blanccasseAvatar border
TS
blanccasse
Delapan Kesalahan yang Dilakukan Pembeli di Pasar Tradisional
sumber gambar: [url]http://bisnisonlineads.blogspot.com/2012/01/cara-berpikir-penjual-vs-pembeli-dari.html][/url]

Halo kaskuser sekalian, kali ini blanccasse akan membahas kesalahan yang biasanya dilakukan dalam membeli barang di pasar tradisional. Beberapa waktu lalu blanccasse membaca tulisan curhatan orang bahwa pedagang di sebuah pasar tradisional galak semuanya. Nah sebagai orang yang sering menghabiskan waktu di pasar tradisional dan mengamati perilaku pembeli, blanccasse membagikan daftar kesalahan yang tidak perlu dilakukan.

1. Terlalu banyak bertanya, penjual bukan pemandu atau guru

Tentu, orang yang di belakang kios atau lapak adalah pedagang. Juga betul bahwa pembeli sering tidak sepenuhnya memahami dagangan. Maksud blanccasse di sini pembeli bertanya untuk banyak item sekaligus namun hanya membeli satu item, atau malah tidak membeli apapun. Bahkan seorang pemandu atau gurupun dibayar untuk setiap uraian atau penjelasan yang diberikan.

Contoh skenario di sebuah kios penjual batik:

Pembeli: pak, itu batik motif apaan?

Penjual: motif parang rusak mas

Pembeli: kalau motif pedang rusak yang mana pak?

Penjual: nggak ada mas motif itu

Pembeli: kalau batik Jogjaan dengan Solo bedanya apa ya pak?

Penjual: kalau Jogjaan putih mas

Pembeli: kalau bedanya dengan batik Pekalongan dan batik Lasem?

Penjual: …..

Pembeli: kalau batik tulis dan batik cap bedanya apa?

Penjual: …. (perasaan gue nggak enak nih)

Pembeli: kalau dengan batik printing bedanya apa?

Penjual: sebenarnya mas mau beli yang mana?

Mungkin ada kaskuser yang mengatakan bahwa window shopping adalah sah-sah saja. Cuci mata di pasar tradisional memang boleh, maksud blanccasse adalah jika juga menanyakan ini dan itu, hal tersebut sebenarnya melelahkan penjual.

2. Menawar dengan harga di bawah biaya produksi atau kulakan

Biasanya pedagang kain atau pakaian bisa membuka harga hingga 2 kali lipat dari biaya produksinya, bahkan hingga 4 kali bagi pembeli turis asing (sekaligus upah bagi penerjemah). Namun tidak semua penjual demikian. Ada juga pedagang yang murah hati dan menerapkan prinsip mencari untung sedikit tapi dalam jumlah banyak (sering). Nah bila pembeli menawar harga di bawah biaya produksi atau kulakan dengan penjual ini, maka pembeli itu akan dianggap bodoh. Bila bersikeras, pembeli bisa didamprat.

Contoh skenario di sebuah kios penjual batik:

Pembeli: ini harganya berapa?

Penjual: 90 ribu bu

Pembeli: 40 ribu ya

Penjual: wah tidak boleh bu, 80 ribu deh harga pas (biaya kulakan 65 ribu)

Pembeli: 40 ribu deh, kalau enggak, saya ngga jadi beli

Penjual:........ (ya sana pergilah!)

Mungkin ada kaskuser yang mengatakan, menawar harga adalah sah-sah saja, juga bahwa kebanyakan pembeli tidak mengetahui harga pasaran sebuah barang. Bukan, maksud blanccasse adalah seyogianya kita meningkatkan kebijaksanaan, bukannya menurunkannya. Jika pembeli memang tidak mengetahui harga pasarannya, katakanlah pada penjual agar tidak diberi harga yang mahal. Blanccasse mengakui posisi pembeli lebih lemah, tapi lemah tidak sama dengan menjadi bodoh.

sumber gambar: [url]https://www.liputan6.com/bisnis/read/3911445/jenis-jenis-pasar-beserta-contohnya-sebagai-roda-perekonomian-masyarakat][/url]
3. Berbohong mengatakan harga di toko lain lebih murah

Tahun 2003 dulu, teman blanccasse dengan bangga bercerita baru saja membeli sepedamotor dengan harga murah setelah mengatakan pada penjual bahwa harga sepedamotor yang sama di dealer Bandung lebih murah. Penjual bukan orang bodoh, mereka tahu biaya produksi dagangannya, kebanyakan juga mengetahui harga jual barang yang sama dari pedagang lain. Kadang, sesama pedagang malah telah membuat kesepakatan harga (kartel).

Contoh skenario di sebuah kios penjual batik:

Pembeli: ini harganya berapa bu?

Penjual: 200 ribu pak

Pembeli: kok mahal, di toko yang sana cuma 100 ribu

Penjual: ya sudah belilah di sana saja (sambil tertawa)

4. Hanya mencoba ini-itu, tapi tidak membeli apapun

Beberapa waktu lalu ada seorang turis asing mendatangi kios pakaian kebaya dan pakaian manten adat Jawa. Setelah menanyakan, orang itu mencoba beberapa pakaian lalu meminta temannya untuk memotret. Setelah memotret, turis itu berpamitan. Alhasil pedagangpun mengomel karena harus melipat kembali sejumlah pakaian secara percuma.

