Masihkah perlu ada pertanyaan soal pantas tidak pantas terhadap milenials memimpin sebuah institusi bisnis? Tentu tidak. Para muda milenials pantas saja memimpin perusahaan karena kelayakan CEO tidak ditentukan oleh faktor usia tapi lebih pada kompetensinya. Mereka yang memiliki bekal yang cukup dan memadai, terkait knowledge, skill, dan tentu saja attitude.

Faktor attitude menjadi sangat penting untuk melengkapi faktor knowledge dan skill. Dua faktor terakhir ini bisa saja dipelajari dengan mudah dan singkat. Tapi tidak demikian dengan attitude. Seseorang harus melewati proses pembentukan attitude yang baik melalui menjadi karyawan atau bawahan yang baik. Proses pengayaan diri dilakukan dengan matang, mulai dari pemahaman tentang sebuah bisnis, membangun keahlian yang mumpuni, hingga belajar soal kepemimpinan yang baik.



Pendidikan memang sangat penting, bahkan mungkin harus sekolah hingga ke negara negara maju untuk memperluas cakrawala. Belajar sebanyak mungkin apa saja gerakan gerakan di bidang bisnis yang terjadi di negara maju. Untuk kemudian pengetahuan dan pengalaman itu dibawa pulang dan diterapkan secara inovatif.

Tapi tidak serta merta kemudian pulang langsung memegang tampuk CEO. Para muda milenials, selain menimba ilmu langsung dari negara maju, mereka juga harus sudah melewati proses bekerja sebagai karyawan di perusahaan di luar negeri. Itulah yang turut membentuk proses pematangan keilmuan, keahlian, dan kemampuan leadership yang baik.

Jangan sampai ujug-ujug generasi milenials diserahi menjalankan perusahaan tanpa proses. Karena, sudah banyak kasus nyata yang berakhir kegagalan ketika tampuk kepemimpinan sebuah perusahaan diserahkan kepada generasi berikutnya yang tidak mengalami proses pematangan terlebih dulu.






Di indonesia sendiri rata rata usia menteri 54 tahun. Menteri termuda adalah Puan Maharani dan Imam Nahrawi (41 tahun).