ciciteguAvatar border
TS
cicitegu
Sebuah Titipan dari Gunung Lawu

Sal masih mengingat jelas pengalaman yang dialaminya tujuh tahun lalu, saat kedua kalinya ia mendaki gunung bersama klub pecinta alam yang diikutinya sejak tahun pertama kuliah. Saat itu semangat mudanya masih sangat membara, deretan puncak gunung yang ada di Pulau Jawa menjadi target untuk ia taklukkan.

Gunung Lawu merupakan gunung kedua yang Sal daki semasa menjadi mahasiswa baru, setelah Gunung Merbabu. Semasa SMA Sal memang sudah mengikuti ekskul hiking di sekolahnya. Namun pengalamannya belum terbilang banyak.

Ia memang selalu terobsesi untuk bisa menaklukkan beberapa puncak gunung di tanah Jawa. Sal sangat terinspirasi oleh Ayahnya yang juga gemar mendaki. Namun Ayahnya tidak pernah mengajaknya untuk mendaki bersama, melainkan menyuruh anak lelakinya tersebut untuk bisa menaklukkan puncak ketinggian tanpa keberadaan sang Ayah.




Beberapa kisah tentang gunung yang diceritakan oleh Ayahnya selepas mendaki selalu membuat Sal terkesima. Salah satunya adalah Gunung Lawu, yang merupakan salah satu gunung di Pulau Jawa yang ingin ia jelajahi.

Ayahnya sering menceritakan soal kemegahan Gunung Lawu di hadapan Sal, karena setahun sekali Ayah Sal selalu mengunjungi gunung tersebut. Berbagai pertanyaan pun muncul di kepala Sal, namun tak satupun dijawab oleh Ayahnya.

Pitakonmu bakal kejawab yen kowe bisa nemokake,”

(semua pertanyaanmu akan terjawab jika kamu bisa menemukannya sendiri)

Sal tidak mengerti apa yang dikatakan oleh sang Ayah hingga kemudian ia berhasil mendaki gunung yang berada di antara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut. Pengalaman lelaki bernama Salmantyo Dewangga atau yang kerap disapa Sal saat mendaki Gunung Lawu merupakan salah satu yang paling tidak bisa ia lupakan. Karena secara tidak langsung, hal tersebut  menjadi titik balik yang mengubah cara pandang hidupnya.

 ***

Tahun 2012.

Dua hari lagi pendakian akan dimulai. Sal sudah mempersiapkan semuanya, termasuk latihan fisik yang telah ia mulai sejak seminggu ini. Setiap sore ia selalu berlari mengelilingi gedung rektorat di kampusnya. Gedung pusat milik salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta tersebut jika sore hari biasanya menjelma menjadi lintasan lari.

Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pecinta alam yang Sal ikuti akan mengadakan sebuah pendakian massal. Pendakian menuju puncak Gunung Lawu ini juga diikuti oleh beberapa mahasiswa dari kampus lain yang ada di Yogyakarta.

Sal sangat tidak sabar. Ia sangat bersemangat untuk menaklukan Lawu.

Sal pun tidak lupa mencari tahu apa saja kisah yang disimpan oleh gunung yang berada di Jawa Tengah tersebut. Konon Gunung Lawu merupakan tempat dimana Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit melakukan moksa.

Selain itu, menurut penuturan para senior kampusnya, Gunung Lawu juga menyimpan kisah misteri mengenai keberadaan Pasar Setan atau Pasar Bubrah yang kerap dijumpai oleh para pendaki. Dalam Pasar Bubrah ini para lelembut Gunung Lawu akan berkumpul menjadi satu. Dan seperti layaknya sebuah pasar pada umumnya, dalam Pasar Bubrah ini harus terdapat sebuah “transaksi” bagi orang-orang yang menjumpainya.

Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat Sal untuk mendaki, karena keberadaan “Pasar” tersebut konon biasa dijumpai oleh mereka yang mendaki via jalur Candi Cetho. Sedangkan pendakian massal yang Sal ikuti akan melintasi jalur Cemoro Sewu.




Jalur pendakian dari Candi Cetho merupakan salah satu favorit dari para pendaki karena menawarkan pemandangan yang indah. Namun sekaligus merupakan jalur yang paling angker dan ditakuti ketimbang dua jalur lainnya untuk mendaki Gunung Lawu. Medan dari jalur ini bisa dibilang didominasi oleh tanjakan terjal serta jurang yang cukup dalam. Jalur dari Candi Cetho ini  juga diyakini sebagai gerbang perlintasan ke alam gaib.

