wafafarha
TS
wafafarha
Mbak, Aku Cinta Pada Suamimu (Bagian 5)
#Aku_Mencintai_Suamimu_Mbak!
(5)

"Ha-ha-mil?" Johan terbata mengucapnya, tiba-tiba tubuhnya terasa berat hingga ia harus mundur menempel ke dinding dengan tatapan kosong ke arah lain.

Dewi terisak beberapa saat, satu tangannya menutup mulut dengan pandangan ke lantai. Menit kemudian ia mendongak, melangkah perlahan mendekat, meminta jawaban lelaki yang masih syok karena mengetahui kehamilannya.

"Mas ... akan tanggung jawab dan gak ninggalin aku 'kan?"
Perempuan dengan rambut lurus sebahu itu bertanya sembari memegang tangan Johan. Ia yakin pria itu akan semakin mencintainya karena anak yang tengah dikandungnya.
Miris, lelaki itu refleks menepis, berbalik menghadap dinding dengan memukulkan tangannya yang mengepal ke dinding pelan.
Menghancurleburkan hati Dewi seketika.

"Ke-kenapa Mas?" Dewi menatap tak percaya.

"Maaf, Dewi."

"Maaf? Kenapa?" Mata Dewi melebar.

Pria itu kembali berbalik menatap.
"Bukan ini yang aku mau."

"Maksud Mas? Bukannya Mas sangat mengingini seorang anak?"

"I-iya. Tapi bukan dengan cara seperti ini?"

"Maksud Mas?" Airmata meluruh membasahi pipi mulus Dewi. Hati wanita ayu itu perih tak terperi.

Johan menutup mulutnya, kabar ini membuat otaknya buntu seketika. Ia masih ingin menikmati kebersamaan dengan Dewi tapi juga tak mau kehilangan Rani yang tengah mengandung anaknya.

"Mas bilang, Mas sayang banget sama aku. Mas gak mau jauh-jauh dari aku. Mas rela ninggalin Mbak Rani yang tengah memeriksakan anak di kandunannya hanya demi aku. Aku-aku bahkan sudah berikan semuanya ke Mas." Ia berusaha mengingatkan Johan, bagaimana pria itu sangat mencintai dirinya.
"Apa maksud dari semua itu Mas?" suara itu seolah tercekat di kerongkongan Dewi. "Jawab!"

"Dewi, Dewi." Lelaki dengan iris mata kelam itu memegangi pundak Dewi. "Dengarkan Mas baik-baik. Jika kamu mau tetap bersama Mas. Kamu gak boleh hamil. Kamu bisa bayangin, apa yang akan terjadi pada Rani jika dia tau ini. Kondisi psikisnya lemah Dew."

"Kita bisa merahasiakannya. Aku bisa pergi sementara hingga kelahiran anak kita."

"Nggak Dew. Nggak. Aku gak mau ada janin di rahimmu. Suatu saat semuanya pasti terbongkar. Ini aib Dew."

"Mas!?"

"Dew. Kamu pikir, gimana juga nanti kata orang-orang. Lalu kedua orang tuaku, keluarga besarku. Mereka sangat menyayangi Rani, terlebih pada bayi di kandungannya."

"Mau Mas apa? Kenapa bicara seperti ini?"

"Dew. Mas mohon, gugurkan kandunganmu!"

"Apa?!" Suara Dewi menekan. Ia sungguh tak percaya ucapan kekasih yang selama ini selalu bersikap manis padanya.

Ponsel Johan berdering, rupanya Rani menghubungi karena ia terlalu lama tak kembali ke kamar.
Melihat siapa penelpon itu, Johan memperingatkan Dewi sebelum akhirnya pergi meninggalkan wanita itu dengan tangisnya.
"Cepat ambil keputusan!"

Tinggallah wanita itu dengan perasaan hancur, remuk redam Tangisnya kian menjadi, menandai betapa sakit yang ia rasa. Menjatuhkan tubuhnya seolah tak lagi seimbang, bersandar dengan dua tangan memeluk lututnya. Isakan itu menggema, tak ada siapapun, hanya deretan anak-anak tangga yang curam di hadapannya nampak bergelombang tak beraturan karena air mata yang menutupi penglihatannya.

_______________

Farahna memandangi sahabatnya dengan iba, teringat saat duduk di kafe bersama Farhan beberapa waktu lalu membicarakan wanita yang telah lama dekat dengannya.
Pria dengan kemeja putih itu meneruskan ucapannya setelah menghabiskan kopi terakhir di cangkirnya.
"Secara teori aku tidak berbohong, karena terlambat satu detik saja ... mobil itu akan menyambar tubuh Rani yang berbadan dua. Padahal baru saja ia melihatku, tubuhnya langsung ambruk."

