miniadilaAvatar border
TS
miniadila
Kumpulan Cerpen Fiksi


Romansa Dunia Maya

Sebagai aktivis sukarela penggerak lingkungan hidup, saat ini diriku ditempatkan di suatu pulau. Mempunyai rating status sebagai pulau tertinggal, nyatanya kawasan sini mempunyai barisan pantai yang masih alami dan sangat indah.

Aku menghuni salah satu rumah warga yang sengaja dikosongkan pemiliknya karena ditinggal merantau sebagai TKI. Rumah sederhana dengan dua kamar tidur. Semua perabotan lengkap tersedia, jadi tidak susah payah untuk membeli sendiri lagi. Bersama aktivis lokal menjalani rutinitas.

Malam merangkak naik, sebelum tidur kupastikan semua pintu dan jendela telah terkunci. Mencoba merebahkan diri di ranjang seraya membuka layar benda pipih. Aktivitasku setelah seharian berada di luar rumah.

Signal WLAN lumayan lancar malam ini. Aku menggunakan WLAN, karena di sini signal jaringan sangat susah. Maklum, wilayah pesisir sebuah pulau. Aku mulai berselancar di dunia maya. Menyapa dan bercengkerama dengan teman-teman online setidaknya menghilangkan rasa kesepian di hati saat tinggal sendiri, jauh dari keluarga. Tidak hanya menyapa teman online, menuangkan kegemaran menulis pada grup kepenulisan online juga merupakan terapi jiwa untuk meluapkan perasaan.

Aku mulai mengetik sebuah tulisan tentang pengalaman seringnya bertemu mahkluk tak kasat mata sejak kecil. Berusaha memutar memori kembali ke masa lalu. Mengingat peristiwa demi peristiwa dan menuangkan ke dalam tulisan. Sesekali mendongak ke arah jam dinding di kamar. Jarum pendek menunjukkan pukul sebelas sedangkan jarum panjang menuju angka tujuh. Hampir tengah malam, akan tetapi mata ini masih asyik menatap layar empat inchi ini.

Layar benda pipih berdering dan bergetar berkali-kali. Tanda notifikasi pesan aplikasi percakapan datang beruntun. Sejenak, kuhentikan aktivitas mengetikku untuk membuka pesan yang masuk. Ada beberapa pesan yang masuk, akan tetapi wajah ini tertegun pada seseakun yang akhir-akhir ini mencuri perhatianku.

Sigap kubalas pesan darinya yang telah beberapa menit masuk.

[Iya, Mas. Abisnya lom ngantuk, jadi ya buka fb]

[Mas pengen ketemu kamu, Dek. Bagaimana denganmu? Katanya cinta dan rindu juga sama aku]

[Lom bisa sekarang, Mas. Tugas belum selesai.]
[Mas aja nyusul aku ke sini]

[Aku juga belum ada cuti buat ninggalin pekerjaan, Dek]

Saat akan membalas pesan seseakun itu, tiba-tiba kaca jendela ada yang mengetuk berulang kali dengan jeda beberapa detik. Embusan angin dingin mulai masuk lewat celah dinding kamar, membuat tubuhku agak kedinginan. Beringsut meraih selimut, kemudian melilitkannnya ditubuh. Lantas melangkah keluar kamar untuk melihat siapa yang mengetuk jendela tadi.

Pintu kubuka perlahan. Sesaat kemudian mengedarkan pandangan sekeliling. Tak ada siapa pun yang kutemui, padahal dengan jelas jendela ada yang mengetuk beberapa kali. Kembali kututup pintu, kemudian merebahkan diri lagi di ranjang untuk melanjutkan percakapan via chat dengan seseakun tadi.

Kami berdua sepakat beralih ke percakapan via telepon, setelah terputus percakapan lewat pesan tadi. Kami mulai tenggelam dalam percakapan. Saling memuji dan menyatakan rasa sayang dan rindu membuat diriku makin jatuh cinta padanya. Hampir satu jam kami bicara di ujung telepon. Akhirnya kami mengakhirinya dengan saling memberikan kecupan mesra dari jauh, penghantar ke alam mimpi.

***

Waktu berlalu. Sejak tanpa sengaja menolong anak seorang warga yang disembunyikan mahkluk halus bernama wewe gombel, namaku jadi terkenal seantero kampung. Hal ini pun aku ceritakan pada dia yang telah membuatku jatuh cinta, meskipun belum pernah bertatap mata.

Makin hari diriku tidak hanya disibukkan dengan kegiatan lingkungan hidup. Namun, ada lagi kesibukan lain yang berhubungan dengan mahkluk tak kasat mata. Aku sering dimintai tolong warga untuk mengusir hantu yang mengganggu rumah, bahkan membebaskan seseorang dari jerat kuasa jin yang menyesatkan.

Hari ini rasanya diriku merasakan lelah yang sangat luar biasa. Ingin rasanya segera sampai rumah dan istirahat. Bagaimana tidak lelah? Diriku agak kewalahan saat membebaskan seorang wanita yang telah dua tahun lamanya dirasuki jin yang mengaku kafir. Hingga diriku mengeluarkan gerakan bela diri menghadapi jin yang merasuk itu.

Akhirnya diriku tiba di rumah setelah hampir dua jam menempuh perjalanan pulang. Tepat jam sepuluh malam. Bergegas membersihkan diri dan menunaikan shalat Isya' yang belum sempat kulakukan.

