Surobledhek746
TS
Surobledhek746
Kurikulum 13 dan Beban Siswa
sumber kaskus


Selamat datang di tread gw Gan/Sis. Semoga sehat yak. Dan sering mampir aja. Ntar gw kasih cendol bejibun. Ha ha ha

Ini hari gw mau cerita sedih dan kesalnya gw nih. Betapa tidak, anak sekolah sekarang sudah kelas 4 SD belum hapal perkalian. Disuruh ngitung, malah makai jari. Persis anak kelas 2 dan 3.

Coba zaman Gw sekolah dulu. Kelas 3 SD setiap hari, hapalan perkalian selalu diperintahkan. Kalau gak hapal harus berdiri. Mau tidak mau akhirnya dihapal. Ternyata sangat berguna.


Salah satu contoh.
Beda dengan zaman sekarang, kurikulum 13 mengharuskan siswa aktif dan kreatif dalam eksplorasi. Tidak diajarkan bagaimana agar siswanya hapal. Tetapi diajarkan bagaimana mencari. Ya, akhirnya segala macam cara ditemukan untuk mencari hasil perkalian. Bisa dengan jari tangan, bilah lidi, dll. Namun tidak hapal.

Mustahil jika setiap mau menghitung selalu disiapkan lidi, atau jari. Perkalian yang seharusnya dengan hapalan tinggal sebut. Memakan waktu lama untuk mencari jawabnya.

Bayangkan, jika kelas 6 SD diminta menentukan hasil 6 kotak karus isinya masing 24 biji mangga. Berapa buah mangga yang ada seluruhnya. Dia tau, hasilnya adalah dengan mengalikan 6 dengan 24. Karena tidak hapal perkalian waktu untuk menghitung 6 x 24 jadi lama.

Tidak ada salahnya jika cara menenukan pola perkalian dengan menemukan sendiri. Namun, setelahnya harus diperkuat dengan hapalan. Permasalahannya, target kirikulum yang padat mengharuskan guru mengejar materi lanjutannya. Hingga akhirnya kegiatan hapalan jadi terabaikan.


Contoh yang lain.
Pelajaran bahasa, anak sekarang belum bisa memilih kata baku yang benar sudah disuruh merangkai kalimat. Yang lebih ngeri, mereka diminta membuat cerita dalam bentuk paragraf. Gurunya saja masih gagap dalam merangkai paragraf, apalagi siswa kelas 6 SD.

Jenjang materi yang disampaikan pada kurikulum 13 mengajak siswa aktif dalam eksplorasi, mencari materi lewat laman browser. Sementara di sebagian besar sekolah, banyak yang siswanya tidak dibenarkan/tidak diperbolehkan menggunakan gawai. Bagaimana coba? Materi dengan sarana pendukungnya tidak nyambung.

Beda dengan zaman Gw sekolah dulu. Pembelajaran bahasa Indonesianya bertahap. Mulai dari pengenalan kata baku, kata imbuhan, dsb. Lalu, belajar merangkai kalimat. Menggunakan SPO, SPOK, dll. Akhirnya kami sedikit demi sedikit tahu bagaimana sususan kalimat yang benar pada pembuatan kalimat di paragraf.

Demikian juga pada materi lain-lainnya. Di kurikulum 13 terutama untuk SD digunakan model tematik. Materi pelajaran digabungkan dalam sebuah tema. Jangankan siswanya. Gurunya saja kelimpungan mencari sumber materi, apalagi siswanya.

Nah, namanya guru pasti punya seribu cara mensiatasi sulitnya mencari materi. Akhirnya tugas pencarian diberikan kepada siswa. Katanya, ada kakak yang akan membantu, bapak atau ibu. Orang tua dan saudara malah jadi beban. Tidak mengapa sih, namun tujuan pembelajaran yang awalnya memacu siswa untuk aktif dan kreatif berselancar di laman online tidak tercapai.

Akhirnya secara umum pembelajaran yang sejatinya akan meningkatkan kreatifitas dan inovasi pada siswa mentah seketika. Namanya siswa, jika tidak bisa melakukan sesuatu pilihannya hanya dua. Minta tolong kepada anggota keluarga, atau diam seribu basa. Toh, akhir semester ketika kenaikan kelas mereka pasti akan naik kelas.


Apa yang sebaiknya dilakukan?
1. Guru, sebagai guru harus mampu dengan cermat menilai seberapa mampu siswa berusaha. Kemudian berikan materi pelajaran sesuai tingkat pengetahuan dan kematangan mereka. Urusan kurikulum urusan ke dua saja. Nyerempet-nyerempet sedikit tidak mengapa. Beda lingkungan, beda budaya, beda sarana. Tidak bisa semua dipukul rata.

2. Orang tua, sebagai orang tua sudah kewajiban membantu anaknya dalam mengatasi masalah pembelajaran. Sulinya materi pelajaran mungkin saja menjadikan anak kita stress sebelum waktunya. Bantulah semampu bisa. Jika kebetulan punya ekonomi yang lebih disaranakan mencarikan guru pembimbing untuk membantu kesulitan anaknya dalam pembelajaran.

3. Pemerintah, sejatinya pemerintah dalam menerapkan kurulikulum tidak hanya berpatokan pada sekolah yang ada di kota besar. Indonesia adalah dari sabang sampai merauke. Dengan segala perbedaannya, sarana prasaranya.

Untuk itu agar segenap anak bangsa dapat mengikuti pelajaran dan tak terkendala dalam proses pembelajaran. Seyogianya sebelum meluncurkan kurikulum dilihat dulu aspek sarana dan prasarana pendukung yang asa di seluruh provinsi dan kabupaten di Indonesia. Syukur-syukur kalau sampai ke desa-desa.

Demikian, semoga tahun-tahun yang akan datang kurikulum sekolah dilakukan perbaikan. Aamin.

Sampai jumpa di tread Gw berikutnya. Wasslaam
anita.sutantyCahayahalimahindahmami
indahmami dan 6 lainnya memberi reputasi
7
2.5K
87
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Education
Education
icon
22.4KThread13.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.