babygani86Avatar border
TS
babygani86
Ajarkan Malu pada anak secara wajar
Waktu masih balita dulu, si kecil mungkin cuek saja dengan tubuhnya. Keluar dari kamar mandi sesudah mandi, dia acuh saja dengan tubuhnya yang polos tanpa penutup. Pipis pun tak sungkan di mana saja. Berganti baju di kolam renang juga tak perlu pergi ke kamar ganti.

Tapi sekarang dia sudah tahu malu lho! Semua perilaku masa balitanya dulu, kini sudah tak lagi dilakukannya. Pakai celana pendek saja jengah atau risih, dan keluar dari kamar mandi, sekarang sudah berpakaian lengkap. Begitulah anak Ibu yang sudah bersekolah di sekolah dasar sekarang. Dia ingin bagian tubuhnya dihargai sebagai hal yang bersifat pribadi.



Perilaku sudah tahu malu ini terkait dengan perkembangan moral anak yang didasari oleh perkembangan kognitifnya (berpikir). Anak di usia 7 sampai 9 tahun itu sudah mulai dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah berdasarkan aturan yang berlaku umum.

Mereka juga sudah mendapatkan pengetahuan dan pengalaman sehingga memahami mana yang sebaiknya dilakukan dan yang tidak. Apalagi mereka pun kini sudah mengenali anggota tubuh beserta fungsinya dengan baik, termasuk bagian tubuh yang sifatnya pribadi.

Mengutip teori psikososial Erikson, selain memahami bahwa ia memiliki otonomi yakni kemandirian dan kebebasan sebagai individu, anak juga mengembangkan pemahaman bahwa ia dibatasi oleh aturan. Karenanya pada saat bersamaan, anak mengembangkan perasaan malu (shame). Jadi anak sudah punya malu bila ia menunjukkan perilaku yang tak sesuai dengan aturan, nilai, dan norma yang berlaku di sekelilingnya.

Tahu aturan, termasuk tahu malu adalah salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi anak. Setiap anak perlu mengembangkan dan menjalankan tugas perkembangn satu ini. Jadi jika ada anak yang tak tahu malu, itu sama artinya ia belum sepenuhnya memahami aturan.

Jika hingga di usianya yang sekarang anak Ibu masih saja sliweran di dalam rumah dengan hanya menggunakan pakaian dalam atau dengan cueknya berganti pakaian di depan televisi sambil menonton film kesukaannya, agaknya ibu perlu mereview atau meninjau kembali apakah selama ini Ibu sudah memberikan pemahaman dan pengajaran yang tepat mengenai aturan dan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai. Ibu perlu introspeksi juga, apakah mungkin selama ini anggota keluarga yang lain tanpa sadar memberi contoh kurang baik bagi si kecil.

Agar orangtua tak repot, sepatutnya aturan, norma, dan nilai sudah diajarkan pada anak sedini mungkin, yaitu segera setelah anak lahir. Pada mulanya, anak hanya akan meniru apa yang dilakukan orangtua, selanjutnya ia mengembangkan pemahamannya sendiri. Kita mungkin ingat dengan ungkapan anak—anak mendengar tidak dengan telinga, melainkan dengan matanya.

Orangtua memiliki kewajiban mengembangkan kemampuan anak memahami berbagai perilaku sesuai tahap perkembangannya, termasuk rasa malu. Agar anak dapat mengembangkan pemahaman yang tepat atas aturan juga norma, maka penerapan aturan yang tepat, sesuai serta konsisten akan membantunya mengembangkan sikap yang sesuai.



Namun Ibu perlu berhati—hati, menanamkan rasa malu pun harus sesuai dengan porsi dan tak berlebihan. Jika berlebihan maka otonomi anak bisa jadi kurang berkembang. Ia akan kerap didera rasa malu, tak bebas bereksplorasi dan berperilaku, serta ragu—ragu dalam bertindak.

Selain itu, jika malu terlalu berlebihan ditanamkan kepada anak, bisa jadi ia akan bereaksi berlebihan sebagai reaksi atas perasaan malunya. Misalnya ketika rok si upik tak sengaja terbuka karena tertiup angin dan dilihat teman sekelasnya, keesokan harinya ia enggan ke sekolah karena merasa malu.

Hindari juga menggunakan malu sebagai senjata meminta anak melakukan hal—hal yang Ibu inginkan dan sebenarnya tak berhubungan dengan konteks malu itu sendiri. Misalnya, ayo makan, malu dong sama nasinya atau jangan main game terus, malu ah kalau ketahuan Ayah. Penggunaan yang tak tepat malah mengaburkan konsep aturan dan rasa malu.

Oleh karenanya, selain mengembangkan perasaan malu tadi, Ibu juga perlu mengajarkan bagaimana menunjukkan reaksi yang tepat atas perasaan malu. Selain contoh di atas, saat malu ada juga anak yang bereaksi dengan menangis keras atau justru marah berlebihan. Pada intinya, ajarkan pada anak untuk malu bila ia melanggar aturan dan berusahalah untuk memperbaiki kesalahan tanpa menunjukkan respon yang tak sesuai. Beri pengertian akan konsep supaya tidak malu, yuk hindari melakukan kesalahan.

Karena sekarang si kecil sudah tahu malu, berarti hal—hal yang dulu dianggapnya wajar, seperti usai mandi berlarian tanpa mengenakan pakaian atau hanya mengenakan pakaian dalam karena udara panas, kini sudah tak wajar lagi bagi mereka. Sebagai orangtua, Ibu sebaiknya tak terus—menerus berpikir, ah masih anak—anak kok, jadi gak apa—apalah. Tanpa Ibu sadari, dalam waktu yang tak lama lagi si buyung dan si upik tahu—tahu sudah remaja.




Quote:



Spoiler for Referensi:


nurekawahyuniAvatar border
tata604Avatar border
dr.rangga798Avatar border
dr.rangga798 dan 5 lainnya memberi reputasi
4
2.4K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Kids & Parenting
Kids & Parenting
icon
4.1KThread4.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.