wafafarhaAvatar border
TS
wafafarha
Suamimu Bikinku Jatuh Cinta, Mbak! (8 )
#Aku_Mencintai_Suamimu_Mbak!
(8)

Mutiara Kata:

"Berilah jeda untuk hati dan akalmu mencerna, karena pilihan hari ini bisa saja menjadi pisau yang mengoyak masa depanmu yang berharga."

(Supaya ada kesan sastrawi🤣
Siapkan tissue untuk part ini)

************
Ponsel Johan berbunyi, sebuah chat masuk. Cepat lelaki itu merogohnya dari saku. Tak sengaja Rani yang duduk bersandar di bahunya melihat nama di atas layar utama.

[Mas. Masalah ini harus segera diselesaikan.]

"Siapa, Mas?" tanya Rani, dahinya mengerut.

"Em. Dewo, Sayang. Teman kerja."

Benar saja, wanita itu melihat chat masuk itu atas nama Dewo.
"Tapi ... aku baru dengar nama itu." Rani menelengkan kepala beberapa saat memikirkan nama itu.

"Iya, 'kan dia pegawai baru. Dan kebetulan sama si Bos ditaruh di lapangan bareng Mas." Johan menjawabnya dengan lancar. Begitulah, saat ia mempertahan sesuatu ia harus pandai bersandiwara.

"Hemh. Kok aku jadi inget Dewi." Rani tertawa kecil.

"Hemh?" Johan seketika menoleh.

"Kenapa?"

"Kok Dewi?" Johan sedikit menarik kepala ke belakang.

"Iya, 'kan versi cewek namanya Dewi."

"Hemh. Kamu benar, Sayang. Bisa kebetulan gitu ya." Lelaki itu tertawa.

"Mas." Panggil Rani pelan.

"Ya." Johan memasukkan kembali ponsel ke sakunya. Tak ingin berlama-lama sibuk dan menyia-nyiakan waktu dekat dengan istrinya seperti ini.

Ketika ia melihat pada Rani wajah wanita itu sudah mendekat, detik kemudian ciuman mendarat di pipi.

"Au!"

"Tuh, 'kan. Makanya jangan nafsu sama Mas. Kamu pasti lupa sedang diinfus. Lagipula keadaan kamu sedang lemah, kalau keterusan gimana?" omel Johan, lekas memeriksa tangan Rani, memastikan baik-baik saja dan membenahi letaknya.

Rani menghentakkan kepala ke bantal. Senyumnya mengembang. '"Habis aku kangen sama kamu, Mas."

"Oya?"

"Hu'um."

"Kalau begitu biar Mas ilangin kangennya." Pria itu mendekatkan wajahnya pada sang istri. Menikmati kebersamaannya, tak peduli jika ingatannya berputar dan melayang pada Dewi karena saat pertama kali menyentuh gadis itu mereka pun ada di atas ranjang rumah sakit.

Rani melayang karena sikap hangat sang suami, ia menyesal sempat berpikir aneh tadi. Mana pantas mencurigai pria sebaik Johan yang selalu menunjukkan ketulusan cintanya.

__________

"Aku, aku gak tau harus bicara pada siapa." Dewi masih gugup.
Dia memang jahat telah tidur dengan suami kakaknya sendiri, tapi nuraninya menjerit saat mendengar Johan meminta menggugurkan kandungannya.

Farahna memandangi gadis itu dengan jijik. Bukan hanya pada gadis itu, tapi juga pada tubuhnya sendiri. Kejadian sepuluh tahun silam seolah kembali menghujam dadanya. Takut dan jijik. Tak sadar ia refleks mengusap dua lengannya sendiri.

"Mbak." Dewi memanggil wanita di hadapan yang terlihat sangat syok.

Perempuan berjilbab lebar itu tersentak. Sadar ada orang lain bersamanya, Farahna berusaha menguasai diri seperti sebelum-sebelumnya. Ia menyimpan sakitnya luka dan aibnya sendiri bahkan pada orang terdekat sekali pun. Orang tuanya, Farhan satu-satunya saudara atau pun Mia yang seperti saudara kandung baginya.

