mfitrahilhamiAvatar border
TS
mfitrahilhami
CORONA AKAN BERLALU


Aku percaya setiap badai pasti berlalu, tak terkecuali wabah Corona ini. InsyaAllah. Hingga yang tersisa hanyalah kenangan ketika melewati momen demi momen tersebut. Dan daripada nganggur gak jelas, mending kini aku akan menceritakan salah satu momen yang terjadi di keluargaku selama masa social distancing.

Kita mulai …

***

Ada salah satu hal yang tak bisa dihindari di masa social distancing, yakni kontrak kerja. Seperti Sabtu lalu saat tim nasyidku harus mengisi gathering sebuah brand baju muslim ternama di salah satu hotel di Surbaya. Kontrak kerja sudah kami sepakati sebulan lalu, sebelum merebaknya virus Corona di Indonesia.

Harap-harap cemas kami menunggu keputusan dari pihak penyelenggara. Ditunda atau dilanjutkan? Ternyata empat hari menjelang hari H, kami dapat kabar; Gathering tetap dilaksakan. Sebenarnya aku pribadi sangat ingin acara itu ditunda atau dibatalkan saja, mengingat virus Corona ini bebal banget, gampang menular. Terbayang di pikiran, bagaimana jika di ruangan gathering nanti ada undangan yang suspect Corona, lalu semuanya tertular? Lantas aku pulang dengan keadaan terpapar dan menyebarkarkan virus tersebut kepada istri dan anak-anak. Naudzubillah.

Hari-hari itu aku dilanda kecemasan. Hingga sebuah keputusan harus diambil. Kuketik pesan di WA grup nasyid.

[Mas, kalau gathering depan aku gak ikut gimana?]

Salah satu teman menjawab, [Lho. Nanti siapa yang gantiin, Fit? Ini kontrak udah dari sebulan lalu, loh.]

[Aku gak nyaman, Mas. Khawatir tertular. Kondisinya kan darurat kayak gini.]

Teman yang lain menimpali, [Kita social distancing, akhi. Di sana kita jangan dekat-dekat, pakai masker. Jangan lupa ikhtiar minum rebusan rempah-rempah seperti jahe, kunyit, temulawak. Biar badan kita sehat.]

[Aku tetep gak nyaman, Mas. Khawatir. Soalnya punya dua anak kecil di rumah.]

[Sebentar ya, aku sampaikan ke pihak penyelenggara dulu. Barangkali kita bisa cancel acara besok,] jawab teman yang mendapat order acara ini.

Lima menit kemudian ia mengirim pesan lagi di WA. Isinya tentang prosedur social distancing yang dilakukan oleh pihak perusahaan dengan pihak hotel demi mengantisipasi penyebaran virus selama acara berlangsung. Penyelenggara menegaskan acara ini sudah mendapat izin. Pun telah melakukan pengurangan undangan yang awalnya 100 orang menjadi 50 orang saja. Sebelum masuk area ruang gathering, akan ada dua kali pemeriksaan suhu tubuh; sebelum masuk area parkir dan sebelum masuk lobi hotel. Bagi yang suhu tubuhnya lebih dari 37,5 derajat celcius, tidak diperbolehkan masuk. Di lift, ada petugas yang mengatur posisi berdiri satu orang dengan orang lain. Akan di sediakan hand sanitizer di masing-masing sudut ruangan. Meja tamu juga akan dibatasi 6 orang saja, itu pun diberi jarak satu setengah meter antara satu kursi dengan kursi lain. Di tiap meja akan disediakan hand sanitizer.

[Gimana, Fit? Ini shohibul hajatnya minta banget kita datang.]

