dengan sebutan pohon buni atau pohon wuni. Tanaman ini adalah jenis pohon yang bisa tumbuh mencapai tinggi sekitar 30 meter, kayunya dulu sering digunakan sebagai bahan bangunan.


Sementara buahnya berbentuk kecil, biasanya tersusun dalam satu tangkai panjang yang berbentuk menyerupai rantai. Buahnya bisa dimakan langsung atau digunakan dalam campuran masakan (dibuat selai biasanya), jika sudah matang warna buahnya berubah merah. Ketika kita memakannya langsung, efek sampingnya akan meninggalkan warna merah pada mulut dan jari.


Buah yang masih mentah rasanya agak asam, biasanya digunakan untuk campuran salad. Karena buahnya dalam satu tandan dan tidak matang secara bersamaan, maka buah buni lebih sering diolah menjadi selai dan jeli. Sementara buah yang sudah matang difermentasi menjadi minuman beralkohol, seperti yang biasa dilakukan di Filipina.





Seperti ini wujud buah dan pohon buni

Sumber




Di Indonesia pohon buni biasanya banyak tumbuh di pekarangan rumah warga, namun sekarang sudah jarang dijumpai lagi. Buah muda maupun daun yang masih muda, juga dapat digunakan sebagai pengganti cuka. Daunnya juga bisa dimakan sebagai lalapan, atau dirajang untuk dimasak dengan nasi, untuk menambah aroma dan rasa nasi tersebut.


Itu sedikit tentang pohon buni, untuk menambah wawasan kita semua, kok malah jadi bahas tanaman ya. Mari kita lanjut ke Condet lagi, selain itu nama Condet juga pernah disebutkan dalam beberapa catatan sejarah di zaman Belanda. Asal usul nama Condet, bukan hanya berasal dari satu versi cerita saja. Tapi ada satu lagi versi cetita rakyatnya, yang banyak beredar disekitar masyarakat Betawi pada masanya.





Condet Dalam Goresan Sejarah


Selain berkaitan dengan sungai Ciliwung dan pohon buni, ternyata nama Condet juga ada versi cerita rakyat yang lainnya. Dimana berkembang dikalangan masyarakat Betawi zaman dulu, dalam cerita tersebut kata Condet berasal dari nama seseorang yang memiliki ilmu kesaktian tinggi dan punya bekas luka diwajahnya (codet), orang sakti tersebut sering muncul diberbagai wilayah.


Seperti didaerah Batu Ampar, Balekambang dan Pejaten.
Orang yang memiliki kesaktian tersebut biasa dikenal dengan nama Pangeran Geger atau Ki Tua. Ini menurut cerita rakyat yang berkembang di Betawi zaman dulu, bahwa Condet berkembang dari istilah Codet (bekas luka diwajah).


Dalam surat wasiat Pangeran Purbaya, salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten. Sebelum dibuang oleh Belanda pada bula April 1716, dan disahkan oleh notaris Reguleth, tertanggal 25 April 1716. Dalam surat wasiat itu tertulis, dimana Pangeran Purbaya menghibahkan beberapa rumah dan kerbau di Condet kepada anak dan istrinya yang ditinggalkan ( dimuat dalam catatan De Haan, ditulis tahun 1920, halaman 250). Tapi disini hanya dituliskan nama daerahnya saja, tidak dengan asal uslnya.


Tulisan lainnya dalam catatan Belanda adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Batavia tanggal 8 Juni 1753, dimana tertulis mengenai keputusan penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen. Seharga 800 ringgit kepada Frederik Willem Freijer. Kemudian kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, atau Groeneveld (catatan De Haan tahun 1910, halaman 51).




Kawasan Groeneveld di Tanjung Gedong tahun 1880

Sumber



Sementara cerita pertama yang menyinggung nama Condet, adalah catatan perjalanan dari Abraham van Riebeeck. Di mana waktu itu ia masih menjadi Direktur Jenderal VOC di Batavia. Dalam catatan itu, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan menelusuri jalan, melalui anak sungai Ci Ondet.


