Nyanyian cendrawasih membahana dihutan hujan yang sangat rupawan, angin berdesir dengan pelan seakan ingin menyampaikan bahwa ada tanah bagaikan surga yang selalu dilupakan, tanah indah yang berada di timur Indonesia. Disanalah pegunungan taman lorentz berada, ia nampak ingin bercerita bahwa ada mutiara tersimpan disana. Dibalik salju tipisnya, selalu membuat rindu para pendaki untuk menjamah punggungnya dengan nama yang sudah sangat terkenal dimata para penikmat ketinggian yaitu "Puncak Jaya" sebuah puncak tertinggi di asia tenggara.

Ketika menatap laut biru dengan ombak yang saling berkejaran dan memecah sunyinya bibir pantai sewaktu diterpa angin yang silih berganti, membuat buih jernih diatas pasir putih yang menawan. Siapa yang tak mengenal "Raja Ampat" surga bagi traveller dunia yang ingin merasakan keindahan alam yang diciptakan Tuhan.





Apalagi bila tersasar di sebuah lembah yang cukup menggoda untuk sekedar selfie, disebut Lembah Baliem disana ada beberapa destinasi yang bisa membuat mulut selalu berdecak kagum hingga mata ini disapa oleh indahnya Danau Habema, Goa baikola, Telaga Biru Maima dan Pasir Putih Aikima. Nampaknya tak cukup bila harus diungkapkan dengan kata, terlalu sempurna, tanpa adanya tangan jahil yang ingin berbuat kerusakan. Disini kita bisa merenung, bahwasanya tanah Papua tidak cukup bila hanya disebut mutiara, tapi intan dan permata dari timur Indonesia.

Bila kita ingin melihat Suku Marind, Suku Marori Men-Gey, Suku Kanum dan Suku Yei, berjalanlah ke taman nasional Wasur. Disinilah nyanyian burung endemik membuat hati merasa resah, akankah di Papua perkembangannya semakin pesat, kota-kota besar tercipta, gedung pencakar langit menyapa. Lalu dimana burung-burung ini bernaung? Akankah ia akan masuk ke dalam sangkar, tak bisa lagi hidup bebas di tanahnya sendiri?





Belum lagi percikan air jernih dari danau Sentani sebuah danau yang kaya akan legenda dan budaya, hingga teringat dengan habitat ikan pelangi yang unik dan juga langka di danau Paniai. Layaklah bila segenap jiwa raga kita bersatu untuk membangun Papua, menjadi masyarakat yang makmur dan sejahtera.

Teringat ketika bapak bangsa membakar semangat rakyat pada 19 Desember 1961, pidatonya membawa suasana nasionalisme yang tinggi untuk persatuan bangsa.







Untuk merebut tanah Papua, tak sedikit darah mengalir, tak sedikit pula yang pulang tinggal nama. Namun mutiara di timur Indonesia itu sejenak terlupakan, di masa orde baru deru pembangunan seperti tak bergaung disana. Tapi kini tanah Papua mulai menjadi primadona, trans Papua pun di buat untuk memudahkan masyarakat.

Pembangunan untuk kesejahteraan mulai terlihat disana sini, terlihat jembatan Holtekamp, bandara Sentani, stadion papua bangkit mulai berdiri megah untuk menyambut para pendatang.







Maka masihkan kita ragu untuk tersenyum bersama dalam jejak Pancasila, dan berkata ketika saling berpegangan tangan bahwasanya kita kembali dalam panji sumpah pemuda untuk berikrar, bahwa Bumi Cendrawasih selalu ada dihati putra putri Indonesia, dalam balutan kain merah putih hingga raga ini musnah dari dunia yang fana.

Salamku untuk Papua, salamku untuk saudaraku yang selalu tersenyum ketika kami menapakkan kaki disana. Dengan bibirmu kaka selalu menyapa,

"Nawi Arigi Papua"






Salam, saya c4punk see u next thread.