juneldiAvatar border
TS
juneldi
BONAR, SANG KEPALA KELUARGA

Sumber : Pixabay


Bonar mendorong halus berbagai macam topping ke pinggir mangkuk. Perlahan, ia aduk rata bumbu yang mengapung di atas bubur. Tak ingin buru-buru, untuk menjaga agar topping tidak ikut teraduk. Pelan tapi pasti, bubur ayam yang sempurna telah siap untuk disantap.

“Menakjubkan! Sudah jelas, inilah yang disebut kenikmatan hakiki, dan kini ada di dalam genggamanku,” seru Bonar kegirangan.

Ia menyendok satu suapan ke mulutnya yang otomatis langsung mengukir senyuman. Bukan hanya sekedar sembarang senyuman, tetapi sebuah senyum kebahagiaan. Tak dapat ditahan, tiba-tiba sudut matanya mengeluarkan bulir hangat air mata keharuan. Hatinya membuncah oleh getaran yang tak dapat ia jabarkan dengan kata-kata. Satu hal yang pasti, ia selalu merasa bahagia saat-saat momen seperti ini.

“Aku merasakan surga,” gumamnya.

Kecintaan Bonar pada bubur ayam yang tidak diaduk, sama besarnya dengan rasa benci ia pada orang-orang yang mengaduk rata bubur mereka. Segerombolan manusia Bar-Bar berjiwa gersang yang tidak paham dengan konsep keindahan, begitu ia melabeli.

“Entah setan apa yang merasuki pikiran kalian, hingga tega merusak keindahan bubur ayam dengan mengubahnya jadi segumpal muntahan.”

Buk!

Sambil tetap duduk di bangku, kaki kanan Bonar menghantam kepala mayat yang teronggok di sampingnya.

“Dasar primitif! Kalian itu makan bubur ayam, bukan muntahan kucing,” bentaknya.

Tentu saja mayat tersebut hanya bisa diam, tak bisa membalas argumen Bonar. Namun, ia tidak sendiri. Ada delapan orang temannya yang ikut tergeletak bergelimpangan di dalam restoran. Bonar tadi menghabisi mereka semua, demi mengorek informasi tentang siapa pembunuh keluarganya.

Restoran kecil ini terletak di rubanah sebuah gedung di pinggiran kota. Agak tersembunyi dan statusnya amat eksklusif. Lokasi tersembunyi tersebut menjadikannya sebagai tempat berkumpul yang sempurna bagi para pembunuh bayaran. Jadi pasti, restoran ini bukanlah untuk acara keluarga.

Sarapan pagi ini sungguh sangat memuaskan. Kini, aku jadi tahu harus makan siang dimana nanti, batin Bonar.

***

Matahari sedang berada tepat di atas kepalanya, ketika Bonar melangkah masuk ke sebuah gedung apartemen yang berlokasi di jantung kota. Lelaki ini akan menemui salah seorang pemiliknya. Ada sebuah urusan pribadi yang harus diselesaikan. Anggap saja sebagai janji makan siang bersama.

“Aku sudah memesan makanan untuk kita makan siang nanti. Pegawai Bistro Indonesia akan mengantarkannya. Koki restoran bintang empat itu sungguh luar biasa. Kamu pasti akan menyukai makanannya. Sudah kupesankan favoritmu,” jelas Sonia sambil tersenyum.

Lima belas menit kemudian, terdengar bunyi bel dari luar pintu apartemen wanita berdarah Jepang dan Sunda itu, yang langsung membuka pintu dan menerima pesanan. Setelah membayar, ia lalu membawanya ke dapur dan memindahkan ke dalam dua mangkuk kristal berukuran kecil. Diaduknya sebentar, kemudian ia sajikan di meja.

Sembari menuangkan anggur, ia memangil Bonar, “Hei, kita makan dulu, yuk!” sahutnya.

Lelaki tinggi besar itu datang menghampiri, lantas duduk berhadapan dengan Sonia. Ia bersiap menyuap mulutnya, saat bersamaan, ia lemparkan sendoknya.

“Kau apakan buburku? Terlihat menjijikan,” tanya Bonar.

“Oh, tadi tidak sengaja ikut teraduk saat kuaduk punyaku,” jawab Sonia masa bodoh, sambil terus sibuk menghabiskan isi mangkuknya.