Waktu itu pusat kegiatan VOC masih berada didaerah pasar ikan, dipusat Kota Jakarta. Kurang lebih 15 km ia dan rombongan menyusuri sungai tersebut. Dalam catatan itu tertulis begini, “Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet” (catatan De Haan tahun 1911, halaman 320). Diluar versi cerita rakyat, nama Condet beberapa kali disebut dalam catatan zaman Belanda dulu. Tapi tidak dituliskan secara rinci asal usulnya, hanya pernah disebutkan saja namanya.




Asal Usul Daerah Disekitar Condet


Kawasan Condet terbagi menjadi tiga kelurahan yaitu Batu Ampar, Kampung Tengah (dulu disebut Kampung Gedong) dan Balekambang. Ane akan bahas sedikit tentang kelurahan yang masuk wilayah Condet tersebut, kita mulai dari Batu Ampar.


Dulu ada legenda dibalik nama Batu Ampar, cerita ini banyak dikenal oleh para orang tua zaman dahulu di Betawi. Kisah legenda ini juga sempat ditulis oleh Ran Ramelan, dalam bukunya yang berjudul Condet. Alkisah pada zaman dahulu kala ada suami istri bernama Pangeran Geger dan Nyai Polong, mereka berdua memiliki beberapa orang anak. Salah seorang anak gadisnya bernama Siti Maemunah, yang tersohor ke penjuru wilayah Condet karena kecantikannya.


Maemunah kemudiam dilamar Pangeran Tenggara yang berasal dari Makasar, sang pangeran sendiri tinggal di sebelah timur Condet. Pangeran Tenggara melamarkan Maemunah untuk putranya, yang bernama Pangeran Astawana. Lamaran itu diterima, tapi Maemunah memberi sebuah syarat. Dimana dia minta dibangunkan sebuah rumah dan sebuah tempat bersenang-senang di atas empang, dekat sungai Ciliwung, dan semua itu harus selesai dalam waktu semalam.





Daerah Batu Ampar tempo dulu

Sumber




Permintaan itu pun disanggupi oleh Pangeran Astawana, dan simsalabim tanpa prookkk-prookk. Keesokan harinya sudah tersedia rumah dan sebuah bale di sebuah empang dipinggir sungai Ciliwung. Sekaligus dibuatkan jalan penghubung yang diampari (dilapisi) batu, mulai dari tempat kediaman keluarga Pangeran Tenggara.


Tempat jalan yang diampari batu itu selanjutnya disebut sebagai Batu Ampar. Sedangkan bale (balai) tempat istirahat yang mengambang di atas air didekat sungai, diberi nama Balekambang. Dari sinilah nama dua kelurahan ini berasal, dan digunakan hingga sekarang. Sayangnya saat ini wilayah Balekambang yang dekat dengan sungai Ciliwung, menjadi tempat langganan banjir di daerah Jakarta Timur.






Balekambang saat ini, daerah rawan banjir.

Sumber




Sementara kelurahan Kampung Gedong (kini bernama Kampung Tengah), dulu disebut gedong. Karena pernah berdiri sebuah gedung peninggalan Belanda disana. Masyarakat menyebutnya gedong, dalam bahasa Belanda disebut sebagai landhuis (rumah tuan tanah) sisa peninggalan zaman partikelir landerijen, tanah partikelir (bukan tanah pemerintah) itu merupakan bagian perkebunan swasta diwilayah Tandjong Oost atau Tanjung Timur.


