keeraanaAvatar border
TS
keeraana
Cowok Introvert (Cerpen)
Karena judulnya yang gak bisa terawang, yakinlah gak akan rame. 🤣
Kalo rame, siap-siap dibilang ngajarin anak SMA jadi psycho, pacaran dan sebagainya. 😁
Sungguh kalo ditarik pesan dari cerita ini, plis jadi cewe jangan mauan dan mudahan.😋 Jadinya kejebak sama orang psycho, 'kan. 😅

Mari baca, cerita abal-abal berikut. 😉

-Cowok Introver-

Tersesat di rumah megah nan luas milik Anggara, rasanya menegangkan. Ini kali pertama aku bertandang ke rumahnya, karena ingin mengerjakan tugas kelompok dari guru Kimia.

Di rumah ini hanya ada Anggara saja, jangan tanya di mana orang tuanya, aku tidak pernah mau menanyakan. Eh, bukan begitu. Tapi, memang tidak ada celah untuk bertanya terkait hal tersebut. Kita cuma sebatas kenal karena satu kelas. Mana ada yang mau mendekati Anggara, dia itu terkenal introver, susah sekali diajak bicara dan bersosialisasi.

"Garaaa ...!"

"Gar ...!"

Kakiku saat ini sedang berdiri di depan sebuah kamar dengan pintu bercat warna hitam. Di depannya tertulis nama 'Gara'. Benakku pun berpikir kalau Anggara sedang berada di dalam kamarnya. Dasar pria aneh, ada tamu malah ditinggal begitu saja.

Tok tok tok. Aku mengetuk pintu dan memanggil Gara kembali, kali ini dengan suara agak pelan. "Gar, lo ada di dalam, ya?"

Bukan sahutan yang kudengar, tapi, sebuah suara aneh seperti benda jatuh.

"Gara ...! Lo lagi ngapain, sih? Kapan kerjain tugasnya kalau lo ngumpet di dalam. Hargai gue, kek, udah sempetin ke rumah Lo hari ini." Aku mendumel,

Ceklek. Pintu terbuka, terlihat sosok Gara dengan penampilan kusut dan wajah datar menatap ke arahku. Tapi, tunggu! Secara tak sengaja aku melihat sesuatu yang tidak biasa, beberapa benda mengerikan terpajang di dinding kamar Gara.

"Lihat apa?" tanya Gara dengan suara datar.

Aku tersentak dari alam pikirku sesaat. "Uhm ...,"

"Koleksi gue."

Baru saja aku hendak menjawab, Gara memotong ucapanku.

"Oh," tanggapku, setelahnya aku meneguk liurku sendiri. Mendadak, suasana jadi tidak enak.

"Ada soal?" tanya Gara lagi.

"Lo, sejak kapan suka koleksi senjata tajam ... sama pistol kayak gitu?"

Gara mengangkat salah satu alisnya. "Lo penasaran?"

Aku menggeleng dibarengi rasa tegang. "Cuma pengin tau aja. Gak dijawab juga, gak apa-apa."

"Lo mau lihat?"

"Ha?" Aku salah tingkah ketika ditanya begitu.

"Jangan sungkan." Sambil berucap demikian, Gara menarik lenganku agak kuat. Secara terpaksa, kakiku ikut terseret ke dalam kamarnya.

Setelah tubuhku benar-benar masuk, mataku menggeledah isi kamar Gara hingga ke area paling sudut. Ruangan yang didominasi warna putih ini, begitu rapi dan terawat.

Namun, ada yang tidak kusukai dari penataan interior yang dipenuhi pajangan senjata dan benda-benda aneh.

"Itu namanya sumpit, senjata tradisional dari Kalimantan. Cara pakainya cukup ditiup, setelah diberi peluru. Biasa dipakai berburu dan akurasi tembaknya bisa mencapai 30 sampai 100 meter."

Aku mengambil benda yang dimaksud oleh Gara, kemudian mengelusnya pelan. Hanya dari bambu dan memiliki beberapa peluru tajam untuk membidik. Setelah merasa cukup mengamati, kukembalikan lagi ke atas meja.

"Biasanya ... di peluru diberi racun mematikan," jelas Gara lagi.

"Unik," tanggapku singkat.

Selanjutnya, jemariku meraba sebuah senjata berbentuk pisau. Di sarungnya terdapat ukiran yang cukup rumit.

