KokonataAvatar border
TS
Kokonata
Kisah Nyata Rasisme, Orang Tua Punya Peran Besar

Hayun baru saja naik kelas 2 SD. Dia pergi ke Araluen Botanic Park di Perth, Australia bersama orang tuanya. Saat antri untuk menumpang kereta mini, seorang pria tegap berusia 50-an dengan ciri fisik khas Negeri X menyerobot. Pria itu menabrak Hayun sampai gadis kecil itu histeris kesakitan. Terjadi keributan. Ayah Hayun tanpa sengaja menyebut pria itu sebagai orang dari Negeri X.
 
Menjadi Trauma  


Peristiwa itu menyebabkan trauma pada diri Hayun. Saat berada di pusat keramaian, Hayun  cemas. Dia selalu bertanya, apakah ada orang-orang Negeri X? Khawatir benar jikalau bertemu dengan orang-orang Negeri X.
 
Sang Ayah berusaha memberikan pemahaman. Tidak semua orang Negeri X kasar dan menyerobot antrian. Beberapa teman kerja ayahnya berasal dari Negeri X. Hubungan kerja mereka baik-baik saja. Namun Hayun tetap trauma. Sudah terluka hatinya. Semua orang dari Negeri X dianggap kasar seperti pria yang menabraknya.  
 
Beberapa bulan kemudian Hayun bermain di Kwinana Adventure Park. Hayun senang sekali berada di taman bermain itu. Dia berlarian, melompat, dan bergelantungan.  Hayun bermain sebentar dengan beberapa anak yang baru dikenalnya.
 
Tak disangka, Hayun bertemu dengan seorang gadis kecil seusianya. Mereka cepat akrab dan asyik main bersama. Satu hal yang menggembirakan orang tua Hayun, gadis kecil itu anak dari Negeri X.
 
Sang Ayah memanfaatkan interaksi Hayun dengan anak Negeri X untuk memberikan pemahaman, tidak semua orang dari Negeri X jahat. Terlebih Hayun juga menyadari bahwa si anak berasal dari Negeri X. Jadi Hayun tidak perlu takut lagi dengan semua orang dari negeri X. Sejak itu, Hayun tidak lagi khawatir dengan keberadaan orang negeri X.
 

Rasisme Karena Prasangka


Rasisme tidak lepas dari prasangka. Prasangka adalah penilaian dari individu atau kelompok pada pihak lain berdasarkan keanggotaannya pada kelompok tertentu. Itulah yang terjadi pada Hayun, seperti yang dituturkan Iqbal Aji Daryono, ayahnya melalui Detik.com.
 
Hayun mengalami kejadian buruk akibat ditabrak seorang pria Negeri X. Dia kemudian berprasangka semua orang dari Negeri X seperti pria yang menabraknya. Tunas-tunas rasisme mulai tumbuh pada diri Hayun
 
Untunglah Hayun mendapatkan pengalaman bagus bersama anak negeri X. Dampak pengalaman buruk dengan pria Negeri X sebelumnya memudar. Pandangan terhadap orang Negeri X meluas, tidak sempit lagi.
 
Pengalaman itu ditambah dengan sikap positif orang tua serta pendidikan sekolahnya di Australia. Maklum saja, Australia merupakan negara yang cukup serius menekankan kesadaran multikulturalisme. Berbagai suku bangsa datang dan bermukim di negeri kangguru itu. Interaksi dengan orang-orang berciri fisik, budaya, dan pola hidup yang berbeda tidak bisa dihindari.
 
Sekolah Hayun sering mengadakan berbagai kegiatan dalam rangka memahami perbedaan suku dan ras. Misalnya membawa makanan khas negara asal murid. Belajar bahasa negara lain. Setiap tangal 21 Maret, anak-anak memakai kostum jingga, warna yang mengekspresikan penghormatan atas keanekaragaman budaya di Australia.
 
Guru sekolah Hayun pun menghormati perbedaan muridnya. Hayun dan murid muslim lainnya diberi tahu jika ada makanan dari babi. Murid beragama Sikh pun diingatkan agar tidak makan daging. Buku bacaan yang dipakai pun menggunakan tokoh-tokoh cerita dari beragam warna kulit dan latar belakang budaya yang berbeda.
 
Saling Mengenal


Saling mengenal lebih dekat merupakan satu cara untuk mencegah rasisme. Itulah hikmah yang bisa kita petik dari kisah Hayun di Australia. Prasangka-prasangka akibat perbedaan sikap, budaya, dan lainnya akan terkikis seiring kenalnya kita dengan orang yang berbeda.
 
Kesempatan untuk saling mengenal itu seringkali harus diupayakan. Orang tua dan guru dapat melakukannya pada anak-anak. Meskipun ada kalanya takdir punya peran besar, seperti Hayun yang mendapat kesempatan bermain dengan anak Negeri X.
 
Agama apapun sejatinya mengajarkan untuk saling mengenal. Hidup rukun dan berdampingan. Apabila ada penganut agama tertentu namun rasis, bukan agamanya yang salah. Si penganut itulah yang keliru memahami agamanya.
 
Setiap manusia tidak bisa memilih terlahir dengan warna kulitnya, suka bangsa, etnis, atau budaya tertentu. Maka dari itu, mari saling menghormati perbedaan. Karena berbeda itu bisa jadi indah ketika kita menyikapinya dengan bijaksana.
 

Sumber

Asal gambar: shutterstock via Dailymail.com, sossafetymagazine.com, sheknows.com

0
512
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.