rulfhiAvatar border
TS
rulfhi
Pendakian dan Hilangnya Ayam Hutan


Pendakian dan Hilangnya Ayam Hutan 


Ilustrasi gambar via pasindo.com

Empat orang berjalan di tengah hutan menuju pos perkemahan di arah utara, Pria paling depan bernama Karyo, seorang pecinta alam yang mengaku sudah mendaki lebih dari 10 gunung di Pulau Jawa. Pria kedua, bernama Kardi. Memiliki perawakan besar dan tegap. Ia bekerja sebagai perajin kayu. Di belakang Kardi, seorang anak muda berkumis tipis, bernama Karman. Keseharian Karman bergelut dengan peternakan milik ayahnya. Dan pria paling belakang dengan ransel paling besar membawa logistik. Kawan-kawannya memanggil ia Kartaraharja. Seorang guru pengajar di Sekolah Menengah Pertama.

Empat orang berjalan di tengah hutan menuju pos perkemahan di arah utara. Karyo berhenti mendadak seolah-seolah ia melihat sesuatu yang mencurigakan. Serentak ketiga orang di belakangnya turut berhenti. Karyo berhenti lantaran jalan di depannya terhalang oleh batang pohon yang rubuh. Dengan bedogdi tangan, Kardi segera maju untuk memangkas batang pohon tersebut. Otot-otot yang terlatih bermekaran menghasilkan satu, dua tebasan bertenaga untuk melakukannya. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.

Empat orang berjalan di tengah hutan menuju pos perkemahan di arah utara. “Wah ada ayam cemani tuh, tangkap Di,” teriak Karman sambil menunjuk ke arah semak-semak. “Mana, mana, Man?” balas Kardi sambil tengok kanan-kiri. Ayam cemani berwarna hitam itu bersembunyi di semak-semak. Kardi dengan badan besarnya melompat dan menjatuhkan diri bak Dida menghalau tendangan Mirolav Klose di Piala Dunia 2003. Namun lompatan itu sia-sia, tubuh Kardi malah terperosok ke jurang yang terhalang semak-semak. Sebuah jurang yang kira-kira dalamnya dua meter. Sontak ketiga temannya kaget.

Kartaraharja dengan rokok di mulutnya yang belum dinyalakan mengeluarkan tali webing di dalam ransel. Masih dengan rokok di mulut, Kartaraharja mengingatkan tali webing dengan simpul hidup pada pohon jati. Pohon jati yang berjarak dua meter dari lokasi Kardi jatuh. Selesai mengikat, tali webing dilemparkan ke arah Kardi. Tak sulit bagi tangan Kardi untuk meraih tali tersebut. Namun persoalan setelah itu jadi perkara. Ketiga temannya, Kartaraharja, Karman, dan Karyo kesusahan untuk menarik badan besar Kardi. Hingga tarikan ketiga, tubuh Kardi masih berada di dasar jurang.

Karman merasa bersalah. Andai saja ia tak melihat ayam cemani itu, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Dalam balutan penyesalan, Karman terus berpikir. Masih dalam pikiran yang melayang. Tiba-tiba tubuh Kardi sudah tepat berada di belakang. “Hahaha, kamu pikir aku tidak bisa manjat jurang itu. Aku cuma mau kerjain kamu aja,” ucap Kardi sambil tertawa keras. “Toh Kartaraharja sama Karyo belaga payah saja tak bisa menarikku, biar kamu merasa bersalah saja,” Kardi sambil menepuk pundak Karman. “Sialan,” ucap Karman sambil ketus. “Kuy ahh kita lanjutan perjalanan, mumpung masih sore,” ajak Kartaraharja dengan rokok yang belum disulut.