Aku paham, pihak penyelenggara akan berat membatalkan acara tersebut, karena mereka sudah membayar seluruh kebutuhan, seperti hotel, catering, dekorasi, dan lain-lain. Dan mereka tidak bisa mengambil kembali uang yang masuk jika menunda atau bahkan membatalkan acara. Aku segera berdiskusi dengan istri, setelah berfikir sejenak, ia pun mengangguk,

“Ya sudah ikut saja, Bang. Tapi harus hati-hati, ya. Yuk, beli masker dulu sama hand sanitizer.”

Ya sudah bismillah. Aku ambil hape, mengetik balasan di grup kalau aku tetap ikut perform.

***

Besoknya istri mengajakku keluar untuk membeli masker. Hanya saja semua persediaan masker sudah pada habis. Di tiap apotek kami melihat kertas besar bertuliskan ‘Masker & Hand Sanitizer Habis’.

Kami pun pergi ke alpamaret. Sesampainya istri tanya ke kasir, “Mas, masker ada?”

Kebetulan ada dua kasir yang sedang berjaga di sana. Cowok semua. Satunya sudah tua, satu lagi masih muda. Kasir tua menjawab cepat, “Masker habis, Mbak.”

Tatkala kami akan balik kanan, terdengar suara dari si kasir muda, “Loh, bukannya stok masker di dalam masih ada lima, Mas?”

Seketika kami menoleh, dan melihat kasir tua sedang mengedip-ngedipkan mata pada si kasir muda. Rasanya sakit hati melihat si kasir tua kedip-kedipan dengan kasir muda. Apa ini yang disebut cemburu? Tidak! Si kasir muda itu cowok. Ngapain aku cemburu sama cowok? Emang aku lelaki cucok?

Akhirnya kami pulang. Jika di AlpaMaret kehabisan masker, kami akan beli masker di AlpaApril saja bulan depan.

“Susah banget, ya, dapat masker? Udah kayak nyari rambutan di musim mangga,” ucap istri di atas motor, membuatku mikir, apa hubungannya masker sama buah-buahan.

Beberapa waktu kemudian, setelah mendapat info di media sosial, istri segera ke warung untuk membeli bayclin.

“Buat apa beli itu, Neng? Kan kita sudah punya detergen buat cuci baju,” kataku sembari menatap istri yang tersenyum sambil menenteng sebotol bayclin.

“Mau buat disinfektan, Bang. Bisa membunuh virus.”

“Iya bisa gitu?”

Istri mengangguk, “Ini dapat resep dari dokter, kok. Nanti Abang bawa, ya, waktu tampil nasyid.”

Kemudian ia mencampurkan bayclin plus air dengan takaran tertentu. Setelah itu ia masukkan cairan campuran itu ke botol kispray.

Sabtu telah tiba … ketika aku bersiap berangkat kerja, istri membawakan botol kispray isi bayclin itu untukku.

“Jangan lupa, kalau mau duduk, tempat duduknya disemprot dulu pakai ini. Kalau mau naruh tas di meja, mejanya juga semprot dulu. Kalau abis dari toilet, semprot juga kran air sama gagang pintu toiletnya. Abang denger?” Istri mengingatkan.

“Iya, denger.” Padahal aku lagi sibuk nyari kaos kaki.

“Pokoknya dipake loh disinfektannya. Bentar,” kemudian istri menyemprot tuas gas dan jok motorku pakai bayclin itu. Bau tajam segera menusuk hidung. Dan makin menusuk, ketika istri yang kini menyemprot kepalaku yang sudah terbungkus helm. Rasanya mau mabok.

Setelah memberi salam, aku berangkat.

Benar, sesampai di lokasi parkir, suhu tubuhku dicek oleh petugas. Aku boleh masuk setelah dinyatakan normal. Tidak gila. Sebelum masuk lobi pun suhu tubuhku dicek ulang. Masih waras. Di lift, posisi kami diatur sedemikian rupa. Tidak boleh berhadapan. Akhirnya aku menghadap kaca, sembari mengamati masih ada belek tidak di sudut mata.

