Hay, pemilik setengah hatiku yang nun jauh di sana.
Apa kabarnya kau di hari ini?
Di hari dimana langit begitu indah dan awan putih bergerak beriringan di langit sana.

Siang ini aku ingin bercerita padamu pemilik setengah hatiku, bahwa aku sedang dilanda bad mood.
Menu makan siang yang kukunyah terasa hambar, karena kau sedari tadi tak memberi kabar. Aku lelah menungguimu yang tak kunjung jua membalas pesan singkat ini.
Padahal aku tahu kau mungkin tengah merindukanku, memikirkanku atau mungkin tengah melamunkanku.

Dilema dan perasaan tak enak, kini berkecamuk menjadi satu di hati dan benak ini. Berjuta pertanyaan pada akhirnya hadir, sebab kau pemilik setengah hatiku masih saja tak kunjung memberi secercah kabar.

Mungkinkah pemilik setengah hatiku kini tengah berpaling?
Mungkinkah pemilik setengah hatiku lambat laun mulai melupakanku?
Atau, aku yang terlalu takut kehilanganmu pemilik setengah hatiku?
Andai saja, waktu bisa mempertemukan kita pada sebuah hati yang utuh.
Aku tak akan risau memikirkanmu sedari tadi.
Aku tak akan bersedih, hingga menitikkan air mata yang jatuh menetes di baju berwarna toscayang kukenakan ini.

Wahai pemilik setengah hatiku, ketahuilah bahwa hati ini sejatinya hanya untukmu seorang diri.
Bukan kutambatkan pada hati yang lain.
Bukan juga aku sematkan pada hati yang salah.

Aku meyakini, bahwa hanya dirimu satu-satunya yang kupercaya.
Sebagai pemilik setengah hatiku ini yang seutuhnya.
Kembalilah secepat mungkin, kabari aku jika rindumu semakin meluap-luap.
Datanglah padaku jika setengah hatimu telah merasakan asmara yang sama hebatnya dengan setengah hati yang kupunyai.

Aku akan setia menunggumu di sini, di sebuah tempat yang tak bisa kudefinisikan. Namun, bisa kita rasakan karena hati tak mungkin salah memilih tempat yang tepat untuk dilabuhkan.

Terimakasih untuk pemilik setengah hatiku bahwa kisah ini akan berakhir indah semestinya dan selamanya.