gegerorion124
TS
gegerorion124
Ketika Kenangan Itu Kembali [Cerbung SFTH]
Ilustrasi

Ketika Kenangan Itu Kembali
by: G.Orion124


🍂Part.1🍂

Semula malam ini terasa indah. Dimana lelaki yang lama kupuja berada di sisi. Belum lagi cantiknya purnama yang menggantung di langit desa, membuat syahdu melingkar kalbu. Namun, semuanya menjadi ricuh, oleh sebab perempuan dari masa lalu kekasihku melintas depan rumah. 

Ditemani dua orang temannya yang masih tetanggaku juga, perempuan itu berhenti saat melihat aku dan Narya duduk-duduk di teras. 

Wajahnya tak banyak berubah. Begitu pun dengan senyumnya. Masih seperti terakhir kali kami bertemu, tiga tahun lalu.

Dia tersenyum. Dan mau tak mau aku pun membalas dengan hal yang sama.

"Mampir, Teh."Niatku hanya basa-basi. Namun, salah. Ahdan yang bersama perempuan itu, justru menarik lengannya dan menuju ke arahku. Gagap seketika mulutku. Hendak kucegah, sudah terlanjur ada di depan mata. 

Dasar tetangga tak berperi-ketetanggaan. Apa si Ahdan ini lupa jika ada Narya di antara kita? Lakunya saja pendiam, tapi ternyata tidak berperasaan. Rasanya ingin sekali kucakar pipinya itu.

"Mun? Mun? Ada yang ngajak salaman kok diam saja, sih." Bisikan Narya membuyarkan kemelut dalam benak. 

Meski enggan, aku pun menerima uluran tangan perempuan itu. Senyum sengaja kupasang lagi agar tak tampak jika hati ini sejujurnya memendam kesal. Akan tetapi, kurasa perempuan itu dapat memahami situasi antara kita.

"Aku buru-buru, Mun. Takut mamahnya Isye marah kalau kemalaman sampai rumah. Lagian kasihan Ahdan yang mesti nganterin kita ini. Nanti dia pulangnya bisa larut malam pula. Hehehe. Daahh ... Mun, Ar," ucapnya.

"Iya, Teh," balasku singkat. 

Perempuan itu berlalu seraya melambai tangan. Raganya hampir lenyap termakan gelap malam. Namun, tawanya bersama Isye dan Ahdan terdengar renyah. Serenyah tawa Narya ketika mengulurkan tangan menyambut kehadirannya tadi.

Kamu boleh jadi yang pertama bagi Narya, Teh. Tapi enggak akan aku biarkan kamu kembali lagi pada dekapannya. Meski tertatih akan aku taklukkan hati Narya dengan sepenuh kasihku dan pelet cinta.

Kulirik Narya. Wajahnya tampak lebih berseri dari sebelum sosok masa silamnya itu datang. Ah, membuatku muak saja. 

Tiga tahun berlalu, apa mungkin Narya tak bisa sepenuhnya memadamkan bara cintanya untuk Mima? Lantas, apa kabar dengan perasaanku yang sudah dia balas?

"Yang datang tadi siapa, Mun?"Mamah tiba-tiba muncul dan berdiri di ambang pintu. 

"Teh Mima, Mah," jawabku. 

Mamah hanya ber-oh saja sambil melirik ke arah Narya, calon menantunya. 

Pikiranku kembali berkutat dengan segala hal tentang Narya dan Mima. 

"Mau diundang juga?"

Aku dan Narya berbarengan melihat ke mamah. Lebih tepatnya aku syok. Kenapa mamah bisa ada ide gila macm itu?

"Teh Mima masih sepupumu, loh, Mun, walaupun jauh. Masa iya gak kalian undang."

Seketika kepala ini berdenyut hebat. 

Tuhan, mengapa perempuan itu harus kembali lagi ke desa ini? Mengapa tak Engkau tenggelamkan saja dia di Selat Sunda sana sebelum ia berhasil tiba. Ini sangat tak adil bagiku.


🍂🍂🍂


Kejadian semalam sukses membuat berat di kepala tak kunjung hilang. Aku merasa sia-sia saja usahaku selama ini, jika pada akhirnya … ah. Kupukul tepian ranjang berkali-kali. 

Dalam aku kalut dengan bermacam praduga, terdengar pintu kamar diketuk.  

"Masuk saja,"ucapku malas.

Tak berapa lama mamah datang. Wajahnya semringah.

"Gak jadi ke pasarnya?"tanya mamah. Aku hanya menghela napas panjang. "Udah ditunggu tuh sama si Aa." 

Mendengar ucapan mamah, sontak aku terduduk tegak dan mengangguk mantap. 

Kutinggalkan mamah yang terbengong di kamar. Secepat kilat aku menuju kamar mandi.

Ya ampun ... bagaimana mungkin aku bisa lupa kalau hari ini ada janji ke pasar dengan Narya. Begini pelupanya sih aku. 