Sudah sepuluh tahun peristiwa itu berlalu, ia masih tak siap menceritakan pada lelaki yang meminangnya.
Farahna menolak pria-pria itu bukan karena tak suka dan menginginkan mereka, tapi belum siap merasai sakitnya ditolak dan dipandang hina. Tidak ingin orang lain memandang jijik padanya seperti yang dirasakan pada tubuhnya sendiri.
Lalu bagaimana bisa Dewi dengan mudah memberikan mahkotanya, di saat seusia gadis itu Farahna mati-matian menjaga meski pun gagal.

"Maaf, Mbak," ucap Dewi melihat reaksi sahabat kakaknya itu.

Farahna menarik napas panjang.
"Dew ...."

"Iya, Mbak."

"Dew ... jika boleh jujur. Aku memang terkejut dan syok walaupun sejak awal sudah punya firasat tentang kedekatan kalian."

Dewi diam. Benda bening memenuhi matanya lalu lolos tanpa mampu ia tahan. Perasaan menyesal dan bersalah.

"Jadi, bagaimana sekarang?"

"Aku gak mau egois merebut Mas Johan dari Mbak Ran, Mbak." Dewi mengutarakan apa yang hatinya rasa. "Tapi ... aku juga gak sanggup saat Mas Johan tidak menginginkan anak ini. Aku mau dia tanggung jawab."

Farahna mendesah.
"Bagaimana kamu bilang kamu gak mau egois. Kamu bahkan sudah egois sejak awal Dewi.. Kenapa bisa berkencan dengan suami kakakmu sendiri sedang di luar sana masih banyak lelaki single?"

Dewi menatap wanita di hadapannya. Memandang lebih dalam. Kembali menunduk karena hatinya terhujam oleh kata-kata Farahna. Ia tak lagi peduli airmata yang terus meluruh membasahi pipi.
"Aku harus gimana, Mbak?" Pundak Dewi terguncang seiring rasa sakit dan kegamangan yang melanda.

"Kamu harus menerima resikonya Dew!" Suara Farahna meninggi, mendengarnya Dewi semakin terisak.
"Kamu sudah merebut yang Rani miliki, wanita yang sejak kecil merawatmu. Dia bahkan mengorbankan separuh hidupnya untukmu. Bagaimana ka-mu ...?" Tenggorokan Farahna seolah tercekat hingga tak mampu meneruskan ucapannya. Matanya yang sedari tadi dipenuhi kaca-kaca kini sudah luruh bersama emosinya.
Napas wanita itu naik turun. Hingga suara lemahnya terdengar.
"Kamu keterlaluan, Dew."

Tangis Dewi semakin menjadi, ia bahkan tidak sadar ponselnya berbunyi.

"Aku gak tau bisa bantu apa?" Suara Farahna semakin lemah.

Dua-duanya kini diam, hanya ada suara isak tangis Dewi, sedang Farahna menyeka airmata berkali-kali.

___________

Di rumah besar milik orang tua Farhan dan Farahna, semua sudah siap di meja makan. Farhan berjalan perlahan dari kamarnya setelah berganti pakaian kerja. Untung saja, sebagian pakaian kerjanya dan seragam Dzakir ada di rumah itu, hingga tidak perlu banyak menguras waktu saat mereka menginap di sana.

"Wah, anak papa makannya lahab sekali." Lelaki berusia 33 tahun itu mengusap kepala anaknya yang sudah rapi dengan seragam.

"Masakan nenek enak Pa," Dzakir menyahut dengan makanan penuh di mulutnya.

"Hem. Karena nenek masaknya pake cinta. Nanti kalau Dzakir punya mama baru juga masakannya seenak punya nenek." Sang nenek menimpali.

Farhan yang mendengarnya hanya tersenyum mendengar sindirian sang Ibu.