5. Tidak menetapkan atau memastikan harga di awal

Untuk alasan kesopanan, biasanya pedagang tidak menyebut harga di awal perjumpaan/perbincangan dengan pembeli, juga agar pembeli tidak merasa diitodong. Jadi blanccasse menyimpulkan pembelilah yang seyogianya berinisiatif menanyakan harga. Mungkin kaskuser mengatakan, untuk membeli pakaian misalnya, tentu harus mencobanya dulu. Ada betul dan salahnya, maksud blanccasse adalah pastikan dulu barangnya (termasuk warna dan ukuran) dan sepakati dulu harganya barulah mencobanya. Mungkin kaskuser mengatakan bahwa penjual tidak menetapkan kesepakatan harga lebih dulu. Betul, demi kesopanan, lagipula pedagang menaruh harapan pembeli pasti membeli barang.

Contoh skenario di sebuah kios penjual batik:

Pembeli: itu ada yang ukuran saya tidak pak?

Penjual: untuk mbak mungkin ukuran M (sambil mengambilkan barang)

Pembeli: (langsung mencoba, mengenakannya) Harganya berapa pak?

Penjual: 200 ribu mbak

Pembeli: kok mahal, 100 ribu ya

Penjual: 180 deh mbak

Pembeli: enggak, 100 ribu, kalau enggak ya ngga jadi beli

Penjual:...... (melipat baju yang bau keringat deh...)

sumber gambar: [url]https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pasar-tradisional.html][/url]
6. Membeli untuk orang lain yang tidak jelas

Sering blanccasse menjumpai seorang pembeli pakaian di pasar tradisional membelikan pakaian untuk orang yang tidak bersamanya. Ia berkomunikasi melalui smartphone. Hasilnya komunikasi yang tidak jelas (karena sinyal jelek), pemikiran yang berbeda-beda antara pembeli dan orang di ujung telepon, dan ketidakpastian barang yang hendak dibeli. Penjualpun membuang waktu dan tenaga untuk ketidakpastian. Mungkin ada kaskuser yang berkata itu sudah kewajiban pedagang untuk melayani pembeli. Bukan, janganlah kita membiasakan diri menyusahkan orang lain, karena kitapun tidak senang diperlakukan demikian.

Contoh skenario di kios penjual batik:

Pembeli: Pak ini ada yang warnanya biru?

Penjual: Ada mbak, ini (sambil mengambilkan)

Pembeli: (video call dengan Ms. X) duh kok nggak bisa nyambung, di sini sinyalnya jelek ya pak?

Penjual: ....

(setengah jam kemudian)

Pembeli: halo, lu susah amat divideocall, nih kebaya pesanan lu warna biru tua

Ms. X: ih, apaan, itu warna hitam!

Pembeli: biru tua!

Ms. X: hitam!

(setengah jam kemudian)

Pembeli: nah sekarang percaya kan sama gue kalo biru tua

Ms. X: iya deh, berapa harganya?

Pembeli: Ini berapa pak?

Penjual: Seratus ribu mbak (mulai bosan)

Pembeli: boleh kurang?

Penjual: 95 mbak

Pembeli: 90 ya pak?

Penjual: ya sudah (agar cobaan ini segera berlalu)

Pembeli: 90 ribu say (berkata pada Ms. X)

Ms. X: ih mahal, 50 ribu aja, kalau ngga segitu ngga mau!

Penjual: ......(asdasd)

7. Salah menyebut barang atau ukuran

Blanccasse mengamati kekeliruan ini sering terjadi dan cukup mengganggu penjual.

Contoh skenario di kios penjual batik:

Pembeli: bu, saya beli kebaya kartini warna putih ukuran M satu kodi

Penjual: ini barangnya pak

Dua jam kemudian pembeli datang lagi.

Pembeli: bu, ini barangnya salah, saya maunya yang ada kain untuk menutup dadanya, bukan yang ini

Penjual: oh itu namanya bukan kebaya kartini, tapi kutubaru, kalau kartini memang seperti itu

Pembeli: ya pokoknya saya mau yang begitu

Penjual: asdasd.....

Contoh skenario di toko bangunan:

Pembeli 1: pak ada pipa ledeng?

Penjual: ada pak, mau berapa meter?

Pembeli 1: sedalam sumur saya

Penjual: ???

Pembeli 2: pak ada tandon air merek xxx?

Penjual: ada bu, mau ukuran berapa?

Pembeli 2: yang XL

Penjual: bu, ini bukan ukuran untuk baju

8. Kecerobohan lain yang tidak perlu

Menumpahkan gelas di meja pedagang, meninggalkan sisa makanan/minuman di kios pedagang adalah sejumlah kecerobohan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Beberapa waktu lalu ada seorang pembeli yang menumpahkan teh di lantai kios pedagang. Pembeli itu mengambil koran untuk diletakkan di lantai yang basah. Ternyata, ia mengambil koran yang belum dibaca di kios sebelah tanpa meminta izin pada pemiliknya. Hasilnya ia ditegur dan sesudah pergi ia menjadi bahan pergunjingan banyak pedagang. Belum lagi pembeli yang membawa anak kecil yang merusak atau menjatuhkan berbagai barang sementara orangtuanya (pembeli) hanya sibuk bermain gadget.

Akhirnya, benar bahwa kebanyakan pedagang pakaian di pasar tradisional memanipulasi harga. Biasanya mereka membuka harga dua kali dari biaya produksi atau harga kulakan. Benar bahwa meski belajar dari 8 kesalahan di atas tidak serta-merta membuat pembeli diperlakukan baik, namun dengan menghindari 8 kesalahan tersebut, kita telah menjadi pembeli yang lebih baik. Nah demikian tulisan dari blanccasse, silakan kaskuser menuliskan komentar, saran, kritik, atau bahkan menceritakan pengalamannya berbelanja atau berjualan di pasar tradisional. Semoga kaskuser sehat selalu!


Sumber tulisan: pengalaman dan pemikiran pribadi.
Diubah oleh blanccasse 21-09-2019 11:03
sebelahblogAvatar border
infinitesoulAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
zafinsyurga dan 8 lainnya memberi reputasi
9
2.1K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.