"Ini apa?"

Gara meraih benda tersebut dan membuka sarungnya. "Ini Kerambit dari Sumbar. Bagus?"

Aku hanya mengangguk dan, mesin gergaji listrik untuk memotong kayu? Ada-ada saja si Gara, sampai benda yang digunakan untuk bekerja saja dijadikan koleksi. Aku mendekatinya.

"Jangan bilang ini koleksi?" ledekku pada Gara.

Tak disangka, Gara malah membenarkannya. Ini tidak masuk akal.

"Baru beli dan belum terpakai," sahutnya dengan tangan bersidekap di dada, sambil bersandar di tembok.

"Lo mau pakai, emang bisa?"

Gara mengangguk saja.

"Mau potong apa?"

Cowok itu hanya mengedikkan bahu dan aku tak ingin terlalu kepo. Tapi, lama-lama ngeri juga berada dalam satu bilik bersama Gara. 'Ntah apa yang merasukiku hingga menurut saja ketika ditarik olehnya ke kamar ini.

"Gar, kita kerjain tugasnya, yuk!"

Gara mengangguk dan berjalan ke arah rak buku untuk mengambil beberapa catatan materi di sana.

Saat jemarinya menarik sebuah buku, ikut terjatuh pula kotak kayu berwarna hitam, hingga benda tersebut terbuka dengan sendirinya akibat terbentur lantai.

Mataku seketika terbelalak, beberapa peluru berhamburan membuat aku kembali penasaran. Mengoleksi senjata, Tidak harus memiliki pelurunya juga, bukan?

"Gar, itu peluru asli?" tanyaku hati-hati. Langkahku mundur beberapa kali, rasanya tatapan Gara semakin aneh dan aku merasa sedikit ngeri.

"Lo mau coba membidik sesuatu?"

Aku segera menggelengkan kepala, rasanya arah pembicaraan Gara semakin tidak beres. Cowok itu mengambil sebuah senjata api, lalu mendekatiku.

"Ini senjata api jenis Revolver kaliber 22," bisik Gara dengan suara serak. Celakanya cowok tersebut sudah ada di sampingku. Aku gugup, aku takut.

"Isinya delapan sampai sepuluh peluru," terang Gara lagi. Ia memasukkan peluru yang ada ke dalam tabung berputar yang ada di senjata api tersebut.

"Sini." Gara kembali menarikku dan kini kami berjalan menuju balkon kamarnya.

Sesampai di sana, cowok tampan ini berdiri di belakangku dan mengambil lenganku dengan gerak lamban. Aku sedikit merasakan ada gelenyar aneh, juga semacam debaran hebat di dalam dada. Mendadak, pipiku bushing tanpa bisa disembunyikan dari Gara.

"Pegang seperti ini." Gara mengajarkanku cara memegang Revolver dengan benar, aku menurut saja dengan bodohnya.

"Letakkan di sini."

Aku membatu seketika, mataku melotot dan jantungku nyaris copot.

"Gar," panggilku dengan suara bergetar. Harus berbuat apa? Moncong senjata api itu sekarang berada di pelipis kananku. Berusaha kulepas, namun, tenaga Gara yang lebih kuat menahannya agar tetap berada di sana.

"Siap, Gisella?"

Air mataku jatuh seketika, kakiku bergetar dan rasanya lunglai sekali.

"Gue gak suka cara bercanda lo, Gar."

Dor!

"Aaah ...!" Aku terjatuh di lantai,
sambil menutup mata dengan kedua jemariku. Tadi aku menembak apa? Bukan pelipis sendiri, 'kan?

"Bangun." Suara Gara kembali menyadarkan aku dari ketakutan.

Aku membuka mata dan melihat Gara tersenyum miring. "Gak mungkin gue bunuh cewek yang gue suka. Kecuali ... ketika keadaan memaksa."

What? Gara menyukaiku? Tidak, dia psycho.

"Gue gak akan melukai lo sedikit pun, selama gue gak mendapatkan penolakan," lanjut Gara sambil mengelus pipiku dengan moncong Revolver yang masih di tangannya. "Hasil kerja lo, Sayang," lanjutnya lagi, mengangkat dagu ke arah bangkai Angora yang dilumuri darah.

-End-
0
616
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
Buku
icon
7.7KThread4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.