galangwbsnAvatar border
TS
galangwbsn
Melepaskan Beban Maskulinitas Pria Bersama Didi Kempot

Semenjak kemunculan Via Vallen, musik dengan lirik lagu berbahasa Jawa mulai disukai dan ternyata sangat mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Dilansir dari situs indonesia.org, suku Jawa merupakan suku yang cukup besar persebarannya di Indonesia, jumlahnya mencapai 40,22% dari total keseluruhan penduduk di negara ini, jadi tidak mengherankan apabila lagu-lagu yang menggunakan lirik berbahasa Jawa akan sangat mudah diterima.

Lalu baru-baru ini kita dihebohkan dengan disematkannya gelar “The Godfather of Broken Heart” pada seorang Didi Kempot (@didikempot_official). Penyanyi asal Solo yang bernama asli Didi Prasetyo mendapatkan gelar tersebut bukan karena suatu bentuk pemujaan penggemar terhadap dirinya, namun gelar itu disematkan karena lagu-lagu yang ia ciptakan selalu bercerita tentang persoalan patah hati. Popularitas Didi Kempot mendadak meroket kembali ke permukaan, terlebih lagi setelah Didi Kempot diundang ke dalam sebuah talkshow yang digawangi oleh Gofar Hilman (@pergijauh) yang merupakan seorang penyiar radio dan youtuber yang sangat terkenal. 

Selain musik yang enak didengar, faktor lain yang membuat lagu berbahasa Jawa menjadi mudah diterima adalah keterikatan budaya yang dibawa lewat lagu, serta cerita yang disuguhkan lagu tersebut. Ikatan kesukuan atau primordialisme terasa kuat disalurkan melalui lagu-lagu berbahasa jawa. Kemudian hal ini menciptakan sebuah ikatan dan direspon oleh anak-anak muda yang merasa dekat dengan kehidupannya melalui lirik dan bahasa yang mereka dengar. 

Hasilnya, saat ini sosok Didi Kempot sangat digandrungi oleh anak muda. Lirik lagunya yang mayoritas bercerita tentang patah hati sangat dekat dan erat hubungannya dengan kehidupan anak muda saat ini, apalagi bagi mereka yang merupakan orang Jawa asli maupun mereka yang memiliki darah keturunan dan mereka yang tinggal di lingkungan yang bersentuhan langsung dengan kebudayaan Jawa.

Sebagai orang yang lahir dan besar di lingkungan suku Jawa, tentu saja Didi Kempot merupakan salah satu musisi Jawa yang lagu-lagunya selalu diputar oleh Bapak sewaktu saya kecil dulu. Bahkan ketika saya belum bisa memahami makna lagunya, Didi Kempot bisa membuat saya “menikmati” karya musiknya. Kekuatan Didi Kempot dalam membuat suatu karya juga tidak lepas dari latar ruang dan waktu, tempat-tempat wisata populer seperti pantai, dan gunung menjadi latar bagi lagu-lagu yang diciptakannya. Lirik-lirik yang berisi kenangan di masa lalu, dan rasa sakit hati yang dirasakaan saat ini sangat pas. Belum lagi mengaitkan lagu-lagu bertema kesedihan dengan latar tempat yang identik dengan perpisahan, seperti stasiun, terminal, dan pelabuhan. Semua hal ini membuat lagu-lagu yang diciptakan Didi Kempot makin terasa dekat dan menyayat hati.

Bukan cuma orang-orang tua, anak-anak muda saat ini makin menggilai sosok dan karya dari Didi Kempot. Mereka dijuluki sebagai “sadboi” dan “sadgerl”. Lagu-lagu buatan Didi Kempot memang bernuansa laki-laki, dan kebanyakan bercerita tentang seorang laki-laki yang dikecewakan atau ditinggal pergi pasangannya. Tentu saja tidak mengherankan apabila pada akhirnya, penggemar Didi Kempot lebih banyak datang dari kaum Adam.

Lagu-lagu Didi Kempot menjadi sarana pelampiasan laki-laki muda yang terkurung dalam stigma budaya yang mengedepankan maskulinitas beserta beban-beban nilai moral yang mengatakan bahwa laki-laki adalah makhluk yang rasional dan kuat hatinya. Melalui lagu ciptaan Didi Kempot, laki-laki muda yang sedang dalam tahap pencarian jati diri ini merekonstruksi kembali makna dari maskulinitas yang selama ini membuat mereka frustasi.

Sudah banyak yang membuktikan bahwa nilai-nilai maskulinitas bisa berbahaya bagi kondisi psikologis laki-laki. Laki-laki yang berada dalam lingkungan budaya yang mengedepankan maskulinitas dan yang menjunjung tinggi nilai-nilai maskulinitas akan terjebak dalam suatu kondisi yang bernama “The Man Box”. Istilah ini mengatakan bahwa ada beberapa standar khusus yang harus dimiliki oleh seorang laki-laki agar bisa disebut sebagai seorang laki-laki sejati, diantaranya adalah: 

1. Laki-laki harus mampu mendominasi dengan kekuatannya.
2. Laki-laki tidak mempunyai rasa takut dalam dirinya.
3. Laki-laki harus kuat dan tidak cengeng.
4. Laki-laki harus sukses dimanapun dan apapun bidang yang ia geluti.


Kondisi ini tentu saja sangat berbahaya dan tidak patut untuk diyakini lagi. Sejalan dengan hal itu, jika kita meyakini istilah “The Man Box”, kita juga akan tenggelam dalam stigma yang meyakini bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, selalu di belakang laki-laki, dan tidak lebih berharga dari sekedar objek seksual bagi laki-laki. 

Ini membuat sosok dan karya Didi Kempot menjadi sangat digandrungi oleh anak muda, khususnya mereka kaum Adam. Karena Didi Kempot mengajak kita untuk merayakan sakit hati, mengajak laki-laki yang menjunjung nilai maskulinitas dan kemudian terkurung di dalamnya untuk keluar dari stigma yang menjadi beban dalam dirinya. Oleh karena itu tidak salah apabila slogan “Patah hati mending dijogedi” disematkan dalam karya-karya seorang Didi Kempot, karena laki-laki bukan batu yang tanpa emosi, laki-laki juga punya hati yang bisa tersakiti.

Terima kasih sudah membaca tulisan ini dan selamat menikmati Waktu Indonesia Bagian Cidro, wahai muda-mudi!


Penulis: Galang Wibisono
Sumber Gambar: Kumparan
Diubah oleh galangwbsn 13-08-2019 02:28
mikdonAvatar border
d876Avatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 9 lainnya memberi reputasi
10
7.3K
72
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Dunia Hiburan
Berita Dunia Hiburan
icon
24.7KThread3.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.