inal74Avatar border
TS
inal74
Internet, Revolusi Mesir 2011, dan Demokrasi

"If you want to liberate a society, just give them the internet," , (Wael Ghonim)


Pernyataan di atas merupakan ekspresi euforia dari seorang manajer Pemasaran Google untuk Afrika Utara dan Timur Tengah setelah mengetahui lengsernya kekuasaan otoriter 3 dekade Husni Mubarak di Mesir. Wael Ghonim, sang manajer, bukanlah seorang karyawan swasta biasa. Dia juga ternyata berjiwa aktivis-reformis. Dirinya rela “meninggalkan” apartemen, istri, dan anaknya di Dubai demi bergabung dengan para pengunjuk rasa di Alun-Alun Tahrir Mesir. Aksi lelaki kelahiran Kairo, Mesir ini untuk berdemonstrasi turun ke jalan merupakan keputusan yang diambilnya setelah dia melakukan pembentukan opini publik di internet untuk menyepakati tuntutan politik bersama dengan memanfaatkan situs jejaring sosial.

Pada bulan Juni 2010, lewat Facebook dengan nama samaran El Shaheed, Ghonim membuat fanpage bernama Kulina Khaled Said (We Are All Khaled Said). Fanpage ini mengambil nama dari seorang warga Mesir Khaled Said yang tewas dianiaya polisi setempat hingga tewas. Kemudian melalui akun Twitter, Ghonim berhasil memiliki 60.610 follower dan sudah membuat 4000 twit. Namun hasil terpenting dari pembentukan opini publik di dunia maya tentang mendemo otoriterianisme Pemerintah Mesir pimpinan Husni Mubarak ini adalah: lebih dari 150.000 anggota fanpage We Are All Khaled Said setuju menunjuk Wael Ghonim untuk menjadi juru bicara bagi para demonstran di Mesir. Seandainya saja Ghonim ketika itu memanfaatkan juga situs jejaring sosial lain seperti Instagram, Pinterest, atau Tumblr sudah pasti dukungan yang mengalir akan lebih banyak lagi. Alhasil, Wael Ghonim turun ke Alun Alun Tahir Mesir, berorasi di hadapan ratusan ribu demonstran dan ditangkap oleh pihak penguasa. Setelah didemo selama 8 hari (25 Januari 2011 sampai dengan 1 Januari 2012), Husni Mubarak akhirnya turun tahta. Sejarah dunia pun mencatat nama Wael Ghonim sebagai salah seorang tokoh gerakan reformasi dan demokrasi di Mesir.



Gambaran fenomena Wael Ghonim dan revolusi Mesir 2011 di atas dalam konteks perjalanan sejarah demokrasi menunjukkan bahwa kenikmatan kebebasan yang dirasakan oleh individu ketika menjelajahi dunia maya adalah sangat minimnya intervensi pemerintah dan tidak terhalangi oleh batasan geopolitik negara manapun. Hal ini sesuai denga kredo yang berlaku di dunia internet yang berbunyi: protection of free speech and the right of every group to be heard(perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan hak setiap kelompok untuk didengar). Tetapi pasca Revolusi Mesir 2011, kredo tersebut cukup membuat beberapa negara kuatir. Salah satu kekuatirannya adalah jika internet dibanjiri oleh berita dan informasi tentang berbagai krisis negara-negara di dunia, maka itu akan memancing hingar-bingar secara emosional dari publik untuk melakukan “sesuatu”. Kekuatiran dimaksud ternyata telah terbukti di Mesir pada bulan Februari 2011. Selain itu, seperti diketahui bahwa Revolusi Mesir 2011 merupakan salah satu bagian dari pergolakan politik di dunia Arab (Arab Spring) yang menentang penguasa otokratis dan mendesak dilakukannya reformasi. Selain di Mesir, Arab Spring menjalar sampai ke Suriah, Bahrain, Yaman, Yordania, Libya, dan Tunisia. Oleh karena Revolusi Mesir 2011 telah menjadi viral dan trending topic ketika itu, jangan aneh jika sekarang telah muncul berbagai sikap represif dari beberapa negara terhadap individu atau sebuah organisasi yang memanfaatkan internet untuk membangun gerakan sosial-politik reformis.

Departemen Pertahanan Amerika Serikat mungkin di saat pertama kali mengembangkan internet 57 tahun lalu belum menyadari dampak hebat secara sosial-politik ketika internet berkelindan dengan revolusi dan demokrasi. Namun ahli piranti lunak dari Swiss bernama Tim Berners-Lee yang menciptakan World Wide Web (WWW) dan hypertext pasti bangga ketika mengetahui bahwa kreasi intelektualnya mampu memberikan kontribusi positif terhadap gerakan perjuangan revolusioner kaum reformis di Mesir 8 tahun silam dalam rangka mewujudkan pemerintahan Mesir yang demokratis. Jadi, di jaman Revolution 2.0 seperti sekarang ini, jika kita ingin membebaskan suatu masyarakat dari belenggu otoriterianisme, beri saja mereka internet.

Sumber:
How Wael Ghonim Sparked Egypt's Uprising, Newsweek.com, 13 Februari 2011

How an Egyptian Revolution Began on Facebook, Nytimes.com, 17  Februari 2012

Did Facebook bring down Mubarak?, CNN.com, 11 Februari 2011
Diubah oleh inal74 26-07-2019 14:04
matthysse67Avatar border
sebelahblogAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.1K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar Negeri
icon
78.8KThread10.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.