bukhorigan
TS
bukhorigan
[SFTH][Trilogy] Sehari lebih Dekat II | Romance Short Story


===
Sebentar lagi Dekat
===

"Bodoh !"
"Siapa dia ?"
"Entahlah."
"Sepertinya anak baru."
"Kata orang dia anak kelas satu."
"Kurang ajar sekali nabrak raja kita."


Senyap terdengar orang-orang berbisik membicarakanku di luar ruang UKS, Aku tidak banyak memperhatikan karena sekarang diriku hanya duduk bersimpuh sambil menangis tersedu, air mata mengalir deras hingga jatuh di rok seragamku, di ujung ruangan ini Kak Fadli berbicara dengan para guru sekolahku yang berusaha menyelidiki apa yang terjadi di gerbang, semua salahku yang menyebabkan dirinya ikut pada situasi ini.
Sesaat Aku mencuri pandang pada dia, ku lihat beberapa siswa yang terlatih dalam ekskul PMI sedang mengobati pangeran yang telah ku tabrak, Mobil yang ku kendalikan menghantam body motornya hingga dia terjungkal ke depan, memang tidak parah sehingga dirinya hanya dibawa ke ruang kesehatan sekolahku yang fasilitasnya memadai, kepalanya terbentur aspal hingga lecet mengeluarkan darah, samar terlihat dia meringis kesakitan ketika kepalanya mulai dibalut perban, namun anehnya dia tidak melihatku dengan mimik marah ataupun murka.
Perasaan malu, gugup, hingga merasa bersalah hinggap di sekujur tubuh, membuat diriku gemetar karena sadar jika nasibku ada di ujung tanduk, Aku remaja biasa yang memutar bola dunia terlalu cepat, hingga menabrak norma-norma sebagai siswi perempuan, diriku semakin tertunduk, menutup muka dengan tangan karena tidak kuasa menahan air mata yang terus berjatuhan.
Aku memulai hari ini dengan cara absurd karena sudah membenturnya keras, walaupun kami berdua belum sempat saling mengenal. Sekarang diriku tidak ingin berkata apa-apa dan hanya ingin duduk membisu, melihatnya saja diriku sudah gemetar karena takut tercampur malu, apalagi menyapa atau bertanya mengenai namanya, jujur walaupun begitu diriku ingin sekali mendekatinya sekali saja untuk berkata 'maaf'.

"Beib ?!" Terdengar perempuan memecah ruangan ini dan langsung merangkul dia yang masih duduk di ranjang UKS, diikuti teman-teman lain di kelasnya.

"Pelan-pelan gengs." Ucapnya risih.

"Lu ga kenape-kenape bro ?"

"Diseruduk sama siapa sih ?"

Aku melihat mereka dengan perasaan yang semakin gugup, mungkin sebentar lagi diriku akan dihakimi oleh mereka semua.

"Ceritanya panjang sih, tapi intinya gue nyalip mobil dan tersenggol, tapi tenang aja gue masih baik-baik aja kok." Ucap dia tenang, diriku terkejut karena dia menutupi kebenaran.

"Ah masa ? Kata orang kamu di seruduk ? Jadi yang bener yang mana beib ?" Timpa salah satu perempuan berambut pirang kecoklatan, Aku rasa dia ratu dari kawan-kawannya.

"Engga Friska, ini salah gue kok, oh iya lebih baik kita segera masuk kelas." Dia melirik diriku sesaat dan tersenyum tanda pamit, lalu mengajak kawanannya pergi dari ruangan ini.

Aku sungguh terpana akan kepribadiannya, memang dirinya tidak berkata apapun padaku, tapi perangainya menyimpulkan seribu bahasa yang meneduhkan, sungguh di saat seperti ini-pun dia mampu tersenyum padaku yang justru menyebabkannya terluka.

"Ah dia . . ."Ku bergumam dalam hati dengan perasaan yang semakin kalut dengan keadaan, apa dia memaafkanku atau hanya sekedar salam pembuka jika Aku akan mendapat balasan ? Entahlah, karena yang jelas hukumanku akan tiba sebentar lagi.