Heh Sal, ngopo kok ngalamun terus ket mau?” Tanya Umar, sahabat dekat Sal yang juga akan ikut mendaki Gunung Lawu.

(Heh Sal, kenapa kok melamun terus dari tadi?)

Orapopo kok Mar. Aku wis ora sabar pengen tekan Lawu,”

(Nggakpapa kok Mar. Aku cuma udah nggak sabar ingin segera sampai ke Lawu,”

Hmmm, tenane? Mikir opo kowe?

(Hmmm, yang benar? Mikir apa kamu?)

Meskipun Sal tidak menjelaskan apapun, namun Umar seolah paham jika ada sesuatu yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya. Sal pun tidak mengerti dengan perasaan yang sedang ia hadapi. Ia bersemangat untuk bisa menaklukkan Gunung Lawu, namun terdapat ketakutan dan perasaan mengganjal yang tidak bisa ia jelaskan. Karena tiba-tiba saja Sal teringat dengan Ayahnya dan cerita yang ia sembunyikan di balik Gunung Lawu.

Wis Sal, tenangno pikirmu,” kata Umar mencoba menenangkan sahabatnya.

(Udah Sal, tenang, nggak usah dipikir)

 

 ***

Di pagi hari yang cerah, Sal, Umar bersama dengan para rombongan berangkat dari Yogyakarta menuju Solo dengan menggunakan kereta Prambanan Express. Sesampainya di Stasiun Balapan, perjalanan menuju Tawangmangu pun dilanjutkan menggunakan bus. Kemudian masih disambung lagi dengan perjalanan menuju Cemoro Sewu.

Sore hari pun tiba. Rombongan dari Yogyakarta tersebut memutuskan untuk memulai mendaki selepas magrib.

Sal yakin dapat melewati perjalanannya kali ini. Namun jauh di dalam lubuk hatinya masih terbesit sedikit perasaan yang mengganjal. Ia masih tidak dapat menjelaskan apa yang sebenarnya ia rasakan. Sal selalu mencoba untuk mengabaikan perasaan yang membuat hatinya tidak tenang tersebut, namun selalu muncul kembali dan muncul kembali.

Pitakonmu bakal kejawab yen kowe bisa nemokake.

Entah, tiba-tiba saja kata-kata yang pernah diucapkan oleh Ayahnya tersebut selalu menghantui kepalanya.

Satu jam setelah memulai pendakian, para rombongan tersebut pun tiba di Pos Satu. Tidak ada rombongan lain selain Sal dan kawan-kawannya di beberapa warung yang ada di pemberhentian pertama tersebut. Setelah beristirahat sejenak, mereka pun melanjutkan pendakian menuju Pos berikutnya.

Dua jam kemudian mereka sampai di Pos Dua. Jalur antara Pos pertama dan kedua via Cemoro Sewu ini memang dikenal panjang. Dan sama seperti sebelumya, di Pos Dua tersebut tidak terlihat rombongan lain. Namun pada saat Sal dan rombongannya sejenak beristirahat, tampak tiga orang pendaki yang sedang turun dari atas, kemudian disusul beberapa pendaki lainnya.

Sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju Pos Tiga, para rombongan ini berhenti sejenak untuk menyiapkan energi dan mental. Jalur dari Pos Dua menuju Pos Tiga memang dikenal terjal. Sal tampak pucat, dan Umar kembali melihat keraguan yang ada di wajah sahabatnya.

Nek ora kuat leren sik Sal,” kata Umar sambil menyodorkan gula jawa pada Sal untuk menambah energi.

(Kalau sudah tidak kuat, istirahat dulu Sal)

He eh. Kuat kok,”

 ***

Rombongan pun melanjutkan perjalanan menuju Pos Tiga.

Bisa dibilang jika trek ini merupakan salah satu yang terberat di jalur pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu. Sal mulai linglung. Setiap beberapa puluh langkah ia berhenti sejenak. Nafasnya sesekali mulai terengah, namun langkahnya tidak gentar untuk bisa mencapai puncak.

