dylestariAvatar border
TS
dylestari
Toxic Positivity: Kamu Boleh Sedih, Kok.





“Sabar aja, ini semua ujian.”

“Seenggaknya kamu masih beruntung!”

“Bersyukur aja, ada yang lebih berat ujiannya daripada kamu.” Dan bla...bla...bla....

Pernah dengar atau mengalami mungkin? Ya, ternyata kalimat-kalimat di atas itu mengandung racun yang terbalut semangat.

Kadang, bukan kesedihan yang membuat seseorang tambah down, tapi support yang nggak realistis sama keadaan.

Nggak apa-apa kok agan nggak merasa baik-baik aja. Kadang hidup harus merasa gak baik untuk menjadi lengkap. Bukankah ada banyak emosi yang bisa kita rasakan dalam beberapa keadaan tertentu? Lantas mengapa orang-orang toksik ini berlaku seolah “kamu nggak boleh sedih! Hidup harusnya bahagia!” mendiskriminasi salah satu bagian emosi yang harusnya kita biarkan?

Lalu lahirlah sebuah narasi: Toxic Positivity untuk orang-orang yang berlaku demikian.

Kalau mau menurutkan definisinya, toxic positivity sendiri dikategorikan sebagai mental health yang mendorong keadaan mental kita untuk selalu memiliki emosi positif dan menunjukkan hal-hal positif saja. Positive vibes only.

Kalau ane mengambil premis yang simple aja: Dukungan yang tidak realistis.

Buat si korban toxic Positivity, hal yang paling terdampak adalah mentalnya. Karena dorongan lingkungan dan kata-kata semangat toksik yang diterimanya bakal membuat dia untuk menahan segala kegelisahan atau kesedihan yang ia miliki agar orang-orang nggak nyebut dia tukang ngeluh.

Dia nggak bakal mau lagi mengidentifikasi emosi yang dia rasakan hanya karena nggak mau dibilang nggak bersyukur (Case: ada keadaan yang lebih sedih dari dia). Nggak bakal tuh dia curhat-curhat lagi buat dapat empati dari orang-orang, toh mereka selalu bilang ‘khusnudzon sama keadaan' padahal keadaannya dia cuma butuh dimengerti. Didengerin. Udah. Kalau misal orang-orang itu nggak punya saran yang membantu, gak apa-apa, cukup jadi pendengar yang baik aja.

Kita sok-sok-an deh ambil pemikiran para ahli. Dr. Daria Kuss dari Asosiasi Psikology Nottingham Trent University pernah ngomong tentang konsep limbic resonence untuk kemampuan pencerminan perasaan. Intinya, kalau kita ingin membantu seseorang, hal terpenting itu bukan menyelesaikan masalahnya tetapi jadi pendengar yang baik dan mampu merefleksikan diri dengan emosi orang yang sedang curhat ke kita. Berempati.

Buat agan/sista korban toxic positivity, nggak perlu takut untuk mengekspresikan kesedihan kalau memang sudah sangat perlu. Agan harus menerima kalau penderitaan juga sebagian dari hidup. Biarkan diri Agan merasa sedih saat momennya. Jangan sedih tapi memaksakan baik-baik aja hanya karena lingkungan agan memaksa untuk tetap ceria. Katanya itu gak terlalu sehat buat mental juga.

Buat agan/sista pelaku toxic positivity, stop doing that things. Mungkin kalian gak sadar kalau kalimat penyemangat kalian bisa aja jadi toksik buat orang lain. Inilah pentingnya empati agar kita bisa mengidentifikasi keadaan orang yang lagi curhat ke kita untuk menjadi peringatan bagaimana respon yang harus diberikan.

Jadi, kalau kita dicurhatin sama temen yang lagi sedih, usahakan agan/sista nggak membuat dia makin down dengan kata-kata penyemangat yang bersifat racun.

Ganti kata, "Coba lihat sisi baiknya, deh. Mungkin Tuhan punya rencana lain." Dengan, "Gak apa-apa kamu sedih. Itu wajar, karena aku juga tahu gimana rasanya....” Kira-kira begitu lebih baik.

Biasanya, kalau agan/sista lagi sedih ngelakuin apa aja? Atau nggak ngelakuin apa-apa? Saran ane sih, kalau bener-bener gak bisa cerita ke orang-orang, curhat aja sama Tuhan sambil nangis kejer atau nulis diary sampai tangan kesemutan. Jangan salah, ini manjur; based on experience emoticon-Blue Guy Peace






Source
firman0723Avatar border
heydit99Avatar border
rizkiprajnasiwiAvatar border
rizkiprajnasiwi dan 23 lainnya memberi reputasi
24
3.7K
83
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Lifestyle
Lifestyle
icon
10.4KThread10.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.