alexstewartAvatar border
TS
alexstewart
The World : Over Heaven



"Dio, tidak peduli apa yang terjadi, hiduplah dengan mulia dan dengan bangga. Jika kamu melakukan itu, kamu pasti akan bisa pergi ke surga."

Saya bertanya-tanya apakah ibu saya yang selalu memberi tahu saya bahwa pada akhirnya memang ada surga? Meskipun dia hidup di anak tangga terbawah masyarakat, dia hidup dengan bangga bahwa dia tidak pernah kehilangan sepanjang hidupnya. Tetapi sementara itu mungkin benar, menjadi begitu, terutama begitu, tidak, bukan karena dia begitu, saya tidak berpikir dia bisa memperoleh tiket ke surga.

Saya kira tidak.

Dia mulia, punya kebanggaan diri, juga polos, baik, dan cantik, dia sebenarnya bahkan seperti dewi, tetapi pada saat yang sama dia adalah wanita bodoh yang putus asa.

Aku benci kebodohan yang sia-sia itu.

Ambil saja contoh ini.

Sementara kami sangat miskin sehingga kami akan khawatir makan makanan pada hari itu, sementara dia dan saya, putranya, berada di lingkungan di mana kami menderita dengan perut kosong, ia membagikan sedikit uang yang telah ia hasilkan kepada anak-anak lapar di sekitarnya.

Dan tidak hanya dengan anak-anak, dengan orang tua atau kadang-kadang binatang. Dia memberikan uang dan berkah bagi mereka yang "lemah" seperti itu adalah tugasnya. Apa kata yang tepat --  "kebaikan". Dia akan menyebarkan hal-hal semacam itu dengan bebas kepada orang-orang di sekitarnya.

Apa itu jika tidak bodoh?

Seseorang tidak bisa tidak membenci itu.

Cara hidupnya di mana ia akan menempatkan dirinya dan keluarganya sebagai yang kedua tentu saja dengan mulia dan bangga, tetapi di kota yang berbunyi seperti itu, tidak ada yang menilai kebangsawanan dan kebanggaan itu.

Bergantung pada kondisi, seperti kondisi keluarga Joestar tinggal, kota pedesaan yang sangat indah itu, karakter seperti itu akan cukup dikenal, tetapi di kota itu yang lebih buruk daripada selokan, jujur saja, dia adalah bahan tertawaan.

Anak-anak yang mengambil kasihnya serta orang-orang tua semua menertawakan ibu.Mereka tertawa terbahak-bahak seperti melihat lelucon lucu yang menghibur.

Dan ketika aku mendengar tawa itu, aku benar-benar tidak punya banyak permusuhan.Mereka benar, pikirku. Cukup sehingga aku ingin tertawa bersama mereka. Kemarahanku terhadap ibuku terutama, jadi tentu saja aku tidak melakukannya. Tapi aku merasa begitu.

Ibuku bodoh.

Bodoh sekali.

Meskipun demikian, seperti yang anda duga, menjadi anak dari ibu yang diolok-olok itu, kadang-kadang aku dipandang rendah. Dan aku tidak bisa membiarkan orang-orang yang menertawakan ibuku lolos begitu saja, tetapi jika aku melakukannya aku dimarahi ibuku.

Daripada orang-orang yang menertawakannya, dia memarahi aku yang marah karenanya.

"Kamu tidak harus melakukan itu, Dio. Kamu tidak boleh hidup mengandalkan kekerasan seperti itu. Jika kamu melakukan hal-hal seperti itu kamu tidak akan bisa pergi ke surga."

Ku pikiran kembali kata-kata favoritnya. Kata-kata itu seperti memiliki makna yang pasti. Seperti mantra.

Dia hanya mengatakan hal-hal itu dan membekas di pikiranku. Dia hanya perlu mengucapkan kata "surga" dan rasanya dia seperti sang penyelamat. Aku harus memikirkan itu, jika tidak perasaan wanita itu benar-benar tidak bisa dipahami olehku.

Tidak, bahkan jika aku berpikir bahwa itu dapat dimengerti, dia pasti juga tidak mengerti, tapi memikirkan kembali sekarang, ku rasa itu mungkin dapat membawa cahaya masuk ke akal sehatnya dimana dia terus menerus menjadi bahan tertawaan. 

Tapi bagaimanapun, dia ibuku, yang selalu mengatakan itu kepada aku saat aku masih anak-anak. 

Jika kamu melakukan ini, kamu bisa pergi ke surga.