Kampung Gedong masuk ke dalam wilayah partikelir Condet Balekambang, sebuah perkampungan yang dibentuk pada masa Jepang pada tahun 1942. Nama Tandjong Oost sendiri berawal pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Ia mulai memberi nama perkebunan di selatan Meester Cornelis (Jatinegara), yang merupakan bagian daerah di sepanjang Ciliwung. Meneer Baron menamai wilayahnya berdasar pembagian wilayah dibagian barat dan timur sisi Ciliwung, seperti Tjibinong West dan Tjibinong Oost maupun Tandjong West dan Tandjong Oost.


Bangunan Gedungnya terletak di depan Rindam Jaya, dulu memiliki halaman sangat luas. Oleh pemiliknya, bangunan itu diberi nama Groeneveld, yang memiliki arti lapangan hijau. Kawasan gedung ini dulu dimulai dari Tanjung Priok (jalan menuju Depok) sampai ke perempatan Pasar Rebo, di Jalan Raya Bogor, dulu sepanjang jalan ini pada bagian kanan kirinya banyak ditanami pohon asam.




Bangunan megah di Kampung Gedong, kini dan dulu

Sumber




Tuan tanah pertama di daerah Kampung Gedong adalah Pieter van de Velde, yang berasal dari Amersfoort (Belanda), pada pertengahan abad 18 ia berhasil memperkaya diri berkat kedudukannya. Setelah pemberontakan Cina (Oktober 1740), dia menguasai tanah kapiten Cina yamg bernama Ni Hu-kong, yang terletak di selatan Meester Cornelis (Jatinegara) sebelah timur Ciliwung.


Setelah ditambah tanah-tanah lainnya yan dibeli tahun 1750, maka terbentuklah Tanah Partikelir Tandjong Oost. Sekarang sisa kejayaan bangunaan gedung di Kampung Gedong ini tinggal puing-puingnya saja, dan kini bangunannya menjadi satu wilayah dengan perumahan milik kepolisian.



Dikenal Sebagai Kampung Arab Dan Kampung Minyak Wangi


Condet dulu terkenal sebagai penghasil jenis buah seperti duku, buni atau ondet yang ane sebut diawal dan terutama salak yang paling banyak. Kini Condet tidak menghasilkan buah lagi, karena banyak tanahnya yang dijual warga asli kepada kaum pendatang. Selain itu banyak juga tanah yang sudah beralih fungsi, menjadi lahan kos-kosan.


Condet menjadi tempat bermukim orang keturunan Timur Tengah, dan menjadi salah satu perkampungan Arab yang ada di Jakarta. Seorang peneliti bernama Rakhmat Hidayat dalam tulisannya yang berjudul “Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi: Dari Condet ke Srengseng Sawah”. Menyebutkan bahwa orang keturunan Arab yang saat ini tinggal di Condet berasal dari Pekojan, Jakarta Barat.


Karena di Pekojan semakin padat penduduk, sebagian warga keturunan Arab dari Pekojan pun mulai mencari daerah lain untuk ditinggali, salah satunya Condet. Tak hanya dari Pekojan, orang berdarah Timur Tengah juga banyak yang datang dari daerah lain di Indonesia.


Di Condet, mereka mendirikan berbagai macam usaha. Mulai dari membuka toko pakaian muslim, minyak wangi, rumah makan khas Arab, agen haji dan umrah, juga banyak yang menjadi agen penyalur tenaga kerja. Usaha jasa tenaga kerja itu berkembang cukup pesat di Condet. Dengan mulai banyaknya asrama untuk menampung tenaga kerja dari berbagai daerah Indonesia, sebelum disalurkan ke luar negeri.




Toko parfum di Condet

Sumber



Kawasan Condet terkenal akan bibit parfum bermereknya, yang bisa kita dapatkan dengan harga miring. Asli atau tidak tergantung keyakinan si pembeli, sampai sekarang belum bisa ditelusuri darimana asal usul parfum tersebut berasal. Bagi yang berdana pas-pasan, bergaya dengan parfum Condet sah-sah saja sebenarnya.