Aku berbaring di ranjang seraya menatap langit kamar berplafon warna putih. Seketika bayangan foto profil Mas Bumi menari-nari di pelupuk mata. Ada rasa rindu menyelinap dalam dada. Ingin rasanya segera kembali ke kampung halaman agar bisa bertatap mata dengannya. Namun, tugas ini belum selesai. Apalagi kewajiban moral yang berhubungan dengan dunia tak kasat mata seolah menuntutku untuk berbagi pada mereka yang membutuhkan jasaku. Maklum, kampung ini masih primitif dan memang banyak sekali mahkluk astral yang kutemui.

***

Setelah sekian bulan menjalin hubungan via dunia maya dengan Mas Bumi, ternyata ada kesamaan hobi antara kita berdua. Selain suka menulis dan musik, Mas Bumi juga menyukai dunia supranatural yang tanpa sengaja kukenal sejak kecil.

Layar benda pipihku berdering dan menyala, tanda ada seseorang melakukan panggilan telepon. Sigap kuraih benda yang tergeletak di samping bantal itu. Wajahku tertegun saat menatap nama Mas Bumi tertera di layar. Segera kusentuh layar tanda terima panggilan.

"Iya, hallo, Mas Sayang ...!"

"Dek, Mas kangen. Kapan ya, bisa menatap mata indahmu?"

"Ish, lebay!"

"Kok dibilang lebay, sih? Emang Dek Kirana nggak mau kopi darat sama Mas?"

"Maulah, Mas ... tapi lom bisa sekarang ato waktu dekat ini. Sabar, ya?"

"Dek, kita moksa, yuk! Malam ini lepas jam duabelas. Kutunggu!"

"Emang, Mas bisa moksa juga? Tapi, nggak bisa malam ini, Mas. Aku masih menstruasi. Ritual itu sebaiknya dilakukan dalam keadaan suci."

"Bisa dong. Ya udah, nanti kalo kamu udah dalam keadaan suci."

"Seminggu lagi, Mas. Tapi aku nggak janji, ya? Ya udah Mas, udahan dulu ya? Mas juga mau lanjut lembur, kan?"

"Iya. pokoknya seminggu lagi kita moksa. Aku cinta kamu, Dek! Assalaamu'alaikum."

Percakapan via telepon putus. Sebelum tidur diriku melakukan ritual meditasi sebentar untuk melepaskan energi negatif.

***

Ruangan untuk ritual moksa telah siap. Beberapa kuntum bunga mawar merah dan putih serta bunga pelengkap lainnya telah terendam dalam jambangan berisi air. Dua kuncup bunga kantil kuletakkan di atas kain putih. Tak lupa bughur aroma melati telah menguar ke seluruh ruangan.

Aku mulai duduk bersila dalam posisi meditasi tanpa sehelai benang pun. Ruangan seketika hening, usai membaca mantra dengan lirih. Aku menghela napas pelan, pikiran fokus pada bayangan Mas Bumi. Sukma pun perlahan melepaskan diri dari raga. Kutunaikan janji moksa bersama Mas Bumi malam ini.

Sukmaku mulai melayang-layang di udara menembus pekatnya malam. Bintang gemintang di angkasa serta purnama ikut menyaksikan pertemuan antara sukmaku dengan sukma Mas Bumi sesuai janji yang telah kami sepakati.

"Mas, di mana dirimu? Aku udah sampai di sini, Mas. Mas Bumi! Mas Bumi!" teriakku memanggil Mas Bumi setelah tiba di bibir pantai.

Di balik bukit tampak sukma Mas Bumi menghampiriku. Tubuhnya yang tinggi tegap, dada yang bidang, serta raut wajah yang dihiasi senyum menawan membuatku semakin terpesona.

"Aku telah menantimu, Dek." Mas Bumi menyambutku seraya meraih kedua telapak tanganku.

"Iya, Mas."

Mas Bumi kemudian menggandengku menyusuri bibir pantai menuju bukit. Sesekali kami saling menatap dan tersenyum. Angin pantai menerbangkan rambutku yang terurai hingga menutupi sebagian wajah dan bibirku yang sensual. Tak menyiakan kesempatan tangan Mas Bumi sigap menyelipkan rambut di telingaku. Kami berhenti sejenak saat saling berciuman bibir. Seolah rasa dalam dada ini ingin segera diimplementasikan.

"Aku mencintaimu, Sayang! Dan aku juga sangat merindukanmu. Aku ingin menikmati moksa malam ini denganmu," ujar mesra Mas Bumi usai melumat bibir indahku.

"Aku juga, Mas." Napasku seketika tersengal, detak jantung pun memburu tak beraturan. Kami kemudian melanjutkan menyusuri pantai menuju bukit.

Batu besar di balik bukit menjadi tempat saling merebahkan diri. Purnama makin meredup ketika malam kian merangkak naik. Embusan angin meniupkan dedaunan kelapa dan riuh ombak menerjang bibir pantai, menimbulkan irama harmonis menambah sahdu moksa malam ini.

Mas Bumi memelukku erat, tangannya juga sigap membelai lembut tiap lekuk tubuh indahku. Berkali-kali bibir itu juga mendarat di pipi dan bibirku. Aku bahagia, bisa bercinta dengan Mas Bumi melalui moksa.

"Terima kasih, Sayang! Setidaknya moksa malam ini mengobati rasa rindu dan meluapkan rasa cinta ini," bisiknya.

"Sama-sama, Mas. Aku juga mencintaimu," balasku seraya mengecup bibirnya.

Kami puas bercinta dalam moksa dan mengakhiri dengan senyum bahagia. Saatnya sukma kembali ke dalam raga. Kami berpisah dan berjanji secepatnya bertemu dalam dunia nyata.

Selesai.Romansa Dunia Maya

Diubah oleh miniadila 31-08-2020 02:33
marheavensAvatar border
bukhoriganAvatar border
faridatul.aAvatar border
faridatul.a dan 42 lainnya memberi reputasi
41
6.9K
283
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.