i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Suaranya Bergetar Sebut 283 Warga Dimakamkan, Anies : Itu Warga Kita


Suaranya Bergetar Sebut 283 Warga Dimakamkan, Anies: Itu Warga Kita yang Bulan Lalu Sehat

JAKARTA, KOMPAS.com - Suara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendadak bergetar ketika ia menyampaikan data mengenai jumlah korban meninggal dunia yang harus dimakamkan sesuai protokol pemulasaran jasad pasien Covid-19.

Anies menyebutkan, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta mencatat 283 jasad dikebumikan kurang dari 4 jam selepas wafat, dibungkus plastik, menggunakan peti, dan petugas pemakamannya mengenakan alat pelindung diri ( APD).

Data itu dicatat dalam kurun waktu tak sampai sebulan, yakni pada rentang 6-29 Maret 2020.

"Ini menggambarkan bahwa situasi di Jakarta terkait dengan Covid-19 amat mengkhawatirkan. Karena itu saya benar-benar meminta kepada seluruh masyarakat Jakarta, jangan pandang angka ini sebagai angka statistik," ujar Anies dalam konferensi pers di Bakaikota, Senin (30/3/2020).

"(Data) 283 itu bukan angka statistik. Itu adalah warga kita yang bulan lalu sehat... Yang bulan lalu bisa berkegiatan..." imbuh dia, dengan suara bergetar.

"Mereka punya anak, mereka punya istri, mereka punya saudara, dan ini semua harus kita cegah pertambahannya."

Anies bilang, belum tentu semua jasad yang dimakamkan itu merupakan pasien Covid-19, sebagian mungkin masih berstatus suspect (dicurigai) Covid-19, karena belum dites atau hasil tes belum rilis saat meninggal.

Keadaan tadi, menurut dia, menunjukkan bahwa kondisi Jakarta sebagai pusat pandemi Covid-19 di Indonesia masih amat mengkhawatirkan.

Berangkat dari sana, Anies meminta warga DKI Jakarta serius melakukan pembatasan aktivitas, atau yang dikenal sebagai physical atau social distancing.

Ia meminta warga Jakarta lebih disiplin untuk tinggal di rumah.

"Tinggal lah di rumah, disiplin untuk menjaga jarak, lindungi diri, lindungi keluarga, lindungi tetangga, lindungi semua," kata eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI itu.

"Jangan sampai Dinas Pertamanan dan Hutan Kota yang mengurusi makam ini punya angka yang lebih tinggi lagi. Mari kita ambil tanggung jawab semuanya," lanjut Anies kembali dengan suara bergetar.

Senin (30/3/2020), Pemprov DKI Jakarta merilis total terdapat 701 pasien positif Covid-19, dengan 48 pasien berhasil sembuh namun 67 di antaranya meninggal dunia.

Pemerintah terus menggaungkan instruksi agar warga tetap bertahan di dalam rumah selama pandemi Covid-19 untuk memutus rantai penularan, kecuali terpaksa keluar rumah untuk kebutuhan mendesak.

Warga diminta menjauhi diri dari kerumunan yang dapat mempermudah penularan Covid-19.
sumber

*******

Bukan Anies kalau tidak bisa mengolah kata dan bermain drama. Bahkan bisa sampai bergetar suaranya. Kalau dalam olah suara, ini disebut Vibrato, dan Anies bolehlah masuk dalam kelas Bariton.

Bagi mereka yang masuk dalam golongan codi, ungkapan Anies ini bagaikan halilintar yang Cumiakan telinga. Bagai gemuruh gunung yang memuntahkan lava. Tapi tidak bagi yang bukan golongan codi. Ucapan Anies, meskipun tidak merujuk pada jumlah korban meninggal akibat Corona, tapi pemilihan diksi Anies kurang tepat.

Penyebutan angka 283 orang yang dimakamkan dengan protokol kesehatan dan pemakaian APD, bagi mereka yang awam bisa disalah artikan. Terlebih bagi mereka yang selalu mengamini kata-kata Anies. Padahal kita tahu, seluruh orang yang mengalami gejala mirip dengan gejala terinfeksi Corona akan selalu berhadapan dengan protokol kesehatan. Itu untuk keamanan para petugas kesehatan serta para penggali makam.

Penyebutan angka 283 orang yang dimakamkan dengan protokol kesehatan juga bisa disalahartikan bahwa pemerintah pusat melakukan kebohongan publik dan pembohongan data. Padahal sesuai data pemerintah pusat sampai opini ini ditulis oleh TS, tercatat 1.414 orang positif, 122 meninggal, dan 75 sembuh. Sementara berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta sendiri, tercatat yang positif Covid-19 adalah 720 orang dengan 48 orang mengalami penyembuhan total dan 76 orang meninggal.