Pengaruh keturunan Arab di Condet memang kuat, baik dibidang ekonomi maupun agama. Sampai pada akhirnya, Condet lebih dikenal sebagai kampung wangi dan kampung Arab.Dan identitas warga Betawi, sebagai warga asli Condet pun mulai terlupakan.




Usaha Mengembaliakan Jati Diri Condet


Mulai menghilangnya eksistensi anak betawi asli dari sejarah Kampung Condet, mulai mengusik beberapa tokoh masyarakat Betawi di kawasan Condet sendiri. Sebagai putra daerah, mereka malah tidak pernah dikenal di zaman modern ini, malah warga keturunan Arab yang paling tersohor dengan bisnis parfumnya. Atas keprihatinan ini, beberapa tokoh masyarakat di Betawi khususnya daerah Condet pun sepakat membuat festival budaya tahunan.


Kegiatan ini diberi nama Festival Condet, mulai diadakan sejak tahun 2015. Dan rutin diadakan tiap tahunnya, terakhir kali festival ini diadakan 27-28 Juli tahun 2019 kemarin. Dalam acara ini disuguhkan berbagai jenis makanan dan minuman khas betawi, ada juga suguhan budaya pencak silat, tari-tarian sampai ondel-ondel.



Festival Condet

Sumber



Tentu semua ini dilakukan untuk mengembalikan identitas asli Condet, dan eksistensi budaya asli Betawi. Apresiasi patut kita berikan pada masyarakat Betawi di Condet, atas kesadaran pribadi. Mereka mau kembali menghadirkan dan melestarikan kembali budaya Betawi, hal ini juga yang harusnya diadakan rutin bukan hanya di Condet. Tapi juga didaerah lain di Jakarta, agar eksistensi Orang Betawi dan budaya serta tradisinya tetap terjaga dan tidak hilang begitu saja, diterjang gelombang perantau dari luar Jakarta.


Lewat festival ini para tokoh masyarakat Betawi di Condet, ingin membuang image toko parfum yang melekat pada Condet. Mereka ingin menunjukkan kebudayaan dan tradisi yang apa adanya, khas orang Betawi, yang ceplas-ceplos tapi masih tahu sopan santun.





Pencak silat di Festival Condet.

Sumber





Ondel-ondel di Festival Condet

Sumber



Semoga kedepan festival ini akan terus terjaga dan semakin berkembang lebih baik lagi, hingga eksistensi Anak Betawi Asli dan budayanya tetap terjaga. Tentu kita ingin melihat kembali kampung Condet berjaya dengan suasana khas Betawinya. Dimana kita bisa menemui kerak telor, dodol ,soto, sampai bir pletok dijajakan. Dan bukannya malah melihat deretan toko parfum disepanjang jalan, memang tidak mudah merubah semua itu. Tapi dengan semangat untuk menjaga kebudayaan dan warisan nenek moyang, hal itu bisa saja terjadi.


Tentu perlu ada bimbingan dari yang tua kepada mereka yang masih muda, agar mau dan tertarik untuk tetap menjaga tradisi Betawi. Demikianlah Condet, kampung legendaris di Jakarta yang kini malah berubah imagenya menjadi kampung parfum (wangi). Saat ini Condet sedang berjuang keras, untuk mengembalikan jati dirinya, semoga dalam waktu dekat kita bisa segera melihat wajah asli Condet yang sebenarnya.




Jalan-jalan ke Tanah Abang bareng Mpok Dewi
Gak sengaja ketemu Bang Memet sama Mpok Anggi
Buat mpok dan abang yang asli Betawi
Jangan lupa sama Condet yang udah mewangi





JAS MERAH





Referensi : 1.2.3.4.5
Ilustrasi : google image
Diubah oleh si.matamalaikat 04-06-2020 01:15
xiaoxiao20Avatar border
PupilsxoneAvatar border
aripmaulanaAvatar border
aripmaulana dan 42 lainnya memberi reputasi
43
6K
129
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.