Masuk di lokasi ruangan sangat terasa acara gathering itu benar-benar menegangkan. Undangan datang mengenakan masker. Tak ada salam-salaman atau cipika-cipiki yang biasa dilakukan oleh kaum emak. Hanya menangkupkan kedua tangan di dada. Semua menjaga jarak. Kami sebagai pengisi acara pun melakukan hal serupa. Tak saling ngobrol seperti biasa. Kalau butuh koordinasi, kita sampaikan lewat WA grup. Di jeda tampilan, kami akan berpencar. Ada yang di musholla, ada yang duduk di belakang panggung. Aku memilih keluar ruangan.

Istri berkali-kali mengingatkanku lewat WA, [Bang, lagi ngapain? Jangan lupa semprot kursinya kalau mau duduk. Kalau di toilet, jangan lupa semprot juga selang sama kran airnya. Gagang pintu toilet jangan lupa juga disemprotin dulu.]

Kukeluarkan botol kispray dari dalam tas. Saat akan duduk di satu tempat, aku semprotin dulu kursinya. Sumpah, mencium baunya aku serasa mau mabok aja. Apa ini yang disebut mabuk bayclin? Ketika di toilet, aku semprotin kran air sama gagang pintunya. Kaca-kaca di toilet pun tak lupa aku semprot. Untung tidak ada manager hotel yang lihat, andai kelakuanku ini terlihat, pasti si manager akan bilang,

“Jangan lupa habis ini toilet sebelah juga disemprotin dan dibersihin.”

Dipikir aku OB, sodaraaa.

Acara gathering berakhir lebih awal dari jadwal, karena pihak perusahaan menginginkan agar materi dipercepat. Lebih cepat lebih baik, katanya. Aku mengabarkan pada istri lewat WA kalau acaraku sudah selesai. Istri membalas,

[Jangan lupa motornya disemprotin dulu.]

Duh, rasanya pingin nyanyi lagu dangdut, ‘mabok lagiii… mabok lagiii…”

Tapi suara istri adalah suara yang paling tulus, meski diucapkan dengan gerak bibir berkecepatan cahaya, insyaAllah semuanya demi kebaikan. Percayalah, tanpa omelan istri, hidup suami akan kering dan gersang. Kebanyakan diomelin, suami akan sesak nafas seperti orang sedang tenggelam.

Kusemprotin motor pakai bayclin sembari menahan nafas. Setelah itu, aku pun pulang.

Tetapi drama belum usai. Sebab sesampai rumah, ternyata pintu dikunci dari dalam oleh istri. Wajah istri nongol di balik jendela setelah kuketuk pintu 3 kali.

“Bukain, Neng,” ucapku.

“Tunggu di sana dulu, Bang,” jawab istri. “Mana disinfektannya?”

“Bayclin?” aku memastikan.

“Iya.”

Kuambil sebotol kispray dari dalam tas. Lalu menyerahkannya pada istri. Ia membuka pintu.

“Diam di sana. Jangan masuk dulu,” ia kembali mengingatkan.

Aku menurut.

Dua detik kemudian, istri menyemprot seluruh tubuhku pakai bayclin. Tak terkecuali helm, tas, dan sepatu yang kupakai. Yang tadinya di hotel aku sudah mabok, sekarang menjadi orang sakaw. Ya Allah, kapan wabah ini berakhir?

“Sudah boleh masuk, Neng?”

“Belum, tunggu dulu,” Ia kemudian menyuruhku membuka jaket dan sepatu, ia menyemprot bajuku, aku mabok level akut. Tak lama setelah itu istri menyemprot telapak kakiku sampai mengeriput.

Saat itulah aku mulai berfikir, di mata istri, sebenarnya aku ini dianggap suami atau hama?

****

Surabaya, 25 Maret 2020
Fitrah Ilhami

WhatsApp Marketer: 085703404372
Diubah oleh mfitrahilhami 31-03-2020 09:46
Gimi96Avatar border
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 29 lainnya memberi reputasi
26
4.4K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.