Ilustrasi: Kabinet tanpa beban Jokowi dari parpol dan profesional.


Pelantikan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024, sudah pasti akan berlangsung 20 Oktober 2019. Selanjutnya rakyat akan mencermati figur pengisi kabinet yang akan membantu presiden mewujudkan janji-janji kampanyenya.

Spekulasi soal susunan kabinet sudah beredar di masyarakat, semuanya mengatasnamakan bocoran. Figurnya berubah-ubah, begitu pun nama kementerian ada beberapa yang berubah. Membingungkan. Tentu saja.

Presiden Jokowi sendiri melalui akun Instagram miliknya, mengaku kabinet sudah rampung disusun. Masyarakat diminta bersabar, ia segera mengumumkan. Bisa di hari yang sama dengan pelantikan, bisa juga setelahnya.

Soal komposisi kabinet, Jokowi pernah berujar bahwa 45 persen diisi orang partai, sisanya profesional. Ada Menteri lama yang masih dipakai, tapi akan lebih banyak yang baru. Dari sisi usia, bahkan bakal ada yang sangat muda 30-40 tahun.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi juga mengatakan bahwa untuk periode kedua pemerintahannya, dia mengaku tanpa beban. Namun penjelasan tanpa beban ini yang multitafsir.

Bisa jadi, dalam menentukan kabinet Jokowi tanpa beban memakai hak prerogatifnya tanpa mempedulikan tekanan parpol pendukungnya. Bisa juga tanpa beban mengajak semua kekuatan masuk dalam kabinetnya, termasuk partai yang berseberangan saat berkompetisi dalam pilpres kemarin.

Sebagaimana diketahui, dalam sepekan terakhir, Jokowi punya intensitas tinggi bertemu parpol di luar koalisi pendukungnya. Ia bertemu Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, juga Ketua Umum PAN.

Semua memberikan pernyataan yang serupa, terbuka kemungkinan masuk dalam pemerintahan Jokowi. Memang sampai saat ini belum ada kepastian, apakah ketiga partai tersebut jadi bergabung dalam koalisi parpol pendukung Jokowi.

Dari mana pun asal usul anggota kabinet yang bakal dipilih Jokowi, semestinya sejak awal harus ada kesepahaman bersama, bahwa kursi kabinet sesungguhnya bukanlah, tempat transaksi politik.

Artinya, meski berasal dari parpol, kompetensi, standar moral dan integritas, harus tetap menjadi pertimbangan utama. Keberadaannya di kabinet bukanlah representasi parpol, melainkan pembantu presiden dalam merealisasikan visi dan misinya, menyejahterakan rakyat.

Masyarakat sudah menandai apa yang terjadi pada kabinet Jokowi 2014-2019, ada dua orang menteri mundur dari kabinet karena terjerat korupsi. Kedua orang tersebut berasal dari parpol. Menteri Sosial Idrus Marham dari Golkar dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dari PKB.

Memang tidak harus menggeneralisasi bahwa anggota kabinet yang berasal dari parpol memiliki standar moral dan integritas yang tipis di banding yang profesional. Namun pengalaman buruk ini tentu saja diharapkan tidak akan terjadi lagi pada kabinet mendatang.

Siapa pun yang akan dipilih Jokowi menjadi anggota kabinet, rakyat memiliki impian yang sama. Yaitu mimpi lama sejak negeri diproklamirkan: mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kabinet sudah berganti belasan kali, mimpi tersebut masih terus diupayakan untuk terwujud. Tapi memang tidak mudah mewujudkan mimpi tersebut. Apa lagi pada saat ini di tengah kondisi perekonomian gobal yang tidak stabil.

Apa boleh buat kabinet pemerintahan Jokowi jilid 2 ini memiliki tugas yang berat. Setidaknya ada tiga persoalan yang harus dihadapi. Pertama, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi di tengah ancaman resesi dunia.

Profesionalitas jajaran kementerian ekonomi, akan menjadi tumpuan. Ekonomilah yang akan menjadi darah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Kedua, menyiapkan sumber daya manusia menghadapi revolusi industri 4.0. Pada tahun terakhir pemerintahan Jokowi periode pertama, pengembangan SDM memang menjadi prioritas.

Tapi kebutuhan SDM untuk menghadapi revolusi industri 4.0 benar-benar berlomba dengan waktu. Revolusi industri 4.0 tengah berlangsung, dan telah mengubah banyak hal, di berbagai sektor, baik bisnis, industri, pendidikan, bahkan pelayanan.

Ringkasnya revolusi industri 4.0 tak sekadar butuh SDM yang berkualitas, tapi juga kebijakan pemerintah yang bisa mengantisipasi perubahan besar yang terjadi karenanya.

Di sini lah, dibutuhkan figur kabinet di bidang pendidikan, ekonomi, industri, ketenagakerjaan, telekomunikasi, bahkan sampai perhubungan, yang paham arah dan perubahan global kibat revolusi industri 4.0.

Ketiga masalah ideologi. Bertumbuh kembangnya ideologi eksklusif konservatif, sungguh telah memengaruhi mental sebagian masyarakat dan menjadi ancaman nyata bagi persatuan bangsa.

Premordialisme muncul di beberapa wilayah yang memicu kerusuhan. Di sisi yang berbeda, ada kelompok yang bahkan sudah terang-terangan ingin mengganti ideologi Pancasila.

Persoalan ideologi ini tidak sekadar butuh penindakan tegas dari aparat keamanan saja, tapi harus menjadi prioritas jajaran Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Mempersempit ruang gerak penyebaran ideologi eksklusif mesti dilakukan sejak dari Pendidikan yang paling dasar, selain tentu saja keluarga. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, tidak akan bisa mengatasi persoalan ideologi ini bila hanya dengan retorika. Manjadikan pancasila sebagai ideologi dan pedoman hidup harus dengan gerakan.

Kita harus berani berkaca dan mengevaluasi apa yang sudah dilakukan kabinet sebelumnya. Narasi kuat revolusi mental yang diusung kabinet lama, ternyata hanya mampu menjadi slogan, tapi belum mengubah perilaku masyarakat, bahkan para perilaku pejabat negara. Korupsi masih saja marak misalnya. Hal seperti ini tentu diharapkan jangan terulang.

Presiden Jokowi boleh saja tanpa beban, termasuk ketika membentuk kabinet. Tapi kabinet yang dibentuknya punya beban yang berat.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...et-tanpa-beban

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Mewaspadai teror individual

- Menaruh harapan pada DPR baru

- Dengarkan suara rakyat