babygani86Avatar border
TS
babygani86
Manifesto Brenton Tarrant, akibat Ketakutan terhadap Genosida Ras di Masa Depan
Brenton Tarrant menebar teror di Masjid Al Noor dengan iringan simbol dan karakteristik modern ideologi supremasi kulit putih pada setiap langkahnya. Tarrant bahkan sempat berdendang lagu tentang penjahat perang Serbia, Radovan Karadzic, sambil menenteng senapan yang ditulisi nama Ebba Akerlund.

Sebelum membantai, Tarrant juga mengirimkan manifesto berjudul The Great Replacement kepada 30 penerima, termasuk Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern. Manifesto setebal 74 halaman itu seakan mengulangi teori konspirasi sayap kanan popular tentang bagaimana orang kulit putih Eropa secara sengaja digantikan oleh imigran non-kulit putih.



Manifesto itu menggemakan buku karya penulis Praneix, Renaud Camus, yang mempopulerkan gagasan White Genocide. Manifesto itu juga terinspirasi para ekstremis sayap kanan lainnya. Termasuk pembunuhan yang dilakukan Anders Behrinh Breivik karena dibakar kebenciannya terhadap multikulturalisme.

Tarrant menganggap Breivik hak pahlawan karena pemujaan pria Norwegia ini kepada Kesatria Templar, kelompok ekstremis Kristen dari abad ke-12. Tarrant juga dikenal sebagai pendukung Presiden AS Donald Trump yang digambarkannya sebagai symbol kulit putih di zaman kiwari.

Selandia Baru dan Australia memiliki sejarah panjang menghadapi gelombang dan wacana supremasi kulit putih. Korban pertama supremasi rasis ini tak lain adalah penduduk asli. Sejak Australia dan Selandia Baru menjadi pos terdepan pemerintahan kekaisaran Inggris di Pasifik, orang Australia kulit putih dan Selandia Baru telah berjuang untuk merekonsiliasi sejarah kolonial yang ditentukan oleh supremasi kulit putih.



Buktinya, Selandia Baru kemudian mengadopsi kebijakan “Selandia Baru Putih" pada 1899, sementara Australia menjalankan “Australia Putih” pada 1901. Inggris memberlakukan pembatasan melalui serangkai tes yang mempersulit warga non—kulit putih masuk ke dua wilayah jajahan mereka ini. Kebijakan serba putih itu mencerminkan perasaan kecemasan rasial yang meluas sejak awal. Meskipun kebijakan diskriminatif ini berakhir pada 1970an, kecemasan rasial yang menjiwai mereka tidak pemah hilang.

Secara global, supremasi kulit putih memang menguat sejak 10 tahun terakhir di beberapa negara Eropa. Contohnya Prancis yang terus menyuarakan sentiment kepada imigran Islam. Politisi Marie Lepen yang anti-imigran, meski kalah dalam pilpres lalu, mendapat suara besar. Kemudian di Belanda, ada politisi Geert Wilders. Meski kalah juga dalam pemilu. Suaranya meningkat secara signifikan. Donald Trump pun menjadi presiden karena turut didukung kelompok ini. Adapun Australia, belakangan juga semakin menunjukkan sikap rasisme yang serius.

Paham Rasialis di Australia adalah 1 dari 10 orang Australia mengidap paham tersebut dan sebanyak 31% orang Australia memiliki sikap anti muslim. Akar dari masalah ini adalah gejala glokalisasi atau ketegangan antara sesuatu yang global dan lokal. Saat globalisasi muncul, perpindahan orang, barang, bahkan ide dianggap bakal mulus. Namun yang terjadi tidak seperti itu. Friksi muncul di mana-mana.

Perpindahan segala hal yang gencar ternyata juga mengubah konstelasi di lingkup nasional, regional, dan global. Selama masa kolonialisme, kaum kulit putih mendapatkan dan menikmati privilege. Namun seiring zaman dan globalisasi, privilege si Putih makin tidak dominan.



Ancaman ini bukan hanya berkaitan dengan hak mereka, melainkan juga dari segi jumlah. Ada riset di Amerika Serikat yang menyatakan jumlah orang Kristen kulit putih lebih dari 80% pada 1976. Namun pada 2016 jumlah mereka hanya 40%. Secara politik mereka menganggap menjadi lemah dan kondisi ini dianggap sebagai sesuatu yang mengancam.

Gejala itu pula yang ditemukan dalam manifesto Brenton Tarrant. Ia memperkirakan pada 2100, kaum kulit putih makin sedikit, makin tua, dan makin lemah. Dia menganggap akan terjadi genosida ras di masa yang akan datang. Untuk itu, ia ingin mengusir semua imigran dan harus ada banyak anak kulit putih lahir.

Di sisi lain, tak sedikit komunitas-komunitas non-kulit putih di negara Barat yang hidup eksklusif, termasuk kalangan Islam, yang bisa jadi alasan para pendukung supremasi kulit putih untuk bertindak lancung. Kondisi ini seakan jadi alasan untuk saling membenarkan sentiment mereka.

Akun akun Facebook dengan banyak follower di Australia berisi kampanye anti Islam dan anti pendatang dikendalikan dari negara Balkan. Ada empat akun populer sejenis, dikelola oleh admin yang berbasis di Kosovo, Albania, dan Republik Makedonia Utara. Pemilik akun mengeruk keuntungan dengan memonetisasi laman itu. Laman FB seperti Australians against Sharia, Aussie infidels, Stop the Mosque in Melbourne, dan Stop all Mosque in Narre Warren rutin menampilkan unggahan patriotik, agitasi anti orang asing seperti pengungsi, imigrasi, Muslim, Islam, dan kebebasan berbicara. Akun akun itu menargetkan simpatisan Partai Buruh, Partai Hijau, dan tokoh liberal moderat.



Facebook mengatakan, video pria bersenjata di Christchurch disaksikan kurang dari 200 kali selama siaran langsung. Total sekitar 4000 kali sebelum dihapus. Perusahaan media sosial itu telah menghapus lebih dari 1,5 juta salinan video dalam 24 jam pertama setelah insiden itu. Sebanyak 1,2 juta di antaranya diblokir saat diunggah.


Spoiler for Referensi:


0
747
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.