Rirevain
TS
Rirevain
Misteri di Gunung Salak (True Story)


(Narasumber kisah nyata: Disa)


Quote:





Gelap!!! Nggak ada cahaya sedikitpun disini!!! Belum pernah gue merasa setakut ini!!!

Tolong!!! Siapapun di sana!!! Mengapa suara gue nggak keluar??? Sekuat tenaga gue berteriak tapi nggak ada satu kata yang keluar, seolah gue seorang bisu yang berusaha bicara lantang. Makin gue teriak, makin tenggorokan ini terasa tercekik, terhimpit dalam gelap.

Tidak!!! Suara itu semakin mendekat, suara aneh yang nggak mungkin berasal dari makhluk nyata, bukan hewan, jelas bukan manusia. Suara kombinasi antara desisan dan bisikan, suara halus yang pelan tapi terasa nyaring di telinga. Berusaha sekuat tenaga gue gerakin kaki untuk hengkang jauh dari sini, menarik kaki gue yang terseret-seret.

Menjauh!!! Gue berusaha semakin menjauhi suara yang semakin jelas mengejar di belakang. Suara itu semakin jelas membentuk satu kata yang pantang diucap pendaki........ Mati!!!



Quote:


Tet tet teeeeeeet.... Klakson metromini terus menyalak nyaring seolah menyuarakan ketidaksabaran pengemudinya menyuruh mobil gue untuk minggir dari jalannya.

"Dasar metromini gila, masa gue harus mati konyol nerobos rel? Puyeng banget! Gila!!!! Suntuk banget gue! Apa gue terima ajakan Bayu aja ya?"



Itu adalah dua hari lalu, hari Senin pertama sebelum gue menerima ajakan Bayu, sahabat gue buat muncak. Oh ya nama gue Kiki usia gue 23 tahun dan gue bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Persahabatan gue dengan Bayu sudah terjalin sejak kami sama-sama satu kelas di kelas 2 SMA.

Ini kali pertama buat gue untuk naik gunung tapi bukan buat Bayu. Kalau kata temen-temen gue Bayu itu lahir bukan di rumah sakit tapi lahir di Gunung. Kalau kata gue sih biasa aja nggak ada yang spesial dari Bayu, cuma karena dia anggota Pencinta Alam aja, tapi aslinya dia jarang naik gunung cuma suka sesumbar kalau habis naik dan suka bikin bumbu di ceritanya. Tapi buat gue yang tahu semua kartunya gue cuma diam aja dan bilang "Iya mungkin sih gitu" kalau ada teman yang nanya benar nggak ceritanya si Bayu waktu naik Gunung A atau Gunung B.

Anyway akhirnya gue berangkat juga dengan Bayu dan Ismail. Dengan alasan melepas stress di kantor, kami sepakat untuk naik ke Gunung Salak. Nama Gunung Salak berasal dari nama Salaka yang artinya perak dalam bahasa sansekerta. Gunung Salak merupakan salah satu gunung di Jawa Barat yang masih menyimpan banyak misteri. Konon katanya jika niat kita tidak baik maka akan celaka nantinya. Dan sangat pantang untuk bertanya di mana buah Salaknya ketika sedang mendaki, walaupun itu dimaksudkan hanya untuk bercanda. Pantang sekali bagi pendaki untuk berperilaku sombong atau tidak sopan seperti bercanda berlebihan atau mengejek sesuatu ketika mendaki. Karena hal itu akan membuat "Penghuni Gunung" murka.

Gue adalah satu-satunya perempuan di kelompok ini. Sebenarnya tadinya ada teman perempuan kita yang bernama Sani yang ingin berangkat bersama, namun ia cancel berangkat di menit terakhir karena nggak mendapatkan cuti. Walau cuma bertiga akhirnya kami memutuskan untuk berangkat juga.

Bayu secara nggak langsung menjadi pemimpin di kelompok karena selain dia anak Pencinta Alam dia cerita dia sudah dua kali berhasil muncak di Gunung ini.

Kita sepakat memilih jalur pendakian yang terpendek walaupun terkenal sulit medannya. Selesai registrasi kita mulai jalan menuju Gerbang Rimba dan sesampainya disana Ismail mengeluarkan hape dan kamipun berfoto bersama secara bergantian. Ketika giliran gue memotret, secara aneh foto yang gue ambil ga pernah fokus dan selalu berbayang sampai akhirnya Bayu nggak sabar dan mengambil alih untuk memotret.

"Ah bego amat lo Ki masa moto aja lo ga becus begitu bagaimana di atas nanti, nangis lagi lo minta pulang!"

Gue udah nggak heran lagi sama sikap Bayu yang songong memang begitu sikap dia, jadi gue nggak ambil pusing. Tapi yang bikin gue heran dan aneh kenapa foto yang gue ambil nggak pernah fokus dan selalu ngeblur, segera gue buang jauh-jauh pikiran negatif deh takut diaminin setan apalagi kita baru aja mau mulai pendakian.

Setelah berdoa dan tos bareng-bareng kita mulai masuk ke dalam gerbang besi yang tampak sudah berkarat dan berlumut jadi menambah kesan angker Gunung ini menurut gue. Tapi lagi-lagi gue buang jauh-jauh pikiran negatif dan gue menyelipkan sebuah doa agar semua lancar dan aman selama pendakian sampai kita turun lagi ke sini.

Kami memulai pendakian, jalur menuju pos pertama bisa dibilang tidak terjal walaupun di beberapa titik treknya agak tricky karena melewati jalanan rawa dan berlumpur. Apalagi ketika kita mulai mendaki mulai turun gerimis dan membuat trek semakin sulit dilewati karena lumpur yang cukup dalam dan pohon yang tumbang melintang di jalan.