Sayup-sayup ia mendengar seseorang memanggil namanya. Seperti suara seorang perempuan.

Sal...., Sal...., ndeneo Sal....,”

(Sal..., Sal....., kesini Sal....)

Suara tersebut menggema di telinganya. Di tengah hatinya yang sedang gusar dan dinginnya suhu yang ditampakkan Gunung Lawu, Sal terlihat gusar. Ia mencoba untuk mengabaikan suara tersebut namun selalu terdengar. Lirih namun jelas menggetarkan gendang telinganya.

Sal..., arep nengndi? Lewat kene Sal....,”

(Sal..., mau kemana? Lewat sini Sal...)

Waktu mulai menunjukkan pukul sebelas malam. Sal yakin jika pasti Pos Tiga sudah tidak jauh lagi. Ia pun mencoba untuk tetap semangat mendaki.

Namun suara perempuan tersebut seolah semakin dekat. Suara yang halus dan lirih tersebut seolah membisik tepat di telinganya.

Sal...., Sal...., ndene Sal..., melu aku...,

(Sal..., Sal....., kesini Sal....., ikut aku....)

***

Tiba-tiba Sal terpisah dari rombongan. Tidak satupun orang ia lihat di depannya –sejak awal Sal berada di posisi akhir, diikuti oleh Umar di belakangnya. Namun tidak juga ia melihat keberadaan Umar.

Pandangan Sal mulai berubah. Jauh di depannya ia melihat sebuah bangunan, mirip dengan sebuah kerajaan kuno yang sering ia lihat dalam buku-buku sejarah. Ia tidak tahu bangunan apa itu. Ia bahkan ragu, mengapa di tempat seperti ini mengapa bisa ada bangunan semacam itu.

Sal...., ndeneo..., eneng sek arep ketemu kowe...

(Sal..., sini..., ada yang ingin bertemu denganmu..)

Suara perempuan yang lirih tersebut semakin jelas terdengar, seolah mengajak Sal untuk datang mendekatinya.


Di hadapannya tiba-tiba ia melihat seorang perempuan cantik. Tubuhnya terbalut dengan pakaian tradisional lengkap dengan selendang dan aksesori lainnya yang menyerupai pakaian perempuan dari kerajaan Jawa kuno. Perempuan tersebut pun terlihat memakai mahkota berwarna emas berlapis batu permata warna hijau dan merah yang berkilauan.

Perempuan itu menghampiri Sal. Ia mengajaknya untuk terus berjalan ke depan.

Ayo Sal, melu aku,” katanya dengan suara yang lirih, sambil menghempaskan sebuah selendang tepat mengenai wajah Sal.

(Ayo Sal, ikut denganku)

Hawa dingin merasuki tubuh Sal. Tiba-tiba ia merasakan rasa pegal yang begitu hebat di persendian tangannya. Telinganya berdengung. Kepalanya pun mulai memberat. Sal bingung dan tidak tahu apa yang sedang ia hadapi saat ini.

Perempuan yang tidak dikenal tersebut kemudian menggenggam tangan Sal dan menggandengnya untuk mengajaknya pergi. Namun tiba-tiba saja Sal merasa ada yang menarik tubuhnya secara paksa.

SAL! Ngopo kowe?!”  Umar meneriakinya, wajahnya pun terlihat khawatir.

(SAL! Ngapain kamu?!)

Umar menarik carrier yang menempel di punggung Sal dengan sigap. Rupanya ia melihat Sal berjalan menjauhi rombongan.

Arep nengdi Sal? Ojo nglindur! Jalur e awakdewe ki ndono Sal!” kata Umar seolah ingin menyadarkan Sal yang sedari tadi ia lihat linglung.

(Mau kemana Sal? Jangan ngigo! Jalur kita itu ke sana Sal!)

Umar menunjuk para rombongan yang hampir sudah tidak terlihat lagi. Umar kembali melihat adanya gelagat yang tidak beres pada sahabatnya tersebut. Ia pun mendampingi Sal untuk lebih mendekat pada rombongan. Sementara Sal hanya tertegun sambil mencoba menebak apa yang sebenarnya sedang terjadi.

 ***


Diubah oleh cicitegu 01-10-2019 09:18
sebelahblogAvatar border
someshitnessAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
zafinsyurga dan 14 lainnya memberi reputasi
15
7.4K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.