Sesaat kemudian para Guru serta Kak Fadli menghampiriku, Aku yakin untuk memberikan sedikit ceramah, tapi mungkin saja ceramah yang tidak sedikit, sekarang Aku harus berani bertanggung jawab, betul Aku harus bersiap menanggung segala konsekuensinya hari ini juga.

"Jadi namamu Hani ? Ibu turut prihatin dengan keadaan ini, tapi maaf kamu harus menanggung hukuman karena melanggar segudang etika di lingkungan sekolah." Ucap Bu diah wali kelasku, memang beliau dikenal baik, Aku bersyukur bisa menjadi muridnya.

"Sekolah memberikanmu hukuman untuk menghormat bendera sampai istirahat, tentu dengan kerja bakti bersama petugas kebersihan." Ucap tegas Pak Agus, guru BP sekolahku.

"Ditambah skorsing selama seminggu dan mengerjakan tugas selama di rumah." Ucap Pak Surya, beliau kepala sekolahku yang terkenal bijak, Aku kira ini adalah kebijakan yang terbaik untuk ku.

Memang ini berat, sejak kecil Aku belum pernah dihukum sedemikian rupa di sekolah, tapi hari ini benar-benar hancur, Aku sudah mematahkan rekorku sendiri sebagai anak yang baik, dan semua ini kulakukan karena cinta.

"Baiklah Bapak dan Ibu guru yang saya hormati, maafkan saya yang telah lancang membiarkan Hani masuk pada situasi ini, saya sebagai keluarganya akan lebih tegas agar kejadian ini tidak terulang, namun untuk saat ini maaf saya harus pamit dulu, saya titip Hani." Ucap Kakak dengan nada datar, tentu dengan mata yang menyorot padaku.

"Baiklah, kita anggap semuanya selesai dan berharap kejadian ini tidak terulang, dan Hani bapak tunggu kamu di lapangan." Ucap Pak Surya, kemudian meninggalkan ruangan disusul Pak Agus, Bu Diah, dan beberapa murid ekskul PMI di ruang UKS.

"Kak terimakasih ya, maafin Aku, tolong rahasiakan ini dari Ayah dan Ibu." Ucapku memelas.

"Udah jangan cengeng, cepat atau lambat Ayah dan Ibu akan tahu jika kamu nabrak cowok di sekolah, Kakak jadi curiga apa dia yang kamu kejar ?" Kakak menyelidik dengan tawa ejekannya yang menyebalkan.

"Ih engga Kok." Aku mulai panik, tapi kidung rahasia sudah terbuka, Aku hanya menunduk malu.

"Haha . . . Oke-oke." Jawab Kakak ku mengiyakan.

Kami mulai keluar dari ruangan, Kak Fadli pasti sudah terlambat masuk kampus namun dia masih mau menemani adiknya, serewel dan sejahil apapun seorang kakak laki-laki terhadap adik perempuannya, tetap saja dia akan selalu menjaga adiknya dalam situasi sesulit apapun.

"Haniii . . . !" Teriak lantang seorang perempuan di ujung koridor sekolah bersama pria yang melangkah gemulai.

Aku melirik sesaat ternyata itu Ginan dan Restu, sahabat di kelasku sejak dari SMP, Ginan berusaha berlari tapi Restu yang sedikit lembek menghambat langkahnya, sontak saja tingkah mereka membuatku tertawa kecil, sedikit menghiburku di saat situasi getir seperti ini.

"Ya sudah, itu udah ada temanmu, jadi Kakak mau berangkat lagi, inget tetep ikuti sanksi dari sekolah." Ucap Kakak sambil menepuk pundak ku, lalu meninggalkan diriku di koridor.

"Oh iya Hani, semoga beruntung untuk hari ini." Timpanya kemudian, Aku tahu jika dia mengejek diriku lagi, diriku hanya menjawab dengan mimik cemberut sebal, lalu dia menghilang menuju parkiran mobil.

"Hani ?!" Ginan dan Restu tiba lalu memeluk ku erat.

"Ya ampyun, kenapa sih bisa gini ?" Ucap Restu.

