babygani86Avatar border
TS
babygani86
Bagaimana Sebenarnya bila Anak Ngambek? Simak tips berikut
“Masih bayi sudah pintar ngambek” Begitu barangkali reaksi gemas kita saat melihat si balita sebentar marah. Sebentar merajuk, sebentar menangis manja. Begitulah salah satu fase perkembangan dalam hidupnya. Seiring dengan semakin mantapnya perkembangan bahasa dan kemandirian, balita akan semakin pandai beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Ia kini sedang senang mencari dan meminta otoritas dirinya dipenuhi. Bila semua perkembangan ini tak dipahami dan otoritas tersebut tak tersedia untuknya, kadang anak mudah frustrasi dan akhirnya ngambek. Ya si kecil jadi mudah ngambek. Adakah si balita Ibu sekarang sedang seperti ini?



Ngambek biasanya terjadi karena ada emosi yang muncul, berupa perasaan kecewa, marah, kesal, atau sedih karena frustrasi atau keinginan yang tak terpenuhi. Ngambek adalah hal yang wajar dialami oleh semua orang, bahkan orang dewasa sekalipun. Hanya saja bedanya, cara orang dewasa mengekspresikannya berbeda dengan 'anak—anak. Orang dewasa sudah belajar cara mengekspresikan dengan tepat, dengan berbagai cara, dan juga bagaimana mengalihkannya.

Sedangkan anak—anak, terutama balita belum sepenuhnya memahami hal—hal tersebut. Mereka bahkan terkadang belum paham, apa yang sebenarnya sedang mereka rasakan. Usia 3 — 5 tahun adalah masa transisi dari tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (autonomy vs shame and doubt) menuju tahap inisiatif versus rasa bersalah (initiatiye vs guilt]. Oleh karenanya otonomi atau kebutuhan anak akan otoritas, sudah mulai terbentuk dan ia mulai mengembangkan inisiatif dalam mengeksplorasi lingkungannya.

Maka jika keinginan atau kebutuhannya tak terpenuhi, maka otonominya yang sudah terbentuk akan terusik. Ia juga merasa inisiatifnya dalam hal menginginkan sesuatu atau hendak melakukan sesuatu terhalangi. Dinamika seperti inilah yang menyebabkan anak menjadi mudah ngambek.

Sikap yang perlu diambil orangtua sederhana saja. Jangan dibiarkan namun juga jangan menanggapinya secara berlebihan. Orangtua harus tetap memberi perhatian (attentive), namun tak langsung membujuk anak atau malah menyerah pada keinginan anak.



Bila anak ngambek. sebaiknya biarkan anak mengekspresikan emosi dan merasakan emosi tersebut, bebaskan saja ia memasang muka cemberut, bersuara agak keras atau bahkan berteriak, atau diam. Orang tua jangan langsung membujuknya, karena untuk melatih perkembangan emosi positif, anak harus belajar dan bisa merasakan emosi, serta tahu bahwa dirinya sedang marah, sedih,kesal, dan sebagainya. Respon dengan mengatakan. “Ehhh. . .adik sedang kesal/ sedih/ marah ya?"

Dengarkan keluhannya. Jangan bersikap menghakimi atau mengancamnya, misalnya dengan mengatakan ”kalau adik ngambek terus. Bunda pergi aja deh dari rumah!" Ini ancaman yang tak efektif. Karena anak jadi tak mengetahui apa sebenarnya yang salah dan mengapa hal tersebut salah.

Ancaman juga lebih mengena ke perasaan anak. Bukan pikirannya, sehingga pesan yang ingin disampaikan menjadi tak tersampaikan. Anak justru akan terluka perasaannya, ia akan berpikir Ibu tak ingin lagi bersamanya. Bila emosinya mereda, ajak anak berbicara, misalnya: "Iya, memang kesal ya kalau dilarang... tapi adik ingat kan kalua tadi sebelum pergi sudah berjanji nggak akan minta dibelikan mainan?"

Jika emosinya tak juga mereda bahkan anak bereaksi secara berlebihan, pindahkan anak dari situasi yang sedang terjadi (misalnya menggendongnya ke kamarnya) dan kemudian abaikan anak sambil memberi penjelasan pendek mengapa ia didiamkan sedemikian rupa.

Perilaku yang sebenarnya wajar ini dan hanya merupakan salah satu fase dalam perkembangan anak, bisa jadi menetap jika respon orangtua kurang tepat. Anak akan belajar cara yang salah dalam mengekspresikan emosinya. Anak juga takkan belajar cara yang benar mengungkapkan apa yang ia rasakan dan mencari cara menghadapinya.

Ibu bisa mengajarkan padanya misalnya dengan mengatakan ”jangan ngambek sayang, itu nggak baik. kalau kamu marah ya bilang aja ke Ibu." Jika orangtua menanggapinya secara berlebihan, anakjuga bisa jadi belajar bahwa dengan cara ngambek, ia bisa mendapatkan perhatian dan akan mendapatkan apa yang ia inginkan.

Namun hati—hati juga ya Bu, jika Ibu dan Bapak membiarkan perilakunya itu, anak akan belajar bahwa tak ada gunanya ia mengekspresikan emosinya. Atau lebih jauh ia bisa jadi merasa bahwa orangtuanya tak mempedulikannya. Gampang—gampang susah ya Bu menghadapi anak yang ngambek?

Ingat, sikap orangtua dalam menghadapi perilaku ngambek mempengaruhi sikap anak dalam menghadapi masalahnya. Jika orangtua selalu mengalah, dan mengabulkan keinginan anak, tanpa disadari hal itu memperkuat perilaku anak.

Kadang anak berperilaku negative sekedar untuk minta perhatian dari orangtuanya. Pada usia ini, anak seringkali masih merasa kesulitan mengungkapkan atau mengekspresikan apa yang dirasakannya. Ia juga bingung bagaimana mengatasi masalah emosionalnya. Berilah contoh, misalnya bagaimana cara orangtua mengungkapkan kekesalan, kesedihan, kemarahan, juga dengan mendorong dan membantunya mengatasi rasa frustasinya.


Spoiler for Referensi:


andrabedyAvatar border
japarinaAvatar border
sunshii32Avatar border
sunshii32 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
3.4K
116
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Kids & Parenting
Kids & Parenting
icon
4.1KThread4.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.