Farahna memandangi pria itu bicara. Akhir-akhir ini firasatnya tentang Rani sangat mengganggu. Melihat kondisi wanita itu yang kehamilannya rentan mengalami gangguan karena faktor luar. Sebenarnya Rani adalah wanita kuat, hanya saja perasaannya tarlalu dalam pada orang-orang yang ia cintai, saat mereka terluka secara otomatis membuat batinnya terguncang.

"Mas, sebenarnya firasatku sangat kuat mengenai Johan. Tapi ...."

"Wah, firasat orang beriman itu bahaya, karena Allah memberikan ketajaman di sana."

"Wah aku tersanjung." Pujian sang kakak membuat Farahna urung menceritakan apa yang menggangu pikirannya.

Tadi sore, ia sangat terkejut melihat wanita hamil itu dalam gendongan kakaknya. Padahal baru beberapa menit, Farhan berpamitan pulang. Kenapa seorang Rani yang begitu peduli pada suami dan adiknya harus seorang diri malam-malam begini? Ke mana dua orang itu? Lagi-lagi firasat buruk Farahna mendominasi.

"Na ...." Rani menyebut namanya pelan.

"Hemh?" Wanita berusia matang itu tersentak.

"Ngelamun lagi. Pasti ini efek jomblo! Hihi." Rani menggoda.

Farahna memanyunkan bibir. "Terus aja gitu, sampe lebaran beruang di kutub selatan."

"Hihi. Utara Na." Lengkungan terbentuk di bibir tipis Rani.

"Oya, udah malem ini Ran. Aku harus pergi, besok pagi-pagi sekali ada pasien yang harus aku tangani di klinik sebelum ia pergi ke luar negeri." Farahna melihat pada arloji di tangannya.

Rani mengangguk. "Ya, makasih ya."

"Johan lama sekali, ini cairan infusnya harus ditebus ke apotik." Wanita anggun itu memegangi benda berisi cairan intravena yang isinya sebagian sudah masuk ke tubuh Rani.

"Iya, kamu tenang aja. Aku udah telepon Mas Johan. Bentar lagi dia pasti datang. Dia belum pernah mengabaikan teleponku."

"Oya?" Farahna mengangkat dua alisnya. "Wah. Johan benar-benar suami siaga. Sampe istrinya masuk ke RS karena malam-malam seorang diri."

"Naaa ...." Rani seolah tak suka, sahabatnya itu memojokkan Johan yang notabene telah banyak berjuang untuknya.

"Ya sudah, aku pamit dulu ya." Farahna meraih sling bag di atas nakas.

Rani mengangguk. "Makasih."

Saat membuka pintu, Farhan sudah duduk manis di depan ruangan di mana Rani dirawat. Pria itu tengah asyik berselancar dunia maya dengan smartphone di tangan. Berhenti begitu mendengar pintu terbuka.

"Loh, kok gak masuk, Mas?"

"Nggak, ah. Takut jatuh cinta sama istri orang." Farhan menjawab sekenanya.

"Ck. Ada-ada aja. Ya udah ayo pulang."

"Hem." Pria itu bangkit dari duduknya. Namun saat akan melangkah kehadiran Johan menahannya.

Suami Rani itu tak suka melihat pria yang nyaris sempurna di hadapannya ada di dekat sang istri.
"Jadi kamu yang membawa Rani kemari? Apa tidak ada wanita di tempat kejadian yang bisa menolongnya?"

Farhan melipat santai tangan di dada.
"Kenapa? Apa ada yang sakit di sini?" Telunjuk Farhan menyentuh dada Johan, sembari tersenyum masam.

Mata Johan refleks melihat di mana telunjuk itu sedikit menekan dadanya.
"Kamu?" Rahangnya mengeras.

Pandangan yang sama tajamnya itu beradu.

Farahna tak bisa berbuat apapun. Dua manusia di hadapannya ini seperti memilki dendam yang tak pernah tuntas. Ah, tidak Farhan bukan tipikal seperti itu. Pasti ada hal lain.

Farhan kembali tersenyum. "Berhati-hati lah. Sedikit saja kamu lengah, aku akan ambil Rani kembali." Kakinya melangkah meninggalkan Johan yang bergeming, kesal.
"Ayo, Na. Kita pergi!"

Johan masih terpaku di tempatnya, dengan pandangan kosong. Perasaannya semakin tak karuan.

BERSAMBUNG

Terusannya ada di sini Gan....

https://www.kaskus.co.id/show_post/5...d19556595f04f2


Kalau ini bagian sebelumnya Gan

https://www.kaskus.co.id/show_post/5...3a72701e05aee4


šŸ’•šŸ’•šŸ’•

Hadis pilihan:
Rasulullah SAW bersabda:
"Dua kejahatan akan dibalas oleh Allah ketika di dunia, zina dan durhaka kepada ibu bapak. (HR. Thabbrani)

šŸ’•šŸ’•šŸ’•
Diubah oleh wafafarha 30-10-2019 00:01
perihbangetlina.whLANGI7
LANGI7 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.2K
5
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
Buku
icon
7.7KThreadā€¢4KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
Ā© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.