"Kemarin malam lu curhat kan buat rencana hari ini, tapi ga ada istilah sampai nabrak dia tuh." Ucap Ginan heran, antara peduli dan ingin tertawa.

"Ceritanya panjang bangettt . . ." Jawabku lirih.

"Berusaha untuk deket tapi deket banget sampe kecipok." Balas Restu dengan tawa khasnya.

"Kok kalian malah ngeledek sih." Ucapku sebal, kami mulai melangkah di ruas koridor.

"Ya udah, yang penting semuanya beres kan." Balas Ginan.

"Ah iya Aku lupa, ini belum selesai, sekarang harus ke lapangan, ayo ikut." Ucapku memegang tangan mereka lalu mulai berlari.

Mereka ikut terseret karena diriku yang tersadar jika Pak Surya menunggu di tengah lapang, letak ruang UKS ini berada di ujung koridor sekolah, sehingga diriku harus berlari melewati beberapa ruang kelas, oleh karena itu tepat di depan terdapat kumpulan gadis-gadis dari kelas dua yang melihat diriku dengan tatapan masam.
Aku sadar jika diriku sudah masuk pada pusaran amarah para siswi-siswi disebabkan kejadian tadi pagi, kabar diriku menabrak ketua OSIS tersebar dengan cepat, apalagi sekolah adalah tempat tersebarnya gosip secara instan khususnya dari mulut para perempuan, mungkin budaya bergosip ini akan mereka teruskan sampai tua nanti layaknya ibu-ibu gosip di komplek perumahan, memang menyebalkan tapi Aku sadar jika memang semua ini salahku, walaupun begitu Aku harus bangkit karena hari ini belum usai !

"Jadi elu yang bikin 'Kakak Putih' kita jatuh ?" Tanya seorang siswi dengan nada menyentak hingga mencegah langkahku, Ginan, juga Restu.

"Kita ? Please ya emangnya dia siapanya lu muka aspal ?" Ucap Restu.

"Mau ngajak ribut lu ya bencong ?" Dia mulai terperanjat, diikuti kelompoknya.

"Daripada elu perempuan tulen perawakan buta ijo !" Balas Ginan membela Restu.

Sontak saja segala keributan itu mengundang seluruh murid kelas dua untuk berkerumun mengelilingi kami, segala ucapan Ginan dan Restu membuatnya hanya terdiam kesal, Aku hanya tertawa dalam hati karena merasa risih jika ketua OSIS pujaan mereka dianggap pacar seluruh umat di sekolah, lucunya beberapa siswa justru senang akan keributan ini, mungkin sebuah hiburan layaknya perhelatan gulat.

"Ribut . . . Ribut . . . !" Ucap para siswa serempak.

"Kalian . . . Bebek . . ." Ucap perempuan itu.

"Dan elu tinja Bebek." Tawa Restu sambil merangkul Ginan yang sama-sama terbahak.

Pertarungan dimulai, perempuan 'bebek' itu mulai menjambak Restu dengan sebal.

"Kyaaaa . . . dasar kau udel kuda." Ucap Restu dengan nada centilnya.

"Yes . . . Ribut . . . !!!" Sorak para murid di koridor.

Aku terkejut jika ini menimbulkan kericuhan yang mulai memanas, Ginan turut menjambak 'bebek' itu dengan kesal, Aku hanya melangkah mundur dengan mata tidak percaya, Ginan dan Restu memang akan selalu membelaku, tapi semua ini membuat kerumunan semakin parah, hingga mengundang beberapa kelas lainnya untuk turut terpancing melihat segala kekonyolan ini.

"Hentikan !" Teriak pria di belakang kerumunan murid.

Kemudian kami semua mulai melirik ke arah suara itu dan memberikan sedikit ruang untuk dirinya masuk ke 'arena ring tinju'.

"Hani, itu dia." Bisik Ginan di telingaku.

Aku terkejut dan langsung bersembunyi di belakang Ginan, sedangkan Restu serta para perempuan hanya tersenyum lebar akan kedatangannya.

"Eh ada Kak Putih." Ucap Restu.