Berkali-kali gue tergelincir dan kita memutuskan untuk istirahat sebentar memakai jas hujan karena hujan turun semakin deras.

Diantara suara hujan yang makin deras gue mendengar suara desahan nafas seseorang.

"Ssssttt!!! Lo denger suara orang nafas nggak? Itu dari arah situ!!!"

"Nafas??? Enggak Ki, kalau elo Bay?" Ismail mendekatkan telinganya ke arah semak-semak yang gue tunjuk.

"Ah perasaan lo aja kali Ki, cuma suara hujan itu!"

"Iya mungkin karena dingin gue jadi berhalusinasi kali ya!" Tapi sebenarnya gue cukup yakin kalau itu adalah suara nafas yang sangat jelas datang dari arah semak-semak di sebelah sana. Tapi karena takut dianggap lebay sama Bayu dan Ismail akhirnya gue kembali mencoba berpikir positif.

Ketika hujan mulai mereda, kali ini benar kami mendengar suara langkah mendekat dan ternyata kelompok lain baru saja tiba di tempat ini.

"Ki kayanya tadi yang lo denger suara nafas mereka ya?" Mail berbisik pelan, ia takut para pendaki itu mendengar bisikannya.

"Ya nggak mungkin lah Mail, mereka kan datang dari bawah, suara nafas yang gue denger itu datang dari sana!" Gue kembali menunjuk ke arah semak-semak.

"Ya udah kalau gitu benar itu hujan Ki" Males berpikir repot Mail akhirnya menyimpulkan untuk tidak membahasnya kembali.

Kami berkenalan dengan para pendaki. Dan setelah bersalaman, laki-laki yang gue yakini sebagai pemimpin kelompok yang berisi enam orang itu bertanya kepada Bayu.

"Hey kalian bertiga aja?"

"Iya kita bertiga, tadinya sih kita mau naik berempat tapi satu temen kita berhalangan, memang kenapa Kang?" Bayu menjelaskan panjang lebar.

"Gabung aja sama kita? Kita mau muncak, adek-adek mau ke Kawah atau ke Puncak? Kalau mau ke Puncak kita sama-sama saja"

Belum lama pemimpin kelompok yang bernama Kang Daud menawarkan ajakannya, salah satu anggotanya yang bernama Hamdan membisikkan sesuatu ke Kang Daud. Walaupun berbisik tapi samar-samar gue dengar ucapan keberatan Hamdan akan tawaran Kang Daud.

"Duh Kang kalau nambah mereka jumlah kita jadinya ganjil, kan Akang paling ngerti bagaimana kalau muncak Ganjil!"

Seolah mampu menepis kegusaran Hamdan dengan sebuah kibasan tangan di udara Kang Daud berbicara dalam bahasa Sunda.

"Nu penting jaga kalakuan jaga omongan ulah metik tanaman engasnah na Jeung tong sok ngaruksak alam"

Yang kira-kira artinya kaya begini "Yang penting jaga ucapan jaga kelakuan jangan metik tanaman sembarangan jangan ngerusak alam"

Hamdan mundur teratur dan tampaknya nggak bisa mengubah keputusan Kang Daud untuk menawari kami untuk bergabung.

Jadilah kami bersembilan melanjutkan pendakian setelah hujan telah benar-benar berhenti.

Ketika tiba di persimpangan, kami memilih jalur untuk menuju ke Puncak dan gue meminta waktu untuk beristirahat karena carrier gue terasa semakin lama semakin berat.

"Tuh kan udah capek lo Ki! Jangan cengeng lah ayo kita lanjut naik sebelum gelap sampai pos Bajuri"

"Gue nggak cengeng tapi sumpah carrier gue berat banget"

"Ya sudah kita istirahat dulu" Kang Daud yang dari tadi diam akhirnya bersuara dan duduk di sebelah gue. Beliau ngeluarin sebatang cerutu dan mulai membakarnya, menghembuskan asapnya ke arah gue Jelas gue mundur menghindari semburan asapnya. Setelah beberapa kali hisapan, beliau mematikan cerutu dan mengambil botol minuman, beliau membuka tutupnya dan mulai mulutnya komat kamit. Setelah itu Kang Daud memberikan botolnya kepada gue.

"Minum dulu Dik biar kuat jalannya"

Gue nurut dan minum seteguk, dua teguk, lalu menutup botolnya "Kang  ada yang ngikutin saya ya?"

"Sssstt nanti aja di bawah kita bahasnya. Sekarang bagaimana kalau kita jalan lagi?"

Memang benar sih Kang Daud itu, pantang banget buat ngomongin hantu, setan atau demit di atas.

Akhirnya gue mengangguk dan kita kembali berjalan.

Hujan mulai turun lagi dan tampaknya cuaca semakin tidak bersahabat, tapi Bayu memaksa kita untuk tetap jalan yaitu dengan alasan agar kami bisa cepat sampai  ke pos bayangan dan bermalam disitu.

Entah karena hujan atau memang gue sudah ketempelan, perjalanan naik gunung ini terasa sangat lama dan semakin berat rasanya. Berkali-kali gue merasa kaya ada yang ngawasin kita dibalik lebatnya pepohonan di hutan ini. Belum lagi gue merasa bukan hanya carrier gue yang bertambah berat tetapi kaki gue juga semakin berat melangkah, seperti membawa beban puluhan kilo rasanya.

Karena hujan semakin deras, Kang Daud memecah keheningan dan memberi komando.

"Ok kita stay disini, Yok kita bangun tenda,  saya kira tempat ini cocok buat kita bermalam di sini"



Quote:


Diubah oleh Rirevain 09-11-2022 02:11
stoepDdiffabilitychimchim06
chimchim06 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
27.5K
63
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.