🍂🍂🍂


Di ruang tamu, kulihat Narya sedang menggeser-geser layar ponselnya. Segera kuhampiri dengan sedikit berjinjit agar dia tak sadar dengan kehadiranku. Awalnya, aku ingin mengagetkan dia. Tapi justru aku yang dibuatnya terkejut. Sesak dada ini saat tak sengaja kubaca nama Mahima di chat Narya dan Ahdan. Apa ada yang tak kutahu?

"Aku sudah siap. Ayo!"Tanpa ba-bi-bu aku segera keluar rumah. Dan Narya pun mengekor. 

"Pakai helm, ya, buat keselamatan," ucap Narya sebelum lelaki itu menyalakan motor. 

"Gak perlu," balasku ketus. Kulihat dia sedikit terkejut. 

"Tapi … itu mamahmu udah bawain helm ke sini."

Benar saja. Rupanya mamah keluar membawa helm, lalu menyodorkannya padaku. Malas sebenarnya, tapi daripada si mamah ngomel. 

Kami pun berangkat. 

🍂🍂🍂


Sebagaimana pada umumnya, menjelang siang pengunjung pasar semakin ramai. Bukan hanya hiruk pikuk manusia yang betransaksi jual beli, tapi ada juga yang hanya sekedar mencari uang dan menjual jasa, mengamen atau menjadi juru parkir. 

"Aku gak mau ikut ke tempat parkir. Panas. Turun depan toko itu saja, ya,"pintaku seraya menunjuk, saat kami sudah memasuki pasar. Di balik helm-nya kepala Narya mengangguk pelan. 

Tepat di depan sebuah toko mas, Narya menurunkanku. Kemudian dia pun melaju ke tempat parkir. 

Beberapa saat, aku menunggu Narya yang masih berjalan dari tempat parkir. 

"Loh, Mun?" sapa seseorang. 

Aku menoleh.

Hampir saja jantungku berhenti berdetak ketika wajah yang tak asing itu muncul di hadapan.

"Eh … eu- Teh. Itu sama si Aa," jawabku cepat sekenanya, seraya menunjuk ke jalan di mana ada Narya menuju ke tempatku menunggu.

Perempuan itu hanya mengulum senyum. Tak ada gurat kaget atau bagaimana. Entahlah. Aku tak dapat menebaknya. Pikiranku terlalu sibuk. Hingga tanpa sadar, Narya sudah tiba dan berada di antara kami berdua. 

Senyap menyergap beberapa detik, meski kita bertiga berada di tengah ratusan manusia. Tak ada yang saling membuka obrolan. Atau apapun itu. Ahh … aku tidak suka adegan seperti ini. 

"Mun, Ar, aku duluan, ya."

Pecah kesenyapan kita bertiga dengan ucapan pamitnya Mima. 

Ya! Pada akhirnya, perempuan itu memilih untuk berlalu. Kurasa dia gerah sendiri. 

"Saat kalian putus, siapa yang bilang?" Aku sengaja bertanya demikian pada Narya sesaat setelah Mima menghilang. Konyol memang. Tapi apa boleh buat.

Narya masih diam. Pandangannya tertuju ke jalan di mana tadi Mima berbelok.

"Dia udah enggak ada, A. Udah naik ojek palingan juga," omelku seraya berlalu masuk ke deretan toko-toko meninggalkan Narya yang sibuk dengan bayangan masa lalunya. 

Untung aku masih bisa menahan jengkelku. Itu semua karena aku tak mau pasar heboh akibat dua orang yang berseteru akibat hal semu. 

Memang semua ini bermula dari pikiran burukku, tersebab kehadiran Mima yang menurutku amat beruntun dan selalu mendadak. 

Sesuai pesan mamah, aku memasuki toko kain langganannya. Penjaga toko tersenyum dan mempersilakan kami untuk memilih-milih.   

"Mau cari kain apa, Teh?" tanya pegawai toko. Kurasa dia membaca kebingunganku. 

"Emhh … ini loh, Pak." Kutunjukkan potongan kain yang mamah bawakan. 

Pegawai toko yang jika boleh kutaksir usianya sekitar tigapuluh lima-an itu manggut-manggut dan meraih kain yang kutunjukkan tadi. Lantas, dia masuk menghampiri satu orang lagi yang berada di balik gulungan kain. 

Tak lama kemudian, pegawai toko itu muncul bersama seorang wanita yang usianya lebih tua dari dia. 

"Disuruh mamah, ya, Neng?" sapa ramah wanita itu manakala kami sudah berhadapan. Aku mengangguk ragu, tak mengerti. 

Ketika aku dan wanita yang ternyata si pemilik toko terlibat obrolan, Narya datang. 

"Loh, Narya. Tumben kamu kesini? Mau beli kain juga?"

Hampir saja aku tersedak. Wanita pemilik toko seperti sudah mengenal Narya lama. Bagaimana mereka bisa saling kenal?



to be continued
🍂🍂🍂


Pada malam yang penuh harap, 2020.
Diubah oleh gegerorion124 29-05-2020 03:51
roybgrrirandaranona212
nona212 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.2K
14
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.