"Kalian ini sudah beranjak dewasa, masih aja kaya anak kecil." Ucapnya tegas.

Aku semakin tertunduk di belakang Ginan ketika melihat wajahnya yang menawan terbalut perban, berbeda seperti tadi pagi karena sekarang diriku berusaha menghindar dari pandangannya, raga ingin menjauh tapi masih kurasakan jika hatiku ingin semakin dekat dengannya, hatiku bertempur antara perasaan dan pikiran, runyam diantara bimbang.
Murid lain sama-sama memperhatikan pesona dia, namun tidak lama kemudian dirinya pergi meninggalkan kami yang masih terpaku, dia masih diikuti oleh kawanannya, sesaat Aku melirik Friska si 'ratu perempuan' mengikuti di belakang Kakak Putih, dia melihatku dengan tatapan sinis, mungkin kabar burung sudah tersebar jika Aku adalah pelakunya.
Perkataan 'Kakak Putih' seperti sebuah sugesti untuk menghipnotis agar kami membubarkan diri, akhirnya diriku melepas nafas lega dan melanjutkan langkah bersama Ginan dan Restu, Aku tersadar jika hari ini akan terasa berat untuk dilalui, akhir pekan yang memaksaku bukan untuk berbahagia melainkan sebuah rintangan yang akan datang menghadang, hari ini Aku harus siap menjadi gladiator yang mampu bertahan dari terkaman singa, terlebih lagi hari ini adalah hari terakhirku di sekolah karena di mulai senin depan diriku di skorsing seminggu penuh, sekarang diriku dihadapkan pada dua situasi, menyerah sekarang atau terus berjuang.

 "Gue ga ngerti ya sama siswi-siswi di sini, semua kelas, semua angkatan mendambakan dia." Ucap Ginan ketus membuka percakapan, sambil mengikat kembali rambutnya yang terurai.

"Entahlah, auranya menuntut kita untuk selalu dekat dengannya." Jawabku singkat

"Jadi mau lanjutin misi ini sesuai agenda lu ?" Tanya Restu.

"Tentu, tapi ada perubahan rencana, sekarang Aku hanya ingin meminta maaf secara langsung tidak lebih atau kurang, tapi mendekatinya saja diriku merasa gentar." Ucapku sedih

"Tolong deh Hani, lu itu perempuan paling berani yang gue kenal, masa gara-gara pria, lu jadi nyerah gini." Jawab Ginan, Restu sepertinya terheran dengan sikapku, sedangkan Aku hanya membalas lirih pada mereka.

Sebelum sampai di lapangan, kami melewati ruas koridor yang terdapat locker para murid sekolah, brangkas kecil untuk menyimpan keperluan belajar khususnya locker dari kelas tiga, sejak masuk di sekolah Aku melewati koridor ini untuk memasukan surat berbentuk burung bangau kepada dia sang Kakak Putih, setiap harinya Aku menulis banyak puisi cengeng mengenai rindu dan cinta padanya tanpa memberitahu siapa diriku, terdengar konyol tapi itulah sebuah kenyataan dariku yang terpanah dirinya, jatuh dalam relung kerinduan.

"Mau masukin surat lagi ?" Tanya Ginan.

"Entahlah, sekarang waktunya Aku mendekatinya langsung dan meminta maaf dengan sungguh-sungguh." Jawabku ringkas, ku melirik sesaat pada Restu yang melihat mading sekolah.

"Eh gengs lihat." Ucap Restu antusias, Aku dan Ginan menghampirinya.

"Wah gila nih puisi-puisi cengeng lu dipajang Han." Ucap Ginan, Aku terpana ternyata tulisanku ada yang memajang di sini.

"Yang paling penting ini Han." Timpa Restu merobek sesuatu di mading.

"Fotonya Han, ambil aja." Balas Ginan menimpal.

Aku memegang potretnya yang menatap datar, selembar tanda pengumuman dari ketua OSIS mengenai agenda sekolah bulan ini, setiap ada wajahnya yang terpasang Aku senantiasa merobek dan memasangnya di kamarku, diriku sudah menjadi budak perasaan, namun rasa ini menjadi beda, dulu diriku ingin sekali dekat dan menyapanya tapi entah kenapa rasa itu menjadi hilang, diriku sekarang seolah ingin menghindar terus dan memalingkan muka darinya.