Jika kamu melakukan itu, kamu tidak bisa pergi ke surga.

surga..surga..surga..

Dan setiap kali itu membuatku kesal. Pikiran masa kecilku membuatku terganggu dalam hal belajar. Aku anggap mereka tidak nyata.

Aku tidak bisa memaafkan ibuku.

Itu sebabnya tiap kali aku melihat ayah yang mabuk dan melakukan kekerasan kepada ibuku, itu membuatku merasa lega. "ini yang benar".Pikirku.

Memikirkannya sekarang, sepertinya agak bodoh tapi sebagai anak muda, aku lebih menyukai ayahku daripada ibuku. Aku merasa ayah itu orang rendahan dan tidak berarti dan tak punya harapan jauh lebih baik daripada ibuku yang mulia dan sombong.

Jika ibuku adalah seorang yang "pemberi" maka ayah adalah orang yang "menerima".

Kupikirkan kembali hubunganku dengan keluarga Joestar, sebuah hubungan yang terjalin lebih dari 100 tahun, kebiasaannya mencuri mungkin adalah sebuah keturunan, apa yang ia "ambil" dari George Joestar mungkin penyebabnya.

Aku tidak pernah melihatnya bekerja.

Aku tidak pernah melihatnya bekerja atau mendapat penghasilannya sendiri.

Melalui pertaruhan, seperti penipuan atau pemerasan, dia mengambil uang tunai dan makanan dari orang-orang di kota. Dia tidak pernah "mendapatkan", dia hanya "mengambil". Dia selalu melakukan hal itu. Cara dia menjalani hidupnya sampai kematiannya adalah kebalikan dari ibuku.

Dan di kota itu, yang benar adalah ayahku. Cara hidup ayahku jujur dan benar.

Paling tidak, ku pikir cara ayah hidup tana hambatan dan licik itu keren. Aku tidak akan mengatakan bahwa dia panutan tapi aku menghormatinya.  

Seperti orang bodoh jika mengingatnya sekarang, tapi tidak dalam akal sehatku, tapi aku memikirkan cara dia hidup sebagai orang yang cerdik. Dan sebagai anggapan kepada suatu kebutuhan dia akan mengalahkan orang lain. Bagiku, anak yang masih polos, seseorang tidak bisa "lebih kuat".

Aku memperhatikannya.

Dia kuat, berkharisma, dan keren.

Di daerah kota yang kumuh itu, aku tahu bahwa ayahku adalah orang yang paling hebat dalam hidupku, dan satu-satunya kebanggaan hidupku.

Tapi ibuku menolak itu.

Dia benar-benar mengkritiknya.

"Sayang tolong hentikan. Ayo kembalikan semua uang yang kamu curi. Kamu tidak boleh melakukan hal-hal ini. Jika kamu melakukan hal-hal seperti ini kamu tidak akan bisa pergi ke surga".

Setiap kali dia mengatakan itu, ibuku dipukuli.

Seorang wanita bodoh dipukuli dengan bodoh.

Ketika dia pingsan, dia akan dengan keras menendangnya dan melemparkan botol minuman keras padanya.

Aku tau selanjutnya bahwa adik laki-lakiku atau perempuanku menghilang dari kekerasan itu.

Ini adalah kisah yang kejam. Itu adalah kisah yang kejam, bukan? Pasti begitu.

Tetapi diantara kekerasan sehari-hari itu, dia akan terus jujur sampai akhir.

Dalam kehidupan yang berada dibawah anak tangga masyarakat, di lingkungan yang mengerikan itu, ia berbicara tentang keadilan, etika dan moral. Dia memegang erat hal-hal yang tidak berguna seperti mereka adalah sebuah harta.

Aku harap dia diam.

Setidaknya, aku berharap dia mengabaikan tindakan ayah, jika dia melakukan itu, dia tidak akan lolos dari kekerasannya.

Tidak. Ketika aku memikirkan ayah dalam mabuknya, kamu mungkin tidak bisa melarikan diri sepenuhnya tidak peduli apa yang ia lakukan. Tapi ketika aku masih kecil, dan dalam upaya melakukannya, aku akan tetap diam dan menjauhinya ketika dia mulai mabuk. Dan itu akan meminimalkan kekerasan yang aku terima.

Seorang anak bisa mengetahui, tetapi dia tidak pernah melakukannya. Justru sebaliknya. Ketika ayah minum banyak dan mabuk, dia meneriakinya.

"Jangan minum banyak minuman keras".

Dan sejenisnya.

