meildaputeriAvatar border
TS
meildaputeri
PAIN


*

Assalamu'alaikum.

Selamat malam!

Apa kabar Agan, Sista? Semoga baik dan sehat selalu, Aamiin.

Di sini saya akan membawakan cerita yang sebenarnya saya angkat dari kisah nyata yang ditaburi fiksi. Hehehe.

Semoga Agan dan Sista suka. ya!

Selamat membacaa~


*

"Aku cuma anter, ya? Terus pulang," kata cowok itu menatap Ameera yang tengah memasukkan buku-buku ke dalam tas.

"Aku bisa sendiri, kak," katanya menolak. "Ntar kakak ribet sendiri kalau nganterin aku." Ameera menyodorkan sebotol air mineral pada Iqbaal. "Diskusinya mulai tinggal setengah jam. Toko buku jauh, kalau cuma nganter ya cukup dua puluh menit. Itu pun kalau nggak macet. Belum lagi baliknya, jadi empat puluh menit. Kalau macet ya sampai sejam-an lah," tutur cewek itu sambil keluar dari bangku. "Aku bisa sendiri kok," putusnya.

Ameera cukup mengerti dengan jadwal Iqbaal yang suka bertambah mendadak seperti ini. Karena dia juga sering seperti itu. Jadi bukan hal wajar untuk menjadikan itu alasan berdebat karena pembatalan janji tiba-tiba.

"Kalau gitu perginya besok aja deh, sama aku," tawar Iqbaal mengikuti langkah pacarnya keluar kelas. "Biar jalan sekalian. Udah lama juga kan nggak keluar bareng?"

Ameera mendesah pelan. Ditatapnya cowok jangkung di sebelahnya itu dengan tatapan sedih. "Besok aku ada kelas kimia tambahan. Soalnya lusa mau ulangan harian, kak."

"Ya udah, lusa aja kalau gitu."

"Aku sebenernya pulang cepet sih lusa itu, masuknya cuma sampai jam ketiga aja. Soalnya Bu Dian kemarin izin nggak masuk. Tapi ... sorenya mau renang," jawab Ameera merasa tidak enak.

Iqbaal tidak punya pilihan lain selain mengangguk. Walau jelas dari gelagatnya cowok itu tidak ikhlas. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Mereka berdua itu sibuk dengan jadwal masing-masing.

"Aku anter sampai gerbang deh. Nggak sampai dua puluh menit, juga nggak bakalan macet," canda Iqbaal tersenyum manis.

Ameera terkekeh, kemudian melangkah beriringan melewati koridor-koridor panjang sekolahnya.

"Kalau minggu kamu sibuk, gak, Mee?" Iqbaal meliriknya saat mereka berbelok dan mulai keluar dari gedung sekolah.

Ameera nampak berpikir sebentar. Sebenarnya hari minggu itu dia akan pergi ke Bandung dengan mamanya. Wanita paruh baya tersebut mengajaknya mengunjungi nenek yang tinggal bersama adik bungsu mamanya di sana. Tapi ... kalau kali ini ia tidak bisa juga. Berarti genap tiga minggu mereka tidak pernah punya waktu bersama.

Dan itu benar-benar lama mengingat mereka juga sangat jarang berkomunukasi melalui telepon dan media sosial seperti kebanyakan pasangan lainnya.

"Nggak, kak," jawab Ameera setelah bergelut dengan dirinya sendiri. Tak apalah untuk sekali saja tidak ikut pergi. Toh juga minggu depan dia bisa pergi sendiri.

"Kita ke pantai. Mau?"

Ameera menoleh cepat.

"Beneran?!" Nada suara cewek itu terdengar begitu senang. Iqbaal mengangguk mantap. "Mau!"

*

"Salsa?" Iqbaal menyerngit saat mendapati cewek yang dipanggilnya itu tengah berjongkok di depan gerbang sendirian. Cewek bermata sipit itu langsung berdiri dan menatapnya kikuk.

"Ngapain di situ?"

"Nungguin Kak Yuda," jawabnya setelah beberapa detik. "Tadi katanya udah di jalan, tapi belum nyampe juga."