"Hani ?!" Teriak seseorang dengan nada tegas memanggilku.

"Buset dah itu Pak Surya !" Ucap Restu terkejut, lalu Pak Surya menghampiri kami.

"Daritadi Bapak nunggu kamu di lapangan." Ucap Pak Surya sedikit geram, kulihat keringatnya mengalir karena terjemur matahari.

"Iya maaf Pak tadi ada . . ." Jawabku panik.

"Ada apa ? Ada-ada saja ya ? Sudahlah, tugas kamu sekarang menghormat bendera sampai istirahat, dan Bapak mengawasi dari jendela kantor, lalu karena sekolah ini terlalu besar jika dibersihkan, jadi setelah selesai di lapangan kamu membersihkan kantin saja, kotor sekali disana." Ucap Pak Surya.

"Baik Pak." Balasku singkat.

"Dan kalian berdua cepat masuk, bel sudah berbunyi dari satu jam yang lalu." Ucap Pak Surya, lalu melangkah pergi.

"Gila sampai istirahat cyin." Ucap Restu.

"Kamu sanggup Han ?" Ginan bertanya lirih.

"Harus sanggup !" Jawabku percaya diri.

Ginan dan Restu menepuk pundaku lalu memberikan sedikit semangat, setelah saling berpelukan dengan mereka, kami-pun berpisah di koridor ini, melangkah cepat ke lapangan seperti Gladiator yang memasuki arena.

***

Hari ini adalah hari ku, begitu cerah menyilaukan pandangan, tanganku mulai berat, kepalaku sudah memanas, namun diriku harus tetap tegak berdiri layaknya tihang bendera yang berkibar di atas lapangan.

"Harus kuat Han."Gumamku dalam hati.

Aku melirik sesaat pada murid-murid sekolah yang tertawa kecil melihatku berdiri sendirian di tengah lapang, celakanya tepat di belakang tihang bendera ini adalah kelas sang pangeran, terkadang Aku melihatnya di jendela berlalu lalang di kelas, diriku berusaha memalingkan muka agar dia tidak melihatku di sini.

Gugup karena bisa sedekat ini.

"Tringggggg . . ." Bel panjang tanda istirahat menggema seisi sekolah, seketika tanganku jatuh ambruk karena lemas.

Suara riuh mulai terdengar, seluruh murid berhamburan layaknya semut keluar dari sarang.

"Hani ?" Terdengar Pak Surya memanggilku dari kejauhan, lalu menghampiriku.

"Bagus, Bapak lihat kamu mulai disiplin . . . bla bla . . . bla bla . . ." Ceramah Pak Surya terdengar samar di pendengaranku karena efek dehidrasi.

" . . . sekarang pergilah ke kantin." Ucap Pak Surya segera membuyarkanku dari letih, kata terakhirnya membuatku senang.

Aku beranjak menuju kantin dibelakang kelas, bukan karena ada tugas membersihkan, tapi riang untuk segera istirahat dan melepas peluh, ada dahaga yang menanti disentuh dingin. Ku lihat Restu dan Ginan menanti di tikungan akhir menuju kantin, betapa senang Aku melihat mereka . . .

"Brukk . . ."

Aku terhempas jatuh di lantai koridor, menabrak seseorang.

"Ah dia lagi, mati Aku."

Diriku tidak melihatnya yang datang dari pintu ruang OSIS, hingga Aku menabraknya cukup keras, dia tergeletak sambil memegang kepalanya tanda kesakitan.

Sesaat Aku memandangnya.

Dan . . .

Mata kami terpaut, dia terkejut, apalagi diriku !

"Hani ?!" Ginan dan Restu datang menghampiriku, sedangkan Kakak Putih lekas berdiri membersihkan seragamnya.

"Kak maaf ya, temenku hari ini memang lagi sakalor, Hani ayo." Ucap Restu, Ginan memegang tanganku dan segera berlari, ku lihat dia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

Lagi-lagi indah dan absurd !

