afsheena18Avatar border
TS
afsheena18
Sang Dewa Gitar Yang "Kesepian"







Dunia sepi tanpa pesaing bukan, Eric?





"I was incredibly upset and very angry, and was filled with a feeling of terrible loneliness,” komentar Eric Clapton seputar kematian Jimi Hendrix

Eric Clapton masih hidup. Masih merekam blues-rock yang ia suka. Masih pula bermain di sejumlah gig.

Kesepian yang pernah dialami seorang dewa gitar seperti yang pernah dirasakan Eric Clapton berjenis unik. Unik karena kesepian semacam itu bukan berasal dari kehilangan sosok yang disayangi (literally). Atau orang yang dekat. Unik karena kesepian yang pernah dialaminya adalah kehilangan satu-satunya rival, sosok yang mampu membuatnya meragukan kemampuannya sendiri (apalagi sebelumnya ia telah berstatus dewa gitar, number one, the best electric guitarist around).

Eric dan kota London telah menjadi kisah dongeng. Eric mengklaim mahkota dewa gitar di kota itu. Di kota itu (mungkin saja) ia telah mengalahkan semua penggenjreng gitar yang ada. London di tahun 60-an adalah battlefield bagi para gitaris rock terhandal yang ada di Inggris. Sebutlah Pete Townshed, Keith Richards, Jeff Beck, Jimmy Page, mereka semua ada disana, rock guitar master generasi paling awal. Eric menjadi nama pertama yang selalu disebut ketika harus ditanya siapa gitaris terhebat dari kota London waktu itu.

Eric saat itu mungkin saja sangat bahagia. Selain karena statusnya sebagai gitaris premiere Inggris.

Semua teman sesama musisi yang berada disekitarnya tak lebih dari teman jamming. Eric mungkin saja tak berpikir untuk melakukan hal baru dalam bermusik. Ia tak menyadari tempatnya di puncak adalah tempat yang sangat sepi.

Adalah seorang Chas Chandler, (mantan) musisi yang juga berasal dari Inggris-lah yang bisa dibilang biang keladi perusak dominasi Eric di kota London. Bergaya seolah-olah pemandu bakat, ia menggondol seorang bocah kulit hitam dari kota Seattle, Amerika Serikat, ke kota London, serta merayu semua orang agar ngejamm dengan si bocah.

Si bocah yang ber-attitude santai dan cuek, tak memperdulikan siapa dirinya, siapa yang ia ajak jamming, ia terus nggenjreng gitarnya di depan semua orang. Ia tak tahu menahu bahwa apa yang sedang ia lakukan akan menimbulkan shock therapy bagi sang dewa gitar.





 "You never told me he was that good,” ujar Eric Clapton pada Chas Chandler sesaat setelah meninggalkan panggungnya yang ‘dibakar’ Jimi Hendrix

Eric saat itu tidak sadar apa yang sedang ia alami. Hadirnya seorang ‘saingan’ yang akan menuntun langkahnya sedemikian jauh.

Eric dan supergrup-nya, Cream, yang sedang menjadi fenomena di Inggris pun mendapat tantangan dari si bocah hitam, Jimi Hendrix, dan grupnya,The Jimi Hendrix Experience.


Cream



Dua grup ini, walaupun tidak bisa sepenuhnya dikatakan ‘bersaing’, kemudian saling baku hantam. Album debut The Jimi Hendrix Experience, Are You Experienced?, dan album kedua Cream, Disrarely Gears yang dirilis hampir bersamaan mempertegas ‘persaingan’ keduanya. Kedua album ini selain bertarung di chart lagu Inggris, juga bertarung di jalanan kota London dengan anak-anak muda sebagai penggembalanya.

Persaingan kedua dewa gitar ini mirip Messi vs Ronaldo di dalam sepakbola akhir-akhir ini. Dimana keduanya selalu diperbandingkan dalam banyak hal. Kualitas teknik, pencapaian, attitude, bahkan dalam kehidupan pribadi.

Yang sedikit membedakan Eric vs Jimi dengan Messi vs Ronaldo adalah kejujuran keduanya dalam hal mengagumi sang lawan. Eric (yang pada akhirnya mengaku) mengagumi Jimi Hendrix. Eric pernah berujar, sosok Jimi, baginya, lebih penting dari Robert Johnson (maestro delta blues, yang juga dikaguminya). Jimi adalah alasan baru baginya untuk meningkatkan ketrampilan gitarnya.


The Jimi Hendrix Experience



Sementara bagi Jimi, alasan terbesarnya datang ke Inggris adalah untuk nge-jamm dengan si ‘dewa gitar’ Inggris, Eric Clapton. Ketika baru seminggu berada di London, ia langsung ‘nyelonong’ ke panggung dimana Cream sedang bermain.

Jimi adalah orang yang amat santai, gemar bercanda, cuek, nggewah-nggeweh. Di sebuah kesempatan manggung di stasiun televisi Inggris, ia pernah berhenti memainkan lagu miliknya, dan berganti mengajak dua personil bandnya memainkan sebuah lagu milik Cream, sebagai penghormatan pada band (dan sosok gitaris) yang dikaguminya.

Tidak banyak yang bisa diceritakan oleh siapapun yang mengenal ‘persaingan’ keduanya. Jimi Hendrix meninggal di usia yang begitu muda, 27 tahun. Keduanya hanya sekali saja berada dalam satu panggung. Ini tentu disesali oleh Eric Clapton. Yang dengan jujur mengakui bahwa dirinya belum pernah merasakan kesepian yang ‘rasanya’ begitu aneh, selain mendengar kematian Jimi. Apalagi sebelum mendengar berita kematian Jimi, Eric berencana memberikan gitar Stratocaster tangan kiri yang baru saja dibelinya untuk sang kawan sekaligus rival.





Eric Clapton tergolong orang yang beruntung, ia tak hanya mendapatkan kesuksesan berkarir, sederet label membanggakan yang disematkan padanya, namun perasaan ‘hidup’, walau singkat, dengan hadirnya seorang rival yang tak mungkin bisa dikalahkannya.


[URL=https://S E N S O Rrock-dut/eric-clapton-dan-jimi-hendrix-ed87c246600e]sumber[/URL]
Diubah oleh afsheena18 09-09-2019 17:29
gpanditaAvatar border
delia.adelAvatar border
red.wangyiAvatar border
red.wangyi dan 20 lainnya memberi reputasi
19
11.4K
99
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Music
Music
icon
19.7KThread8.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.