"Kenapa baru pulang sekarang?" Iqbaal mematikan mesin motor setelah membawanya ke pinggir jalan.

"Aku ada eskul tadi." Salsa menatapnya sendu. "Kakak sendiri?"

"Diskusi," jawab Iqbaal langsung. "Gue anterin aja deh, Sal. Udah sore begini, sekolah udah mau sepi," tawar cowok itu.

Salsa menggeleng. "Tapi Kak Yuda udah di jal--" Cewek itu menggantung ucapannya saat sebuah panggilan masuk dari seseorang.

"Kak Yuda," katanya memberi tahu, lalu segera mengangkat panggilan.

Iqbaal hanya melihat dari atas motor. Memerhatikan ekspresi cewek yang rambutnya dibiarkan tergerai tersebut berbicara. Hingga akhirnya panggilan terputus dan ia melempar senyum tak enak.

Iqbaal mengangkat sebelah alis. "Kenapa?"

"Ban motor kakak pecah, mau diganti dulu. Tapi katanya lama," jelasnya malu-malu.

Iqbaal mengangguk. "Ya udah bareng gue kalau gitu," katanya.

Salsa menggeleng. "Nggak usah, kak, ngerepotin. Aku pakai taksi aja," tolaknya. Karena ia tahu arah rumah dia dan Iqbaal berbeda. Mana jaraknya lumayan jauh.

"Taksi bahaya jam segini," sahut Iqbaal menyodorkan helmnya pada Salsa. Yang mana hanya ditatap ragu oleh cewek itu.

"Tapi ...." Salsa masih merasa tidak enak. Mengingat kalau mereka itu ....

"Ayo!"

Akhirnya setelah bergelut dengan pemikiran sendiri, Salsa mengangguk dan mendekat ke arah Iqbaal. Meraih helm dan ....

Perutnya berbunyi.

Iqbaal tertawa. Sedangkan Salsa menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Muka putihnya memerah. Ia malu sekali.

Iqbaal berdehem, lalu memintanya naik dengan cepat dan duduk yang nyaman.

"Makan dulu ya, Sal. Gue laper," katanya sebelum motor maticnya mulai membelah jalanan.

Salsa hanya mengangguk dan mengiyakan. Juga sedikit meringis karena tahu kalau alasan Iqbaal mengajaknya makan bukan hanya karena cowok itu lapar. Tapi karena tadi perutnya berbunyi dan hal itu membuat Iqbaal tertawa.

"Kita makan di tempat biasa, ya?"

*

Ameera sudah menemukan buku yang ia cari. Cewek itu tersenyum simpul lalu beranjak pergi ke kasir. Ia berjalan santai hingga suara terkejut seseorang membuatnya menoleh.

"Nggak punya mata?!" bentak seseorang di samping cewek tadi.

"Maaf, bang," kata cowok yang ternyata teman se angkatan Ameera itu berdiri beberapa langkah di depan Ameera. "Gue nggak sengaja," lanjutnya.

Bukannya menghentikan kekacauan yang dimulainya, cowok itu membentak dengan ancang-ancang mendekat. Lalu tanpa ba bi bu langsung menendang cowok di depannya hingga terpental ke arah Ameera yang berdiri tak jauh di belakang cowok tersebut.

"Aah!"

Ameera menjerit kala tubuh bagian kanannya menabrak lemari besi di belakangnya dengan keras. Membuat beberapa orang yang ada di toko buku itu sontak berkumpul ke arah mereka.

"Lo kira gue percaya?" katanya berjalan mendekat. Sedangkan Ameera yang masih duduk dengan cepat ditolong salah satu pelayan buku di sana. "Dari tadi ya lo gue perhatiin ngintilin cewek gue! Bajingan!"

"Udah, Ren," kata ceweknya yang dari tadi hanya diam saja. Mungkin terkejut karena kelakuan tidak pantas yang pacarnya perbuat. "Ayo balik, aku nggak apa-apa," ujarnya lagi menarik tangan cowoknya karena cowok itu masih belum beranjak.