Lantas apa yang melatari Anies hingga bisa keluar perkataan seperti itu? Entahlah. Kalau niatnya hanya untuk menegaskan social distancing rasanya terlalu berlebihan.

Tapi, kalau suara bergetarnya Anies saat menyebut angka 283 adalah ungkapan penyesalannya atas kebodohannya melakukan efek kejut pada tanggal 16 Maret 2020, ini patut diapresiasi. Kenapa? Karena Anies tak pernah mau meminta maaf dan tak pernah merasa menyesal, sekalipun telah berbuat kesalahan. Padahal Anies hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa.

Lantas kenapa sampai hal ini dihubungkan dengan soal efek kejut yang dianggap bodoh itu? Lihat saja bagaimana ungkapan Anies.

"(Data) 283 itu bukan angka statistik. Itu adalah warga kita yang bulan lalu sehat... Yang bulan lalu bisa berkegiatan..." imbuh dia, dengan suara bergetar.

Bulan lalu. Bulan Februari mereka masih bisa berkumpul dengan keluarga, dengan sahabat, dengan tetangga. Dan semua itu berubah ketika tanggal 16 Maret 2020 mereka dipaksa terpapar Corona akibat kebodohan seseorang yang jumawa dengan mengeluarkan kebijakan tanpa dipikir panjang lagi. Padahal masyarakat Jakarta itu bercampur dengan mereka yang tinggal disekitat Jakarta yang mencari nafkah di Jakarta dan lalu lalang di Jakarta. Dan masyarakat Jakarta bukanlah kota kecil yang masyarakatnya bertani atau berladang. Dan masyarakat Jakarta mengikuti apa kata Gubernurnya yang menggalakan pemakaian transportasi umum seperti Trans Jakarta hingga Gubernurnya bisa membusungkan dada karena pengguna Trans Jakarta mencapai 1 juta perhari.

Dan dari tanggal itulah mereka menyebarkan wabah kemanapun mereka bisa pergi. Buktinya banyak korban meninggal di daerah yang jauh dari Jakarta ternyata berangkat dari Jakarta.

Dan sekali lagi, TS tak peduli andai para codi yang selalu mengamini kebijakan Anies menyerang membabi buta disini.

TS cuma ingin menegaskan. TS warga Jakarta, peduli dengan tanah kelahiran, tinggal di Selatan Jakarta yang menjadi pusat pandemi di Indonesia ini, sehingga wajar apabila TS mengkritisi atau mendukung setiap kebijakan gubernur DKI Jakarta.

Sementara sampai detik ini, tidak ada kebijakan kongkrit yang diputuskan oleh gubernur DKI Jakarta mengenai anggaran stimulus demi menyelamatkan perekonomian dan kehidupan warga Jakarta, kalah dengan Jawa Tengah dan Jawa Barat yang berani mengeluarkan kebijakan demi menyelamatkan warganya. Semua bungkam. DPRD bungkam. Cuma bisa ribut karantina karantini, lokdan lokdon lokdan lokdon, padahal penyemprotan desinfektan saja warga Jakarta harus mengumpulkan uang sendiri ketimbang harus menunggu penyemprotan desinfektan dari Pemprov DKI Jakarta yang itupun harus membayar!!! Bohong kalau ada yang bilang tidak membayar. Ini TS dengar sendiri dari kawan yang datang ke RW bahwa setiap RT yang meminta desinfektan, yang entah kapan dilaksanakan, harus menyiapkan sejumlah uang untuk membayar petugas petugas penyemprotan yang nilainya lumayan besar.

Jika Anies Baswedan dengan gagah dan lantang mengatakan :

"Formula E saya batalkan! Dan anggaran Formula E dengan ini saya nyatakan saya alihkan untuk perlawanan terhadap wabah dan demi kehidupan sosial serta ekonomi masyarakat Jakarta yang terdampak. Termasuk semua anggaran yang tidak urgent. Saya alihkan demi kemaslahatan masyarakat Jakarta."

Maka saat ini juga TS menyatakan akan mendukung Anies sepenuhnya serta tak akan pernah berseberangan lagi dengan para codi pendukung Anies Baswedan.

Akankah ini terwujud?
Jawabannya gampang.
Ini seperti berharap menemukan dimana ratusan pohon Monas yang hilang itu berada.

Itu.
4iinchAvatar border
sebelahblogAvatar border
lieeAvatar border
liee dan 85 lainnya memberi reputasi
68
11.2K
285
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.