Wajah Bonar memerah mendengar jawaban itu, tetapi ia berusaha tetap tenang mengendalikan emosi. Ditaruhnya sendok di tangan di meja dan mengambil gelas penuh anggur. Ia menatap Sonia dengan tatapan jijik.

Si Pemakan Muntahan Kucing nista ini bahkan pantas dibunuh, hanya gara-gara cara makannya, batinnya.

Setelah makan siang bersama, Bonar dan Sonia duduk santai saling berhadapan di ruang tamu. Sonia mengeluarkan sebatang rokok dari kotak kemasan, membakar lalu menghisapnya dalam-dalam. Ia mengisi paru-parunya penuh dengan asap nikotin yang terkandung dalam benda kecil itu.

“Jujur saja, Bon! Aku tidak merasa menyesal dengan apa yang pernah kulakukan padamu dulu. Semua ini hanya sebatas bisnis. Tak lebih,” katanya pelan sambil meletakkan kembali macis beserta kotak rokok di meja.

Bonar yang duduk di hadapan Sonia hanya tersenyum tipis. “Boleh aku minta rokok kau sebatang? Kebetulan punyaku habis.”

“Silakan, rokokku ... rokokmu juga. Apalagi, selera tembakau kita sama.”

“Terima kasih.”

Bonar mengambil macis dan rokok putih yang ada di meja, kemudian membakar sebatang dan mengisapnya. Ia tidak segera menaruh kedua benda itu kembali ke tempat semula.

“Baiklah. Aku paham kalau semua yang kau lakukan dulu itu hanyalah sebatas tugas dari bos kau. Tapi, setidaknya kau tidak perlu melibatkan keluargaku. Aku sendiri saja tentu sudah cukup,” ujar Bonar dengan suara yang mulai bergetar.

“Ayolah! Kamu harusnya orang yang paling paham mengenai pekerjaan kita. Kamu sendiri tahu, ‘kan, kalau Bos paling benci dengan tugas yang tidak tuntas,” balas Sonia masih dengan nada tenang.

“Lagi pula, yang Bos inginkan memang agar kamu merasakan sendiri rasa sakit kehilangan anggota keluarga. Itu alasan aku tidak sekalian membunuhmu,” jelas perempuan oriental berparas dingin itu sambil menoleh ke samping, mematikan puntung di asbak.

Bonar, pembunuh bayaran kawakan itu mengeluarkan tangannya dari kantong jas. “Paling tidak, jelaskan apa yang jadi kesalahanku, sampai Bos jadi marah. Selama ini, semua tugas darinya aku lakukan dengan sempurna.”

Ia meletakkan kembali di posisi semula, rokok dan macis yang dipegangnya dari tadi.

“Oke, aku akan jelaskan alasannya. Anggap ini sebagai hadiah dariku atas kenangan indah kita berdua. Walaupun singkat, harus kuakui, kamu adalah pasangan yang menyenangkan saat kita bersama.”

Sonia tersenyum manis kala teringat panasnya percintaan yang mereka lakukan selama dua minggu di sebuah pulau pribadi. Ia kembali mengambil sebatang rokok, membakar dan mengisap dalam-dalam, lalu mengepulkan asap nikotin dari bibir tipisnya.

“Ingat waktu kamu ditugaskan Bos untuk membunuh anak SMA sebulan yang lalu?”

“Ya, ingat. Apa yang salah? Seingatku, anak itu berhasil kubunuh tanpa meninggalkan jejak apa pun.”

“Well, benar. Sampai sekarang, polisi masih kebingungan mengungkap kasus itu. Kamu hebat melakukan tugasmu.”

“Tapi ...?” Bonar tahu ada kelanjutan dari kalimat Sonia barusan.

“Tapi … yang kamu tidak tahu adalah anak SMA itu ternyata pacar anaknya si Bos. Mereka berdua saling mencintai. Setelah mengetahui pacarnya mati, putri Bos langsung bunuh diri.”
Kerongkongan Sonia mendadak terasa panas, ia batuk-batuk.

“Mana aku tahu soal itu. Harusnya Bos kasih tahu kalau target adalah pacar anaknya.”

“Uhuk ... Hal itu yang jadi masalah. Bos juga tidak tahu pada awalnya. Belakangan setelah aku disuruh menyelidiki, baru diketahui kalau ternyata mereka berdua pacaran diam-diam .. uhuk!” Batuk Sonia semakin keras. Wajah wanita berusia tiga puluhan itu juga mulai memucat.