Empat orang berjalan di tengah hutan menuju pos perkemahan di arah utara. Mereka kembali melanjutkan perjalanannya. Masih dengan suasana kesal, Karman yang merasa dongkol berpikir untuk membalas perlakuan ketiga temannya. Karyo yang mimpin rombongan kembali berhenti. Dia diam sejenak tanpa memberikan penjelasan apapun kepada ketiga temannya. Mereka saling beradu tatapan. Tepat di depan Karyo ada tiga jalan cabang. “Duh, ko jadi ada jalan bercabang gini yah? Padahal sebelumnya ga ada jalan kaya gini deh” keluh Karyo pada temannya. “Kamu itu gimana sih, Yo. Katanya udah mendaki 10 gunung, giliran nemu kaya gini malah bingung,” ujar Kartaraharja. Belum sempat Karyo membalas ucapan Kartaraharja. Kartaraharja sudah menunjukan sebuah tanda di pohon yang berada di tengah-tengah. “Tuh liat itu tanda di pohon, artinya belok kiri. Makanya ikut Pramuka, Yo,” ucap Kartarajaha dengan nada yang sedikit meninggi.

Empat orang berjalan di tengah hutan menuju pos perkemahan di arah utara. Pasca berjalan sejauh tiga kilometer dari percabangan tadi. Mereka akhirnya tiba di satu ladang rumput luas. Terlihat bekas-bekas perapian yang menghitam di tanah. Namun Kartaraharja ragu, sebab berdasarkan penuturan ibu penjaga warung di kampung terakhir menuju jalur pendakian. Bahwa di gunung itu tidak ada dataran landai. Akan tetapi fakta berlainan ditemukan, mereka melihat dengan mata kepala sendiri bahwa tepat di depannya dataran landai dengan rumput ilalang yang tak terlampu tinggi. “Udah mungkin si ibu tadi lupa. Dia kan sudah tua,” kata Karyo menenangkan teman-temannya.

Kaki yang lemas, perut yang mulai berteriak. Mereka pun memutuskan untuk istirahat di sana dan membuat tenda. Mereka membagi tugas. Kartaraharja kebagian tugas untuk membuat tenda. Kardi dan Karmin mencari kayu bakar. Dan Karyo membuat perapian. 10 menit kemudian, tenda sudah terpasang, kayu bakar sudah terkumpul dan perapian sudah mulai menyala.

Langit sore beranjak gelap, nyala api semakin terang. Mereka duduk santai di depan perapian. Mereka saling tukar cerita soal masa-masa SMA dulu. Ketika masa itu, mereka sudah berjanji untuk mendaki gunung bersama. Dan janji itu tengah direalisasikan hari ini. Di tengah keasyikan, tiba-tiba angin bertiup kencang. Angin tersebut hampir saja menerbangkan tenda mereka. Beruntung, Kardi dengan sigap memberikan pemberat berupa batu pada tenda mereka. Angin reda, terdengar suara kokok ayam cemani.

Namun mereka menghiraukannya. Hanya Karmin yang merasa terganggu dengan suara itu. Suara kokokan ayam cemani itu berasal dari semak-semak. Karmin menghapirinya. Semakin dekat, semakin dekat suara itu malah terdengar seperti erangan kesakitan manusia. Karmin kaget. “Masa sih, kayanya sepanjang perjalanan ga ada orang lain selain kita,” ucap Karmin dalam hati.  Dengan sedikit takut, Karmin mencoba sumber suara. Namun ia gagal menemukannya. Ia pun kembali ke depan perapian menghampiri ketiga temannya.

Akan tetapi ia merasa ketika meninggalkan semak-semak, suara itu malah makin terdengar keras. Namun sekarang ia tak ada niatan untuk kembali mencari sumber suara itu. “Dari mana Min, ko ngilang sih,” tanya Karyo. “Habis kencing, ga kuat sepanjang jalan di tahan,” jawab Karmin. Karmin memilih tidak menceritakan apa yang ia rasakan. Sebab ia tahu ketiga temannya penakut. Mereka pun kembali menghabiskan malam di tengah perapian. Suasana hangat terjadi dengan obrolan-obrolan yang bebas, namun terasa menyenangkan.   
   
Terima kasih sudah menyimak cerita pendek ini.
Mari terus berkarya 

Diubah oleh rulfhi 25-08-2019 09:19
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
651
5
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.