Dinamika politik pasca Pilpres 2019 terus berkembang. Belakangan dua partai yang kerap berseteru yaitu PDI Perjuangan dan Partai Gerindra terlihat makin mesra.

Kemesraan dua parpol ini bukan tak membawa konsekuensi. Hal itu memicu cemburu parpol Koalisi Indonesia Kerja, terutama Partai Nasdem.

Partai besutan Surya Paloh itu menjadi ganjalan utama terbentuknya poros PDIP-Gerindra. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Pengamat Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Andriadi Achmad.

Menuver politik yang dipertontonkan Nasdem sebenarnya ingin menunjukkan bahwa Nasdem punya bergaining position di hadapan koalisi yang dipimpin PDIP.

Dalam artian, keberadaan Nasdem tidak bergantung terhadap PDIP baik di hadapan pemerintah Jokowi-Ma’ruf maupun di parlemen.

Bentuk kecemburuan dari Partai Nasdem terlihat dari beberapa manuvernya. Seperti Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Lalu Surya Paloh mengumpulkan parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf tanpa kehadiran PDIP dan lain-lain. Politisi Nasdem Bestari Barus mendorong Wali Kota Surabaya Risma untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2020.

Dengan tidak bergantung pada PDI Perjuangan, Partai Nasdem bisa merepotkan koalisi Presiden Jokowi.

Pasalnya, beberapa sinyalemen menunjukan, jika PDI Perjuangan dan Gerindra berkoalisi, maka tidak menutup kemungkinan Nasdem akan mempelopori terbentuknya poros oposisi baru dengan mengajak Golkar, PPP dan PKB.

Kondisi di atas berkaitan erat dengan mitologi Jawa bahwa tak boleh ada matahari kembar di bumi ini. Dalam konteks politik, Megawati dan Surya Paloh adalah matahari tersebut yang terlihat saling bersaing dalam memperebutkan posisi the king maker dalam koalisi.

Kegerahan inilah yang menimbulkan ketidaknyamanan Megawati-PDIP atas Surya Paloh-Nasdem.

Oleh karena itu, pasca pilpres 2019 menjadi puncak ketegangan antara Megawati-Surya Paloh dan terlihat bisa berujung pecah kongsi. Inilah yang perlu diwaspadai oleh Presiden Jokowi.