Dia akan mengatakan hal-hal yang jelas seperti itu.

Dia akan dipukuli dan mengatakan hal-hal yang jelas akan membuatnya marah. Apa yang sebenarnya akan terjadi jika dia mengatakan hal-hal seperti itu? Jika kamu berpikir tentang hal itu seharusnya mudah untuk mencari tahu. Melihatnya mencoba berbicara dengan ayah meskipun dia tidak melakukan apapun untuk mempertahankan dirinya dari pukulan, itu tidak lucu.

Ini aneh.

Aku tidak bisa tidak bertanya.

Bahkan jika dia tidak bisa lepas dari cemohan itu, setidaknya dia seharusnya bisa lolos dari kekerasan. Jadi kenapa tidak?

Apakah seperti apa yang kupikirkan, dia benar-benar bodoh? Karena dia tidak pintar?

Apakah ibuku benar-benar seorang idiot yang putus asa?

Itu salah.

Sekarang setelah seratus tahun berlalu, aku tahu itu salah.

Sekarang aku tahu apa yang disebut dengan dunia luar dan dunia berikutnya.

Memang benar bahwa ibuku setidaknya kecerdasaan dan pendidikan. Bahkan ketika dalam kemiskinan dimana aku tidak bisa bersekolah, yang mengajarkan aku berbagai hal menggantikan guru tidak lain adalah ibuku.

Karena aku memiliki pendidikan dasar itulah aku bisa hidup dengan tekad seperti itu nanti. Aku tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada ibuku untuk itu ketika dia masih hidup, meskipun aku tidak berpikir bahwa pendidikan seperti itu dapat membuat tujuan apapun, tetapi jika bukan karena itu aku benar-benar ragu aku bisa hidup di rumah Joestar yang lembut.

Aku tidak pernah peduli dengan garis keturunan ibuku, tetapi saat aku menyelidikinya, aku tahu bahwa ibuku berasal dari masyarakat elit.

Jika aku mengatakan untuk sedikit berprasangka, kehalusan dan martabatnya bukan lahir dari kemiskinan. Itu pasti adalah hal-hal yang lahir dari kehidupan mewah. Tetapi mengapa wanita itu menikah dengan ayah atau mengapa dia jatuh kedalam kota yang menyedihkan ini, aku tidak bisa dapat menyebut apapun kecuali misteri.

Omong-omong, ayahku pernah berkata sesuatu saat dia mabuk. Sesuatu tentang dia kimpoi lari dengan ibuku dan memulai percintaannya dan beberapa omong kosong yang tak berharga itu. Aku menganggapnya sebagai omongan orang mabuk, tapi aku tidak tahu apakah itu benar-benar terjadi atau tidak. Ku abaikan saja karena ku anggap itu kisah yang sulit dipahami, tetapi meskipun aku tidak dapat memastikannya itu mungkin juga bukan omong kosong belaka.

Mungkin ayahku mengatakan suatu kebenaran meskipun tidak ada cara untuk mengetahuinya sekarang.

"Dio jangan salahkan ayahmu. Ayahmu benar-benar orang yang baik. Dia seharusnya tidak minum. Jika dia berhenti minum, aku yakin ayahmu akan bekerja dengan baik".

Sekarang ini adalah omong kosong yang ibuku katakan. Ibuku mengatakan hal-hal seperti itu dengan wajah yang serius. Aku tidak perlu menentang hal seperti itu. Aku ingin bertanya mengapa dia sebodoh itu.

Dia benar-benar orang yang baik?

Kalau saja berhenti minum?

Tapi, aku pikir itu.

Aku memikirkannya.

Bahwa mungkin ada cara untuk pergi ke surga. Aku berpikir seperti itu.

Aku bahkan berpikir bahwa aku hanya hidup untuk tujuan itu.

Aku harus melihat surga.

Aku harus pergi ke surga.

Mungkin ada cara untuk mencapai surga.

Dan aku mencarinya.

Mungkin di tempat ibu itu, ditempat ibuku yang bodoh, aku mencoba pergi ke surga? Mungkin aku coba melihat pemandangan surga dan melaporkannya kepada ibuku?

Tidak. Itu salah. Ingat. Itu salah.

Bahkan aku tahu, aku menganggap ibuku itu bodoh, tak dapat dipungkiri, sangat bodoh.

Dia hidup dengan cara seperti itu.

Tidak heran jika dia mati.


4iinchAvatar border
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 21 lainnya memberi reputasi
22
734
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.