"Iya, Han. Sampai kapan kamu sendiri?" Bapak Farhan ikut mempertanyakan, hal yang sudah lama ditahannya. Mumpung ada kesempatan santai seperti ini, pria berusia setengah abad lebih itu segera bicara.

Farhan tersenyum sambil geleng-geleng. "Jatuh cinta itu gak mudah Pak, Bu. Farhan harus mengkaji berulang-ulang. Lagipula baru setahun Mia gak ada."

"Setahun itu bukan waktu sebentar. Di luar sana laki-laki normal kalau sudah pisah sama istrinya dengan cepat dapat ganti." Sang ibu protes dengan alasan anak lelakinya itu.
"Farahna juga masih saja menolak pinangan." Wajah sang ibu meredup.

"Naaah. Itu Bu. Farhan akan segera menikah lagi begitu Farahna menikah. Farhan janji."
Wajah pria itu semringah, tak ingin ibunya larut dalam kekecewaan melihat anak gadisnya yang matang belum juga mau berkeluarga.

Seketika sang ibu tersenyum, masam.
"Gak usah janji. Bilang InsyaAllah."

"Ya, ya. Bu ... InsyaAllah."

"Bapak pegang kata-kata kamu Farhan," sahut sang bapak serius, sembari menggerakkan sendok dan garpu di atas piring.

~~Kepingan Masalalu~~

Kepala Farahna berdenyut dan terasa berat untuk sekedar membuka mata.

"Iya, Bro. Udah. Nih, lo lihat tubuh mulus doi."
Seorang pemuda tengah bicara melalui aplikasi video call di ponselnya dengan temannya. Menyeringai puas, setelah meniupkan asap rokok yang dihisapnya.

Orang yang nampak di ponsel itu melongok melihat apa yang lelaki itu perlihatkan.
"Njir. Beneran. Mantap lo, Bro! Hahaha. Jangan lupa videoin, mau gue bagi ke anak-anak di grup."

"Bolehlah. Transfer dulu. Oke?" Lelaki itu kembali memainkan asap rokok dari mulutnya, lalu menekan benda kecil itu ke asbak hingga padam nyalanya.
Detik kemudian tangannya bergerak mengusap rambut hitam gadis yang tidak berdaya di atas ranjang indekos mahasiswa, membuat orang di ujung telepon tertawa terbahak-bahak. "Sialan lo! Tau gitu gue aja kemarin yang ajak jalan dia!"

"Hahaha. Telat Bro. Dia rejeki gua!"

Farahna mendengar perbincangan itu, tapi tak kuasa bergerak dari tempatnya. Ia bahkan tak sadar bahwa kondisi tubuhnya tengah polos seperti yang disebut-sebut dua lelaki itu.

Belum juga Farahna bisa bangun, pintu diketuk.

"Eh. Bro udah dulu. Ada orang." Pemuda itu mematikan ponsel. Meraih t-shirt menutupi tubuh bagian atasnya.

Seorang gadis kecil berusia 10 tahunan tengah berdiri di depan pintu.

"Oh, lo. Bentar." Si pemuda kembali masuk mengambil sesuatu sebagai imbalan untuk anak itu.

"Ingat, jangan cerita pada siapapun."

Gadis kecil itu mengangguk. "Iya Bang. Tenang aja. Karena aku juga sebel sama Mbak itu. Dia udah bikin Kakakku sedih."

"Bagus. Udah pergi sono lo."

"Iya, Bang. Makasih."

Batin Farahna menjerit dalam kelemahannya, bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Siapa mereka?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

BERSAMBUNG


Ini lanjutannya Gan, klik aja di sini ....

https://www.kaskus.co.id/show_post/5...d69517a551d06b


Kalau ini bagian sebelumnya ....

https://www.kaskus.co.id/show_post/5...c148278413c0e2
Diubah oleh wafafarha 30-10-2019 00:35
0
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
Buku
icon
7.7KThread•4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.