"Lain kali mati lo!" ancamnya kemudian berlalu.

Ameera menatapnya mematung. Ingin rasanya meneriaki cowok sampah itu untuk kembali dan meminta maaf padanya. Lihat? Karena kesalahpahamannya membuat orang lain ikut terluka.

Ameera menyentuh pundak bagian kanannya yang terbentur pinggiran lemari besi dengan cukup keras, kemudian meringis saat merasakan ngilu dan nyeri yang benar-benar ingin membuatnya menangis sekarang juga.

"Adek nggak apa-apa?" tanya mbak-mbak itu menatapnya khawatir. Membuat cowok yang tidak menyadari eksistensi Ameera itu langsung menoleh dan menatapnya cemas dan bersalah.

"G-gue minta maaf," katanya panik. Berusaha berdiri sambil mengusap perutnya yang tadi ditendang cowok sampah itu.

"Saya ngga apa-apa, Mbak," jawab Ameera pada penjaga itu, sekaligus meminta mereka meninggalkannya karena Ameera tidak enak jika ditemani begitu.

"Gue beneran minta maaf." Cowok tadi itu kembali bersuara. "Eh, lo anak di sekolah gue, ya?" tanyanya setelah melihat seragam mereka sama.

Ameera mengangguk. "Iya. Tapi kita nggak saling kenal."

"Gue Kevin." Cowok itu memperkenalkan diri. "Lo?"

"Ameera," jawab Ameera kembali meringis saat ia menggerakkan tangan kanannya sedikit.

"Kita ke rumah sakit ya? Tangan lo mungkin kenapa-napa," ajak Kevin menatapnya tidak enak.

Ameera menggeleng. "Paling cuma memar doang, nggak apa-apa."

"Seharusnya tadi gue tonjok aja itu cowok belagu. Nggak bisa liat kondisi main mukul!" gumam Kevin sambil berdecak.

Ameera menggeleng. "Udah bagus lo diem dan minta maaf walau bukan lo yang salah," sahutnya. "Itu menunjukkan banget perbedaan lo dan dia gimana."

Kevin masih menatapnya tak enak. Kemudian tatapannya turun ke tangan kiri Ameera yang menenteng sebuah buku. "Gue yang bayar, ya? Tebus kesalahan gue," katanya menatap Ameera dan buku itu bergiliran. "Ya?"

*

Ameera sudah bilang ia bisa pulang sendirian. Tapi Kevin kekeuh ingin mengantarnya pulang. Cowok itu tidak enak hati membiarkannya pulang sendiri dengan keadaan lengan seperti itu.

Setelah berdebat cukup panjang, akhirnya Ameera menyerah dan membiarkan Kevin mengantarnya. Cukup membantu karena memang lengannya benar-benar ngilu hingga ia tak bisa membawa tas di punggung. Sehingga Kevin lah yang membawa tasnya hingga depan pintu cewek itu.

"Kalau nggak keberatan, besok bareng gue aja, gimana?" tanyanya setelah Ameera menerima tas.

"Gue bisa sendiri, kok."

"Ra. Gue beneran nggak enak. Jadi biarin gue anterin lo seenggaknya sampai lengan lo baikan." Kevin menatapnya penuh harap. Cowok yang tingginya sepantaran dengan Iqbaal itu benar-benar merasa bersalah, terbukti dari sorot matanya yang menyorot penuh kekhawatiran.

"Oke," jawab Ameera akhirnya.

Kevin tersenyum kecil, lalu mengurungkan niatnya pulang saat Ameera bertanya sesuatu padanya.

"Perut lo nggak apa-apa?"

*

Gimana ceritanya, Gan? Sis? Tertarik? Semoga saja, ya. Hehe.

Mohon dukungannya dengan meninggalkan jejak ya, Gan, Sis💛😙

Sampai bertemu di part selanjutnya😊
Diubah oleh meildaputeri 19-01-2020 12:03
Gimi96Avatar border
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 20 lainnya memberi reputasi
19
2.2K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread•41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.