***

"Kamu kenapa sih Han ?"

"Tau tuh, untung kita nyamperin, kalo engga mungkin kamu bakal di keroyok orang lagi."

Aku tidak menjawab apa-apa dan menutup muka di permukaan meja kantin, merasakan malu yang tak terkira, bodoh menabrak dirinya lagi.

Mendekat dan terhempas.

"Permisi, maaf jadi yang namanya dek Hani mana ya ?" Ucap seseorang membuatku meliriknya, ternyata itu Mang Jujun pedagang Mie Ayam.

"Ini saya Mang, tapi saya engga pesan Mie Ayam." Jawabku terheran.

"Jadi gini Non, Pak Surya nyuruh ngawasin Non Hani buat beres-beres, tapi karena di kantin sudah bersih dari pagi, jadi Non Hani bantuin Mang Jujun aja jualan, ya cukup nganterin aja ke meja-meja." Ucapnya mengalun riang.

Aku melirik sesaat pada Ginan dan Restu yang sedang menahan gelak tawanya, mereka hanya mengiring kepergianku menuju gerobak Mang Jujun dengan mengangkat jari jempolnya padaku.

"Semangat Han." Ejek mereka.

"Nah Non Hani cukup catat pesanan, nanti Mang Jujun yang bikin, terus pas selesai Non Hani anterin pesanannya sekalian." Ucap Mang Jujun.

Aku hanya mengangguk, ini pertama kalinya diriku menjadi waitressMie Ayam, murid-murid mulai bergemuruh memasuki kantin, membuat segala pandanganku terlihat runyam, kuyakin ini hanya sebentar daripada harus membersihkan seisi kantin.

"Ayo beli Mie Ayam." Ucapku pada murid-murid, beberapa ada yang menghampiriku, jujur Aku merasa senang di saat seperti ini.

"Satu, pakai pangsit."
"Dua mangkok ya, kecapnya dikit."
"Enam biji, Satu wajib pakai cuka."

Beberapa pesanan membuatku kehilangan fokus, akhirnya diriku memutuskan untuk mencatatnya.

"Dua ya, untuk kita makan bersama."

Saat mencatat pesanan terakhir, seketika diriku melihat padanya.

Dia lagi !

Catatan dan pulpen yang ku bawa jatuh di lantai, lalu terbirit ke belakang Mang Jujun, secara tidak terduga dirinya dekat lagi denganku.

"Loh kenapa Non ? Jadi yang dipesan apa ?" Ucap Mang Jujun heran.

"Oh . . . mm . . . katanya dua . . . iya dua." Ucapku terbata, Mang Jujun langsung menuang kuah yang sudah disiapkan.

"Oke selesai, antarkan, lanjut." Jawab Mang Jujun padaku yang masih gemetar, Aku mengambil catatan yang terjatuh dan menyerahkan sisanya pada Mang Jujun karena Aku harus mengantar dua mangkok ini padanya.

Tunggu dulu, apa maksudnya makan bersama ?

Dua mangkok panas ku pegang dengan dua tangan, getaran tubuh terasa sampai di pinggiran sendok yang terlilit Mie Ayam, terbelit diantara pikiranku sekarang.

"Aku harus berani !

"Mendekatinya !"

"Secara anggun sesuai agendaku kemarin."


Ku melangkah dengan teliti dan hati-hati diantara murid yang berkeliaran di kantin, suara di sekitarku terasa mati, namun perlahan dengan pasti diriku sampai di meja dirinya yang tertegun sedang membaca buku, begitu tampan dan elegan.

Dekat !

Sudah semakin dekat !

Diriku sudah dibelakangnya !

"Beib ?!!!!" Teriak kencang Friska dan kawanannya mengejutkanku spontan.

"Brush !!!"
"Kelentrang . . . !"


Suara mangkok jatuh.

Jantungku berdetak kencang karena saat ini dirinya tersiram dua mangkok kuah Mie Ayam!

to be continued

Spoiler for image source:
nona212Dheaafifahterbitcomyt
terbitcomyt dan 43 lainnya memberi reputasi
40
2K
11
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.