Bonar yang melihat perubahan wajah Sonia, segera bangkit dari sofa lalu mengambil sekaleng bir ringan di dalam kulkas dan menyodorkannya. “Minum ini.”

Sonia menerima dan membuka kaleng tersebut. Ia secepat kilat meneguk isinya. Namun, baru beberapa tegukan, kerongkongan wanita berkulit pualam itu menjadi semakin panas. Rasa panas yang mencekik leher membuat ia menjadi susah bernafas. Tangannya menggapai-gapai seperti orang tenggelam membutuhkan udara.

Sadar akan kondisi wanita di hadapannya yang sedang kepayahan, perlahan bibir Bonar mulai merekahkan sebuah senyuman. Terukir raut kepuasan di wajah pria Batak itu.

“Apa yang telah kau lakukan, baik?” Sonia berteriak.

Ia mencoba bangkit dari sofa, bermaksud ingin menyergap Bonar. Namun tak berdaya, tubuhnya malah terhempas ke lantai. Rasa kaku mulai menjalar ke sekujur badan. Bahkan, untuk sekadar mengangkat tangan saja sudah terlalu lemah.

“Aku akui, tidak mudah untuk mengetahui bahwa kau lah pembunuh keluargaku. Butuh delapan mayat dan hancurnya sebuah restoran rahasia demi mendapatkan info ini. Jadi, tidak ada salahnya kalau diriku ingin sedikit bersenang-senang menikmati kematianmu, ‘kan?”

“Lima menit lagi, hawa panas yang menjalar dari kerongkongan hingga ujung kaki. Saat itu, pandangan jadi gelap, tubuhmu akan menggelepar hebat dan akhirnya mati.” Bonar jongkok dekat kepala Sonia, sembari membelai rambutnya.

“Untungnya, selera rokok kita sama. Jadi kau tidak menyadari saat aku menukar dengan yang sudah kupersiapkan dari rumah.”

“Aku hanyalah seorang kepala keluarga yang tengah menuntut keadilan demi anak istriku, Nia. Tentunya kau tak berharap, akan lepas begitu saja dari hukumanku, setelah perbuatanmu itu, ‘kan?”

Wanita yang ditanya itu cuma dapat menjawab dengan pandangan kosong.

“Aku yakin mati oleh racun Ricin cukup terhormat menjadi akhir kisah hidupmu. Setidaknya, mayatmu nanti tidak akan mengeluarkan bau yang aneh-aneh.”

“Oh, aku pinjam telepon, ya. Aku akan buat janji dengan Bos. Sekarang giliran dia yang akan kuhabisi.”

Tubuh Sonia semakin bergetar hebat saat Bonar mengeluarkan telepon genggam dari saku blazernya. Ia lalu mencari nomor bos dan mengirimkan pesan singkat.

[Bos, Bonar sudah kubereskan. Kita bertemu di tempat biasa, ya.]

Setelah mengirimkan pesan, dilapnya telepon genggam tersebut, kemudian dengan hati-hati, menyelipkannya kembali ke saku blazer Sonia. Ia memendarkan pandangan ke sekeliling, parasnya memancarkan rasa puas.

“Kurasa, kerja bagus ini layak dirayakan dengan semangkuk bubur ayam lezat yang tidak diaduk. Bukan muntahan kucing, seperti yang dimakan perempuan sialan ini,” gumam Bonar.

Bonar menuju pintu apartemen Sonia. Langkahnya terhenti ketika menatap mangkuk bubur ayam di meja, bekas makan siang mereka. Ia berjalan mendekat, lalu mengambil wadah makan bekas wanita bermata sipit itu.

Apakah kau juga pemakan muntahan kucing seperti ini, Bos? Katakan ya, maka kau akan berakhir sama dengan gundik sialanmu itu.

Pikiran itu terlintas begitu saja di benaknya. Ia menangkupkan mangkok kotor tersebut ke wajah Sonia dan dengan langkah santai berjalan keluar dari kamar.

Selesai


Diubah oleh juneldi 19-07-2021 16:31
bukhoriganAvatar border
pulaukapokAvatar border
69banditosAvatar border
69banditos dan 17 lainnya memberi reputasi
18
1.1K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.