Ada yang bilang perekonomian Indonesia sedang memburuk, meski pada kenyataannya banyak juga tumbuh orang kaya baru (OKB) yang ditandai dengan kemampuan mereka membeli barang - barang kebutuhan non primer. Smartphoneharga jutaan mampu mereka beli. Kendaraan roda dua dengan cc tinggi yang harganya puluhan juta pun mampu mereka punyai. Lebih dahsyatnya, kendaraan roda empat yang kisaran harganya masih di angka ratusan juta pun masih banyak yang punya.

Nyatanya, jalan - jalan makin ramai dengan kendaraan, baik roda empat maupun roda dua. Coba bandingkan dengan kondisi Indonesia 30 tahun yang lalu. Jelas sangat jauh berubah. Namun apakah perubahan ini membuktikan bahwa Indonesia kini makin makmur? Tunggu dulu. Karena apa yang nampak dipermukaan belum tentu realita yang terjadi sesungguhnya. Selain masih banyak kaum kurang mampu yang tidak terekspos, orang - orang yang nampaknya "kaya" tersebut juga belum tentu sepenuhnya kaya.

Ada yang hanya sekedar gaya - gayaan demi memenuhi gengsi, ada pula yang punya motif lain. Punya mobil pun belum jaminan kalau ia memang orang berada. Buktinya, masih banyak tuh orang - orang yang didepannya terparkir mobil tapi sebenarnya tempat tinggalnya masih ngontrak. Emang apa masalahnya? Jelas bermasalah. Lha wong tempat tinggal merupakan satu dari tiga kebutuhan pokok, sandang, pangan, dan papan kok. Kalau ada satu aja kebutuhan tersebut belum terpenuhi (baca : dimiliki) sementara kita justru membeli kebutuhan sekunder, yang ada kita bakal menyesal di kemudian hari.


Belum lagi kalau untuk bisa memiliki kendaraan yang notabene untuk memenuhi gengsi tersebut dengan cara meng- kredit- nya. Apa mereka tak sadar, kalau nilai kendaraan makin lama makin menyusut. Sebaliknya, rumah (dan properti lainnya) makin lama nilainya justru semakin meningkat. Itu artinya membeli mobil hanya akan membuat uang mereka semakin habis. Selain butuh perawatan dan pajak setiap tahun (ditambah bunga kalau membelinya melalui kredit), nilai mobil akan terjun drastis kala dijual beberapa tahun kemudian.

Bandingkan dengan membeli rumah. Meski sama - sama dengan sistem kredit sekalipun, toh harga jualnya akan terus meningkat seiring waktu. Bisa diartikan, selain untuk tempat berteduh, rumah juga bisa menjadi investasi. Sebaliknya, kendaraan hanya akan memuaskan nafsu kita, kalau hanya untuk gaya - gayaan tanpa digunakan untuk berusaha. Tentu hal ini tak berlaku buat mereka yang meng- kredit kendaraan untuk modal usaha dan kegiatan produktif lainnya. Meski sama - sama harus membayar bunga, tapi setidaknya mereka masih bisa menghasilkan uang dari usahanya menggunakan kendaraan tersebut. Meski sebenarnya, bagaimanapun juga kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok yang harus didahulukan.


Mau tak mau, suka tak suka, di pikirkan ataupun tidak, kita harus punya tempat tinggal sendiri. Nggak mau kan seumur hidup jadi kontraktor yang pindah - pindah kontrakan terus? Bayangkan, dengan menunda - nunda membeli rumah dan mendahulukan kendaraan, itu sama artinya dengan mempersulit diri sendiri. Harga rumah akan terus naik setiap tahun, dan itu artinya akan semakin sulit untuk kita jangkau. Memang sih, harga rumah biasanya jauh lebih mahal ketimbang harga kendaraan. Tapi itu bukan alasan buat menundanya. Ketimbang buat membayar kontrakan plus cicilan kendaraan, alangkah baiknya budgettersebut digunakan untuk membeli rumah. Tapi tentu saja, semua kembali pada diri kita masing - masing. Lebih mementingkan gengsi atau kenyamanan hidup?